Perjalanan Panjang Bisnis Pisang Bu Nanik, Kudapan Populer Bermodal Rp2 Juta
Popularitas produk Pisang Bu Nanik, membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Penikmat kuliner mungkin sudah pernah mendengar atau bahkan mencicip kudapan Pisang Goreng Madu Bu Nanik. Di awal merintis usaha ini yang dimulai tahun 2007, Pisang Goreng Bu Nanik seringkali disalahpahami sebagai pisang goreng gosong.
Saat wawancara dengan media tahun 2019, Nanik Soelistiowati sebagai pendiri usaha pisang goreng ini juga mengaku popularitas produk pisangnya membutuhkan waktu yang cukup panjang.
-
Di mana kita bisa menemukan resep nasi goreng kekinian yang mudah? Dikutip Merdeka.com dari briliofood.net, Selasa (17/10) berikut 12 resep nasi goreng kekinian yang bisa bikin nasi gorengmu semakin bertambah lezat.
-
Kapan kentang goreng matang dan siap disajikan? Angkat kentang goreng yang telah matang, sajikan selagi masih hangat.
-
Kenapa kuliner Bogor patut dicoba? Sebab, cita rasa makanan yang ditawarkan di Kota Bogor pasti nggak akan mengecewakan lidahmu.Dari yang rasanya pedas, manis, gurih, hingga kuliner yang anti mainstream dapat kamu temui dengan mudah di Kota Bogor. Tetapi, apabila kamu bingung harus mencicipi mulai dari mana dulu, mungkin rekomendasi kuliner satu ini akan dapat membantu kamu. Yuk, intip apa saja makanan enak di Bogor yang wajib dicoba!
-
Di mana orang bisa menemukan berbagai resep bumbu nasi goreng enak? Simak ulasan selengkapnya yang berhasil dirangkum dari beragam sumber dan Brilio.net, Kamis (13/7).
-
Bagaimana cara pembeli menikmati kuliner ini? Warung ini menerapkan konsep self service, di mana pembeli mengambil sendiri apa yang ingin mereka nikmati.
-
Apa yang membuat nasi goreng bikinan tukang nasgor lebih enak? Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of the Royal Society Interface, ada penjelasan ilmiah di balik rasa nasi goreng yang dimasak dengan gerakan melempar.
"Mulai laris kalau bilang lama juga Mas, kan saya testernya banyak. Yang beli, sehari saja saya jual 20 pisang saja susah sekali," ujar Nanik.
Namun, keuletan dan usaha kemudian membuahkan hasil. Pisang Goreng Madu buatannya kemudian mendapatkan tanggapan positif dan dicari-cari oleh pelanggan. Kini, outlet pisang goreng madu Bu Nanik yang berada di Tanjung Duren, Jakarta Barat, tidak pernah sepi pesanan.
Usaha yang dimulai dengan modal awal tidak sampai Rp2 juta, gerobak pemberian teman serta cuma mampu memproduksi sekitar 5 peti pisang tersebut, kini mampu memproduksi hingga 3 hingga 4 ton pisang.
Jika dulu Nanik harus bekerja sendiri, maka kini pekerjaannya dibantu oleh 85 orang karyawan. Suplier pisang raja sebagai bahan baku pun makin luas, yakni dari Cianjur, Bogor, Lampung, dan Semarang. Nanik menegaskan menjaga mutu produk merupakan salah satu kekuatannya dalam bertahan di tengah persaingan usaha.
"Mutu itu nomor 1 yah, dulu bentuk pisangnya acak-acakan. Sekarang mulai berbentuk, packaging dibagusin. Perbaikan manajemen bisnis," ujar dia.
- Mencicipi Pisang Mas Kirana Lumajang, Buah Favorit Warga Eropa hingga Tiongkok
- Modal Awal Cuma Rp1 Juta, Bisnis Keripik Pisang Danang Kini Raup Omzet Rp30 Juta per Bulan
- Kerja Tak Digaji saat Pandemi, Pria Ini Bangkit dan Sukses Bisnis Peyek Kacang dengan Omzet Ratusan Juta per Bulan
- Hobi Masak jadi Peluang Bisnis, Pria di Bandung Sukses Sulap Daun Anggur Jadi Kerupuk Laku sampai Jerman
Tingginya permintaan konsumen pada produknya bahkan berhasil memikat investor untuk menanamkan modal. Sayangnya, tawaran tersebut ditampiknya. Meski enggan menyampaikan identitas investor, dia hanya menjelaskan, dirinya sempat ditawarkan untuk memasarkan produk hingga ke Thailand dan Vietnam. Lokasi di mana investor tersebut tengah melakukan ekspansi bisnis.
"Pernah ditawarkan salah satu platform online untuk buka cabang di luar negeri. Tapi saya tidak menyanggupinya," katanya.
Pisang Goreng Madu pun sudah dinikmati hingga ke luar negeri melalui sistem jasa titip alias jastip. Lewat cara inilah, produknya berhasil mencapai Hongkong, Singapura, bahkan Australia. "Seperti jastip yang ke Australia, itu pernah dijual USD 10 untuk 5 buah pisang goreng madu," katanya.
Masuk ke Pasar Online
Bergabungnya dua anaknya dalam bisnis, membawa cukup banyak perubahan. Salah satunya, pergerakan Pisang Madu Bu Nanik menuju platform digital. Imbasnya terhadap kenaikan omzet memang lumayan.
Meski enggan menyebut jumlah omzet, dia mencatat kenaikan omzet sekitar 20 persen hingga 30 persen setelah memanfaatkan platform digital.
"Kita dulu, pakai telpon. Mulai ikut media online, anak-anak pulang dari sekolah, kolaborasi dengan saya. Mereka bagian manajemen dan marketing, saya bagian produksi."
Dia mengakui, memang memotivasi anak-anaknya agar ikut membangun bisnis yang sudah dia rintis.
"Awalnya tujuan mulai nyekolahin anak, kan bukan orang yang terlalu berada. Bekalin ilmu dengan sekolah. (Setelah selesai sekolah) saya tanya mau kerja apa bantu mami usaha, saya motivasi kalau kerja sama ibu buat ibu, kalau kerja buat orang maju buat orang. Lalu mereka mau jual pisang, maka kita kolaborasi buka usaha," ungkapnya.
Putri Nanik sekaligus COO CV. Bu Nanik Group, Michelle K Molloy mengatakan, alasan utama usahanya memanfaatkan platform online tidak lain sebagai upaya mengikuti perkembangan zaman. Tak hanya itu, perbaikan mutu dan tampilan produk juga terus dilakukan.
"Kalau hanya diam di tempat kita akan stuck, sedangkan zaman berubah terus, maka bagaimana kita mengikuti perkembangan."
"Produk dulu kita tidak dicetak, berantakan. Sekarang dicetak, jadi setiap orang dapat ukuran yang sama. Lalu kemasan, lalu branding. Sekarang kita punya paling baru pisang madu dengan topping. Ini untuk menyasar generasi anak muda yang memang suka toping," jelas dia.
Terkait rencana bisnis ke depan, Michelle mengaku masih akan mengembangkan dan meningkat nilai tambah dari pisang madu. Ketika ditanya apakah berniat untuk merambah ke bisnis franchise, dia mengatakan, masih banyak hal harus disiapkan untuk sampai ke level itu. Terutama dari segi kemampuan memastikan standar produk yang akan dijual.
"Mungkin kalau bisa setengah matang, terus bisa digoreng lagi dan hasilnya 100 persen, maksimal, baru berani franchise. Kalau franchise kan tidak semua orang punya kemampuan culinary yang sama. Takutnya mutu dan kualitasnya beda," tandasnya.