Tanda-Tanda Indonesia Bakal Jadi Pusat Investasi Migas di Asia Tenggara
Insentif fiskal diperlukan mengingat negara lain juga berupaya menarik investor.
Prospek investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) Indonesia diperkirakan akan tetap cerah dalam lima tahun ke depan. Hal ini ditopang dengan proyeksi permintaan migas global yang diprediksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2029.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal menegaskan pentingnya memaksimalkan produksi migas sebelum permintaan global mulai menurun kembali melalui insentif non-fiskal seperti izin dan pembebasan lahan yang diberikan pemerintah sangat vital bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk terus berinvestasi di Indonesia. Selain itu, insentif fiskal juga diperlukan mengingat negara lain juga berupaya menarik investor.
- Kasus Penipuan Investasi Fiktif Rp6,2 Miliar Bunga Zainal Naik Penyidikan
- Istana soal Investasi Asing Perdana di IKN: Tanda Rasa Percaya dari Investor Global
- Jadi Daya Tarik Investor Asing, Jari Emak-Emak Indonesia Lebih Lentik untuk Jahit Pakaian Dalam Premium
- Negara Tetangga Indonesia Ini Bakal Jadi Pusat Data Terbesar Se-Asia Tenggara
“Perubahan profil investor dan potensi biaya tambahan dari satgas yang dibentuk pemerintah menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam perencanaan investasi migas ke depan,” kata Moshe dalam keterangannya, Rabu (21/8).
Indonesia jadi pusat investasi hulu migas di Asia Tenggara
Moshe menyebut berdasarkan laporan terbaru dari BMI, unit riset Fitch Solutions, menunjukkan Indonesia dan Malaysia akan menjadi pusat investasi hulu migas di Asia Tenggara. Hal ini didorong oleh penemuan baru ladang gas alam cair (LNG) serta inisiatif proyek penangkapan karbon di kedua negara.
Dia menambahkan BMI memproyeksikan total belanja modal (capex) empat perusahaan migas utama di ASEAN akan mencapai USD24 miliar pada tahun 2024, meningkat 8 persendibandingkan tahun sebelumnya.
Diperkirakan capex akan naik lebih lanjut menjadi USD31 miliar pada tahun 2025, melebihi perkiraan awal sebesar USD22 miliar. Belanja modal ini sebagian besar akan diarahkan untuk pengembangan ladang gas alam dan infrastruktur LNG serta regasifikasi.
"Menurut BMI, pertumbuhan produksi gas alam di ASEAN diperkirakan akan meningkat mulai tahun 2025 dan seterusnya, seiring dengan persiapan BUMN migas untuk mengembangkan jaringan proyek di kawasan tersebut," jelas Moshe.
Selain itu data tersebut, lanjutnya juga memperkirakan bahwa belanja modal BUMN migas di ASEAN akan tetap tinggi untuk meningkatkan produksi gas alam, dengan pertumbuhan produksi gas antara 2024-2028 diperkirakan mencapai 4,7 persen secara tahunan year on year (yoy), meningkat signifikan dibandingkan pertumbuhan rata-rata -1,4 persen yoy selama 2019-2023.