Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

CEK FAKTA: Vaksin Nusantara Disebut Ampuh Bagi Semua Jenis Virus Corona, Cek Faktanya

CEK FAKTA: Vaksin Nusantara Disebut Ampuh Bagi Semua Jenis Virus Corona, Cek Faktanya Ilustrasi Vaksin. ©2020 Merdeka.com

Merdeka.com - Beredar pesan di media sosial yang mengklaim vaksin Nusantara ampuh 100 persen menghancurkan semua jenis virus Covid-19.

Pada pesan itu tertulis pula nama mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Diklaim bahwa vaksin Nusantara dengan teknologi dendritik diklaim ampuh 100 persen hancurkan semua jenis virus Corona (alpha, beta, delta, delta plus, lambda & jenis virus lainnya).

Selain itu vaksin Nusantara juga disebut memiliki tingkat efikasi dan efektivitas sebesar 100 persen. Kemudian diklaim aman bagi ibu hamil, anak-anak sampai bagi yang memiliki penyakit penyerta. Dosis yang diperlukan hanya 1x penyuntikan.

Orang lain juga bertanya?

Penelusuran

Setelah ditelusuri, melansir dari Tempo.co, sejumlah ahli, menunjukkan, bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis ilmiah sesuai prosedur pembuatan vaksin.

Menurut ahli Biologi Molekuler Ahmad Utomo, vaksin Nusantara belum melakukan uji klinis tahap 3. Sehingga klaim bahwa vaksin Nusantara dapat ampuh hancurkan semua jenis virus Corona dengan efikasi dan efektivitas 100 persen tidak memiliki rujukan data ilmiah.

"Itu omong kosong karena sama sekali tidak ada bukti uji klinis tahap 3," kata Ahmad Utomo

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof Hindra Irawan Satari, juga menjelaskan bahwa uji klinis vaksin Nusantara hanya pada tahap 1 yang hanya menjangkau puluhan orang.

Vaksin tersebut belum sampai pada uji klinis fase 2 yang melibatkan seratus orang dan fase 3 terhadap ribuan orang.

Hingga saat ini dia belum mengetahui publikasi atas klaim bahwa vaksin Nusantara ampun 100 persen melawan semua virus Corona, dan aman bagi mereka yang memiliki komorbid, anak dan ibu hamil.

“Jadi terlalu dini klaim tersebut,” kata dia.

BPOM Belum Beri Izin Uji Klinis

Dilansir dari merdeka.com, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan izin uji klinis lanjutan vaksin Nusantara. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito, mengungkapkan alasan BPOM belum izinkan uji klinis lanjutan untuk vaksin Nusantara. Pertama, 20 dari 28 subjek penelitian vaksin Nusantara mengalami kejadian tidak diinginkan.

"Sebanyak 20 dari 28 subjek (71,4 persen) mengalami kejadian yang tidak diinginkan, meskipun dalam grade 1 dan 2," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu (14/4).

Penny mengatakan, subjek uji klinik fase satu vaksin Nusantara yang mendapatkan kadar adjuvant 500 mcg mengalami kejadian tidak diinginkan lebih banyak. Sementara subjek dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant lebih sedikit mengalami kejadian tidak diinginkan.

Kejadian tidak diinginkan yang dimaksud yakni nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Kemudian penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.

"Terdapat kejadian yang tidak diinginkan grade 3 pada 6 subjek dengan rincian yaitu 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol," jelasnya.

Dia menambahkan, masih data studi klinik fase satu vaksin Covid-19 Nusantara, terdapat 3 dari 28 subjek atau sekitar 10,71 persen mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari 4 kali setelah 4 minggu penyuntikan. Namun, 8 dari 28 subjek atau setara 28,57 persen mengalami penurunan titer antibodi setelah 4 minggu penyuntikan.

"3 Subjek yang mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari 4 kali tersebut yaitu 2 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 0.33 mcg dan adjuvant 500 mcg serta 1 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 1.0 mcg dan adjuvant 500 mcg. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kadar titer antibodi dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi adjuvant, bukan karena peningkatan kadar antigen," terangnya.

Kedua, persetujuan lolos kaji etik tidak dilakukan oleh Komite Etik (KE) tempat penelitian vaksin Nusantara.

"Tidak ada notifikasi dan penyerahan protokol kepada KE di RSUP Dr. Kariadi terkait penelitian ini, sehingga tidak ada kajian dari KE setempat," katanya.

Kesimpulan

Vaksin Nusantara diklaim 100 persen ampuh hancurkan semua jenis virus Covid-19 adalah keliru. Faktanya, BPOM belum memberikan izin uji klinis tahap 3 vaksin Nusantara.

Jangan mudah percaya dan cek setiap informasi yang kalian dapatkan. Pastikan itu berasal dari sumber terpercaya sehingga bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Referensi

https://cekfakta.tempo.co/fakta/1501/keliru-vaksin-nusantara-ampuh-hancurkan-semua-jenis-virus-corona-dengan-efikasi-100-persenhttps://www.merdeka.com/peristiwa/kemenkes-tegaskan-vaksin-nusantara-bersifat-individual-tak-bisa-dikomersilkan.html (mdk/lia)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Klaim Pandemi Covid-19 Rekayasa Muncul Lagi, Begini Kata Kemenkes
Klaim Pandemi Covid-19 Rekayasa Muncul Lagi, Begini Kata Kemenkes

Bahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Tegaskan Vaksin Mpox Sudah Mendapat Persetujuan WHO dan BPOM
Kemenkes Tegaskan Vaksin Mpox Sudah Mendapat Persetujuan WHO dan BPOM

Pemerintah berupaya mencegah penyebaran Mpox dengan melakukan vaksinasi yang sudah disetujui WHO dan BPOM.

Baca Selengkapnya
Benarkah Penerima Vaksin Covid-19 mRNA akan Meninggal dalam 3 atau 5 Tahun? Cek Faktanya
Benarkah Penerima Vaksin Covid-19 mRNA akan Meninggal dalam 3 atau 5 Tahun? Cek Faktanya

Beredar klaim penerima vaksin Covid-19 mRNA akan meninggal dalam 3 atau 5 tahun

Baca Selengkapnya
Gaduh Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Komnas KIPI: Tidak Sebabkan Kasus Pembekuan Otak di Indonesia
Gaduh Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Komnas KIPI: Tidak Sebabkan Kasus Pembekuan Otak di Indonesia

Jamie Scott, seorang pria beranak dua mengalami cedera otak serius setelah mengalami penggumpalan darah dan pendarahan di otak usai mendapatkan vaksin itu p

Baca Selengkapnya
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam
Kemenkes Temukan Kasus Covid-19 Varian JN.1 di Jakarta dan Batam

Covid-19 varian JN.1 dilaporkan berkaitan erat dengan varian BA.2.86 dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi pola penularan dan tingkat keparahan penyakit.

Baca Selengkapnya
Pakar Ungkap Vaksin Dengue Mampu Lindungi Diri dari DBD
Pakar Ungkap Vaksin Dengue Mampu Lindungi Diri dari DBD

Dia lalu mengatakan vaksin dengue dapat diberikan kepada masyarakat berusia 6 hingga 45 tahun.

Baca Selengkapnya
Komnas KIPI Pastikan Vaksin nOPV2 Aman Digunakan untuk Cegah Polio
Komnas KIPI Pastikan Vaksin nOPV2 Aman Digunakan untuk Cegah Polio

Komnas KIPI menyebut vaksin nOPV2 telah dikembangkan sejak tahun 2011 dan mulai diberikan sejak tahun 2021.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Jawab Kabar Vaksin Mpox Eksperimental
Kemenkes Jawab Kabar Vaksin Mpox Eksperimental

Beredar kabar vaksin Mpox yang dipersiapkan adalah vaksin eksperimental.

Baca Selengkapnya
Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Kasus TTS, Begini Hasil Kajian BPOM
Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Kasus TTS, Begini Hasil Kajian BPOM

Belakangan, vaksin AstraZeneca disebut-sebut memicu kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Sebut Belum Ada Mutasi Baru Covid-19 Meski Varian JN.1 Sudah Menyebar di RI
Kemenkes Sebut Belum Ada Mutasi Baru Covid-19 Meski Varian JN.1 Sudah Menyebar di RI

Penularan varian JN.1 telah ditemukan di Jakarta dan Batam.

Baca Selengkapnya
Kemenkes Jawab Dugaan Kasus DBD Naik Akibat Penyebaran Nyamuk Wolbachia
Kemenkes Jawab Dugaan Kasus DBD Naik Akibat Penyebaran Nyamuk Wolbachia

Banyak yang menduga, kenaikan kasus DBD ini akibat penyebaran nyamuk mengandung wolbachia.

Baca Selengkapnya
Menkes Klaim Vaksin Covid-19 Buatan Dalam Negeri Relatif Lebih Aman
Menkes Klaim Vaksin Covid-19 Buatan Dalam Negeri Relatif Lebih Aman

Namun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.

Baca Selengkapnya