Subsidi BBM, LPG higga Dana BOS Habiskan Uang Negara Rp527 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan realisasi belanja terbesar digunakan untuk belanja non kementerian/lembaga (KL) senilai Rp527,4 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan realisasi belanja terbesar digunakan untuk belanja non kementerian/lembaga (KL) senilai Rp527,4 triliun.
Subsidi BBM, LPG higga Dana BOS Habiskan Uang Negara
Rp527 Triliun
Subsidi BBM, LPG higga Dana BOS Habiskan Uang Negara
Rp527 Triliun
Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja Pemerintah Pusat sampai Juli 2023 mencapai Rp1.020,4 triliun. Angka ini baru sekitar 45,4 persen dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan realisasi belanja terbesar digunakan untuk belanja non kementerian/lembaga (KL) senilai Rp527,4 triliun.
- Sri Mulyani Bongkar Alasan Kenaikan Gaji PNS Lebih Kecil Dibanding Pensiunan
- Pemerintah Siapkan Anggaran Subsidi BBM, LPG dan Listrik Rp251 Triliun di Tahun 2024
- Alasan Pemerintah Bagi-Bagi Bonus Rp330 Miliar untuk 33 Pemda
- Sri Mulyani Cairkan Rp7,4 T untuk Perbaiki Jalan Rusak di Daerah, Panjangnya 2.000 Km
Dana tersebut diberikan kepada masyarakat dalam bentuk subsidi dan kompensasi BBM, listrik, program Kartu Prakerja, subsidi pupuk hingga menggaji pensiunan. "Belanja non KL yang isinya adalah untuk belanja subsidi kompensasi BBM (bahan bakar minyak) dan listrik, program kartu prakerja, serta subsidi pupuk dan juga untuk membayar pensiun," ujar Sri Mulyani, dalam acara APBN KiTa, Jakarta, Jumat (11/8).
Belanja Negara yang Langsung Dinikmati Masyarakat
Selain untuk membayarkan subsidi dan kompensasi, dari alokasi Rp526,5 triliun tersebut dibelanjakan pemerintah untuk sejumlah program yang langsung dinikmati masyarakat. Misalnya dalam bentuk kartu sembako, program keluarga harapan, dan pelayanan kesehatan. Realisasi untuk program keluarga harapan senilai Rp14,9 triliun untuk 9,8 juta KPM (keluarga penerima manfaat). Belanja untuk program kartu sembako sebesar Rp22,2 triliun untuk 18,7 juta KPM. "Ini (program kartu sembako) jumlahnya lebih besar dari penerima kartu keluarga harapan," kata Sri Mulyani.
Selain mendapatkan PKH dan kartu sembako, Sri Mulyani mengatakan kelompok rentan ini juga diberikan BPJS Kesehatan dengan iuran yang dibayarkan oleh APBN yaitu Rp27 triliun untuk 96,7 juta peserta. Artinya setiap bulan APBN mengeluarkan Rp3,9 triliun bagi 96,7 juta peserta yang tidak mampu. "Sehingga apabila mereka sakit, mereka tetap bisa mendapatkan perlakuan dan pelayanan kesehatan tanpa mereka membayar. Itu adalah APBN yang hadir bagi kelompok yang paling rentan," kata dia.Sri Mulyani menuturkan APBN juga hadir membantu kelompok-kelompok yang penting.
Seperti petani dengan memberikan bantuan benih, mulsa dan pupuk organik senilai Rp463,7 miliar, bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan) Rp250 miliar, dan bantuan ternak Rp62,4 miliar. Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan bantuan benih ikan, kepiting dan udang senilai Rp19,2 miliar.
Di bidang pendidikan, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp6,2 triliun untuk program Indonesia Pintar kepada 11,07 juta siswa. Kemudian, Rp 6,1 triliun untuk program KIP Kuliah kepada 718,7 ribu mahasiswa.
"Program Indonesia Pintar yaitu beasiswa bagi 11,07 juta siswa dari keluarga yang tidak mampu agar mereka tetap bisa sekolah dan tidak drop out," kata Sri Mulyani.
APBN juga membantu biaya operasi sekolah (BOS) sebesar Rp7,1 triliun. Bantuan BOS ini diberikan kepada Kementerian Agama dan bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) sebesar Rp1,78 triliun untuk 197 PTN.
Kemudian belanja lainnya dialokasikan untuk bantuan pembangunan atau rehabilitasi infrastruktur sebesar Rp 73,1 triliun dan bantuan stimulan perumahan gempa Cianjur sebanyak Rp 1,22 triliun. "(Jadi) Rp 562,6 triliun atau lebih dari 55 persen total belanja pemerintah pusat itu langsung dinikmati masyarakat," kata Sri Mulyani. Sementara itu, sebagian lainnya untuk belanja KL sebesar Rp493 triliun. Bendahara negara itu, menyatakan total belanja Rp1.020,4 triliun mengalami kontraksi dibandingkan belanja Pemerintah Pusat pada periode yang sama di tahun 2022.
"Jadi total dari belanja kita sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu yaitu 1 persen lebih rendah,"
kata Sri Mulyani.