Baru Kini Bersuara, Perempuan Palestina Jadi Korban Pelecehan Seksual dan Pemerkosaan oleh Tentara Israel Sejak 75 Tahun Lalu
Perempuan Palestina mengalami berbagai penganiayaan sesksual oleh tentara Israel.
Perempuan Palestina telah mengalami kekerasan seksual oleh tentara Israel selama 75 tahun terakhir, namun mereka baru mulai berbicara tentang insiden mengerikan itu sejak serangan Israel pada 7 Oktober 2023.
Komisi Penyelidikan PBB tentang wilayah Palestina merilis laporan pada Juni tentang jenis-jenis serangan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap perempuan Palestina termasuk penelanjangan secara paksa di depan umum, penyiksaan, penghinaan, dan pelecehan seksual sejak 7 Desember 2023.
Kefaya Kharim yang bekerja di Pusat Bantuan dan Konseling Perempuan (WCLAC) mengatakan, "Para perempuan ini dianiaya secara seksual, ditelanjangi, dan dipukuli di alat kelamin mereka di Tepi Barat, di Yerusalem, dan di Gaza, oleh berbagai instansi di Israel," kata Kefaya Khraim kepada Middle East Eye (MEE).
Selama ini kejadian semacam itu selalu dipendam oleh para perempuan Palestina, mereka bahkan tidak menceritakan ke teman dekat atau keluarga.
Pola pelanggaran dan ancaman
Di Tepi Barat, lebih dari 200 perempuan Palestina ditangkap dan ditahan sejak 7 Oktober 2023.
Lama Khater, adalah salah satu perempuan yang berhasil keluar, menceritakan perlakuan buruk yang dialaminya termasuk ditelanjangi, digeledah dan diancam diperkosa.
“Dia adalah salah satu perempuan paling berani untuk berbicara tentang pengalamannya. Hal ini membuka jalan bagi wanita lain untuk berbicara,” ujar Kharim, seperti dilansir MEE, Selasa (3/12).
Setelahnya, sedikitnya 20 wanita yang ditahan di Tepi Barat menceritakan pengalaman menyakitkan mereka kepada WCLAC. Semuanya mengatakan mereka ditelanjangi berkali-kali dalam sehari dan dipukuli di bagian alat kelamin mereka.
Di Yerusalem, Selma, nama yang disamarkan, menceritakan hal serupa yang dialaminya saat sedang menuju ke tempat kerjanya. Ia tiba-tiba diadang tentara Israel yang ingin tahu mengapa dirinya mengenakan pakaian hijau.
Ia kemudian dibawa ke kantor polisi selama empat jam, ditelanjangi, dan dipukuli berulang kali di bagian alat kelamin dan direkam kamera.
“Tentara Israel benar-benar menyebarkan video, rekaman di media sosial, di TikTok, dengan bangga mengatakan mereka telah melakukan kekerasan seksual terhadap wanita Palestina atau mereka telah merampok wanita Palestina,” kata Amal Absrour, juga dari WCLAC.
Wanita lain yang mengalami kejadian serupa, diancam jika berani mengungkapkan kepada publik ia ditangkap dan ditahan kembali.
Tidak sekolah dan menikah muda
Dampak traumatis dan rasa takut akibat kekerasan seksual yang dialami perempuan Palestina membuat mereka menjadi kesulitan untuk berpergian. Ketika setiap ingin bepergian, mereka selalu dibayang-bayangi pelecehan yang dilakukan tentara Israel di setiap pos pemeriksaan.
Seorang wanita, yang kasusnya didokumentasikan oleh WCLAC, sedang digeledah dan dibawa ke ruangan tertentu oleh seorang tentara Israel di sebuah pos pemeriksaan. Tentara tersebut mengeluarkan alat kelaminnya dan menyuruhnya untuk melihat dan menyentuhnya, lapor wanita itu kepada WCLAC.
Khraim dan Abusrour telah mendokumentasikan kasus-kasus lain di mana perempuan melaporkan mereka ditelanjangi dan digeledah di pos pemeriksaan, diperlihatkan ke publik dan difoto dalam keadaan telanjang.
Alhasil, banyak bermunculan kasus di mana perempuan putus sekolah dan menikah muda di wilayah selatan Hebron.
"Alasan utama di balik ini bukanlah karena keluarga menganggap anak perempuan harus dinikahkan di usia dini, tetapi karena rasa takut karena keluarga tersebut menginginkan kehidupan yang aman dan lebih baik bagi anak perempuan mereka," kata Abusrour.
"Kami bertemu dengan gadis-gadis dan keluarga mereka dan kami menyadari gadis-gadis tersebut cenderung berhenti bersekolah selama masa menstruasi mereka hanya karena, di pos pemeriksaan, mereka akan digeledah oleh tentara laki-laki," imbuhnya.
Abusrour mengatakan dia merasa beruntung bukan hanya karena dia memiliki pengetahuan tentang cara melindungi dirinya sendiri, tetapi juga bagaimana mendukung wanita lain dan berbagi kesaksian mereka untuk mengungkap apa yang telah terjadi pada mereka.
WCLAC merupakan organisasi yang menyuarakan hak asasi manusia terutama mengenai hak-hak perempuan. Tentara Israel terus mengawasi organisasi tersebut.
Kharim dan Abusrour mengungkapkan, mereka tidak akan pernah tahu kapan kantor mereka akan diserbu tentara penjajah Israel atau apakah WCLAC dapat ditetapkan sebagai organisasi teroris sebagaimana yang dilakukan kementerian pertahanan Israel terhadap enam LSM Palestina pada tahun 2021.
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti