Makna Rakyat Jelata yang Berarti Golongan Masyarakat Lapisan Bawah, Kini Punya Konotasi Negatif
Apa sebenarnya makna dari istilah rakyat jelata? Mari kita telaah arti, sejarah, dan berbagai kontroversi yang menyertainya, dan kini menjadi perhatian publik.
Istilah "rakyat jelata" akhir-akhir ini menjadi topik hangat di kalangan masyarakat, terutama setelah disampaikan oleh Juru Bicara Kepresidenan, Adita Irawati. Pernyataan ini memicu polemik, di mana banyak pihak mulai mempertanyakan sensitivitas penggunaan istilah tersebut dalam konteks komunikasi publik.
Dari sudut pandang linguistik, istilah "rakyat jelata" memiliki makna yang relatif netral. Namun, dalam konteks sosial dan budaya, istilah ini sering dianggap merendahkan, karena konotasinya yang cenderung merujuk pada lapisan masyarakat yang kurang beruntung.
-
Siapa yang hidup di Desa Kroyo sebagai rakyat jelata? Walaupun terlahir dari keluarga ningrat, Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962) memilih jalan hidupnya dengan menjadi rakyat jelata. Ia hidup menyendiri dan bertapa di tempat-tempat sepi. Salah satu lokasi yang diyakini menjadi tempat tinggal Ki Ageng Suryomentaram adalah Desa Kroyo, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Di sana, tokoh filsuf tanah Jawa itu hidup sebagai rakyat jelata.
-
Apa arti dari diskriminasi sosial? Pengertian diskriminasi sosial adalah suatu sikap membedakan secaa sengaja terhadap orang atau golongan yang berhubungan latar belakang tertentu. Selain itu, diskriminasi sosial juga dapat dipahami sebagai praktik memperlakukan seseorang secara berbeda dan tidak adil.
-
Siapa saja yang termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi? Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, 'Celakalah seseorang yang ketika aku disebut-sebut di depannya, namun ia tidak mengucapkan sholawat kepadaku, celakalah seseorang yang ketika bulan Ramadan menemuinya, lalu bulan itu pergi sebelum ia tidak mendapatkan ampunan, dan celakalah seseorang berkesempatan berada di sisi kedua orang tuanya yang berusia lanjut namun mereka tidak dapat memasukkannya ke dalam surga (karena kebaktiannya).'
-
Kenapa kesenjangan terjadi di masyarakat? Kesenjangan dalam masyarakat bisa terjadi akibat berbagai faktor, seperti ekonomi, sosial, pendidikan, dan kesehatan.
-
Mengapa Ki Ageng Suryomentaram hidup sebagai rakyat jelata? Walaupun terlahir dari keluarga ningrat, Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962) memilih jalan hidupnya dengan menjadi rakyat jelata. Ia hidup menyendiri dan bertapa di tempat-tempat sepi.
-
Siapa yang termasuk dalam kelompok sosialita? Sosialita adalah kelompok orang yang beraktivitas sosial dan melakukan semua hal yang menyenangkan. Kaum sosialita biasanya dikenal dengan anggota kaum elit yang penghasilan yang tinggi.
Diskusi mengenai istilah ini juga membuka ruang untuk perdebatan yang lebih luas mengenai bagaimana bahasa dapat mencerminkan dan mempengaruhi persepsi masyarakat. Dengan demikian, penting untuk memahami apa sebenarnya yang dimaksud dengan "rakyat jelata" dan mengapa istilah ini menjadi begitu kontroversial.
Makna dan Asal-usul Rakyat Jelata
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah "rakyat jelata" berarti rakyat biasa atau kelompok masyarakat yang berasal dari lapisan bawah. Di sisi lain, Wiktionary menjelaskan bahwa istilah ini merujuk kepada individu-individu yang tidak memiliki status atau kedudukan tinggi dalam struktur sosial.
Dalam konteks sejarah, istilah ini sering kali digunakan untuk membedakan antara kelompok bangsawan dan masyarakat umum. Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan istilah tersebut mengalami perubahan menjadi lebih pejoratif, terutama ketika digunakan dalam konteks yang sensitif.
Dalam pengertian yang lebih luas, "rakyat jelata" menggambarkan mereka yang tidak memiliki akses ke kekuasaan atau sumber daya yang dimiliki oleh kelompok elit. Masyarakat ini sering kali diabaikan dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.
Oleh karena itu, penting untuk memahami makna dan implikasi dari istilah ini agar dapat digunakan dengan bijak dalam diskusi sosial dan politik. Hal ini juga mengingatkan kita akan perlunya perhatian lebih terhadap kondisi dan hak-hak rakyat jelata dalam setiap kebijakan yang diambil.
Penggunaan dalam Sejarah dan Budaya
Secara historis, istilah "rakyat jelata" telah digunakan sejak zaman kerajaan untuk merujuk kepada masyarakat yang tidak memiliki posisi istimewa. Dalam konteks budaya Indonesia, istilah ini sering muncul dalam cerita tentang perjuangan masyarakat kecil yang melawan ketidakadilan.
Meskipun demikian, penggunaan istilah ini dalam komunikasi formal masa kini cenderung jarang ditemui karena dapat memiliki konotasi yang dianggap merendahkan. Saat ini, istilah alternatif seperti "masyarakat umum" atau "warga biasa" lebih sering dipilih untuk menggambarkan kelompok yang sama dalam konteks yang lebih netral.
Mengapa Istilah Ini Viral?
Kontroversi mengenai istilah "rakyat jelata" muncul setelah Juru Bicara Kepresidenan Adita Irawati menggunakannya dalam sebuah pernyataan resmi. Banyak kalangan menilai bahwa penggunaan istilah tersebut tidak mencerminkan etika komunikasi publik, terutama karena dapat menyinggung perasaan masyarakat yang merasa terdiskriminasi.
Viralnya istilah ini telah memicu perdebatan di media sosial. Beberapa pengguna media sosial membela penggunaan istilah ini sebagai bagian dari bahasa formal, sementara yang lainnya berpendapat bahwa pejabat publik seharusnya lebih selektif dalam memilih kata-kata yang digunakan. Diskusi ini menunjukkan betapa pentingnya sensitivitas dalam komunikasi untuk menjaga hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat.
Respons Publik dan Klarifikasi
Setelah menerima kritik, Adita Irawati memberikan penjelasan dan meminta maaf atas pernyataan yang telah dibuat. Ia menegaskan bahwa tidak ada maksud untuk merendahkan masyarakat, dan berjanji akan lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata di masa depan. Tanggapan terhadap klarifikasi ini bervariasi di kalangan masyarakat.
Beberapa orang menghargai permintaan maaf yang disampaikan, sementara yang lain berpendapat bahwa peristiwa ini menunjukkan pentingnya pelatihan komunikasi yang lebih baik bagi pejabat publik.
Penggunaan Istilah di Luar Indonesia
Di berbagai negara lain, terdapat istilah yang sepadan dengan "rakyat jelata," seperti "commoner" dalam bahasa Inggris. Secara harfiah, istilah ini berarti rakyat biasa dan memiliki arti yang sejalan dengan konteks di Indonesia. Namun, di negara-negara Barat, penggunaan istilah ini cenderung lebih netral dan tidak mengandung konotasi merendahkan. Hal ini menunjukkan bahwa konteks budaya dapat mempengaruhi cara pandang terhadap suatu kata atau frasa.
Dalam komunikasi publik, para ahli merekomendasikan untuk menggunakan istilah yang lebih inklusif dan netral, seperti "masyarakat umum" atau "warga negara." Pemilihan kata yang lebih sensitif ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dan menjaga hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, penggunaan bahasa yang tepat sangat penting untuk membangun komunikasi yang efektif dan saling menghormati.
1. Apa arti sebenarnya dari rakyat jelata?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah "rakyat jelata" merujuk pada masyarakat biasa atau individu yang berasal dari lapisan bawah. Istilah ini memiliki sejarah yang panjang, di mana pada masa lalu, istilah ini digunakan untuk membedakan antara kalangan bangsawan dan masyarakat umum.
2. Mengapa istilah rakyat jelata menjadi kontroversial?
Istilah ini menimbulkan kontroversi karena dianggap memiliki makna yang merendahkan. Hal ini terutama terlihat ketika istilah tersebut digunakan dalam konteks komunikasi publik yang bersifat formal.
3. Bagaimana penggunaan istilah ini di negara lain?
Di negara-negara Barat, istilah seperti "commoner" digunakan dengan makna yang netral dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang merendahkan. Hal ini berbeda dengan pandangan yang ada di Indonesia, di mana istilah tersebut bisa dianggap memiliki konotasi negatif atau merendahkan.
4. Apa istilah pengganti yang lebih baik untuk rakyat jelata?
Dalam komunikasi formal, penting untuk menggunakan istilah yang netral dan sensitif, seperti "masyarakat umum," "warga biasa," atau "rakyat biasa." Istilah-istilah tersebut mencerminkan penghargaan terhadap semua lapisan masyarakat tanpa mengedepankan perbedaan status sosial.