Ilmuwan Ungkap Mengapa Orang Cenderung Tak Bisa Tidur di Tempat Baru Pada Malam Pertama, Ini Penjelasannya
Penelitian ini dilakukan ilmuwan di Universitas Brown pada tahun 2016.
Sebagian besar dari Anda mungkin pernah merasakan kesulitan untuk tidur ketika berada di lingkungan baru. Hal ini ternyata telah dijelaskan dalam sebuah penelitian yang mengungkapkan alasannya. Dalam studi yang dilakukan pada tahun 2016, ilmuwan dari Universitas Brown, Amerika Serikat, menemukan penyebab dari fenomena yang dikenal sebagai efek malam pertama saat kita berada di luar zona nyaman.
Masalah ini berkaitan dengan kewaspadaan manusia yang mirip dengan hewan. Berdasarkan penemuan ini, para peneliti mempublikasikan hasilnya dalam jurnal Current Biology, seperti yang dikutip dari Mentalfloss, Rabu (11/12).
-
Kenapa sulit tidur bisa membuat tidur jadi nggak berkualitas? Jangan dianggap sepele, karena pikiran tersebut bisa memicu kecemasan yang membuatmu jadi nggak bisa mendapatkan istirahat yang berkualitas di malam hari.
-
Kenapa sulit tidur bisa dikaitkan dengan kesepian? Hubungan antara kesepian dan kurang tidur sebenarnya sudah lama diketahui, tetapi dampak signifikannya pada mahasiswa sangat mengkhawatirkan. Kehidupan kampus sering membawa perubahan besar seperti pindah jauh dari rumah, menciptakan lingkungan sosial baru, dan mengelola tekanan akademis yang meningkat dan emua ini bisa menyebabkan perasaan terisolasi. Kesepian sendiri meningkatkan kepekaan kita terhadap stres dan memicu pikiran berlebihan, menciptakan formula untuk malam-malam tanpa tidur.
-
Bagaimana kesepian bisa mempengaruhi pola tidur? Orang yang kesepian akan dua kali lebih mungkin mengalami depresi, yang semakin mengganggu pola tidur mereka. Kurang tidur memperburuk masalah emosional, menciptakan lingkaran setan.
-
Kenapa astronot susah tidur di luar angkasa? Manusia pasti butuh istirahat untuk menenangkan tubuhnya setelah lelah beraktivitas. Namun, hal ini sulit dilakukan oleh para astronot ketika berada di luar angkasa. Mengapa? karena pergantian tempat yang cepat menyebabkan tubuh para astronot kesulitan untuk menyesuaikan.
-
Kenapa tidur terlalu lama bisa menimbulkan pertanyaan tentang kualitas tidur? Untuk orang dewasa pada umumnya, durasi tidur yang melebihi 11 hingga 12 jam bisa dianggap berlebihan dan dapat menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas dan konsistensi tidur.
-
Kenapa sulit tidur bisa jadi masalah serius? Namun, jika sulit tidur terus berlanjut, itu bisa menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius.
Tidur menjadi misteri bagi para peneliti. Banyak hewan melakukan aktivitas ini, tetapi alasan di balik kebutuhan tersebut masih belum sepenuhnya jelas. Dalam konteks bertahan hidup, dapat menjadi masalah serius bagi hewan jika mereka lengah selama beberapa jam setiap harinya. Namun, bukannya berevolusi untuk tidak tidur, beberapa spesies hewan telah mengembangkan kemampuan untuk tidur dengan satu mata tetap terbuka. Di antara spesies yang melakukan tidur gelombang lambat unihemispheric (USWS) adalah lumba-lumba hidung botol, singa laut selatan, ayam peliharaan, dan paus beluga, di mana hanya separuh otak yang tidur pada satu waktu.
Anda bisa menyaksikan fenomena ini jika melihat sekelompok bebek yang sedang tidur. Bebek yang berada di ujung barisan akan membuka mata yang menghadap ke luar. Mata tersebut terhubung dengan bagian otak yang masih aktif. Dengan cara ini, meskipun mereka sedang tidur, kehadiran predator dapat memicu alarm di otak dan memberi sinyal kepada bebek untuk segera bertindak.
Seperti yang bisa Anda bayangkan, kondisi setengah tidur dengan kewaspadaan ini menjadi keuntungan tersendiri di lingkungan yang berbahaya dan tidak terduga. Sayangnya, otak Anda mungkin menganggap kamar hotel atau apartemen baru sebagai tempat yang berisiko. Hal ini benar: para ilmuwan telah menemukan adanya USWS pada manusia, atau lebih tepatnya, mereka menemukan fenomena yang disebut USWS Lite.
Perilaku Otak
Para peneliti meneliti aktivitas gelombang lambat (SWA), yaitu jenis perilaku otak yang dapat mengindikasikan kedalaman tidur seseorang. Mereka melakukan pengamatan terhadap SWA di empat jalur otak berbeda selama dua sesi tidur, sambil melacak dampak gangguan di sekitar ruangan terhadap kedalaman tidur. Meskipun tujuan awal mereka bukan untuk membandingkan belahan otak, hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan.
Pada malam pertama, para subjek menunjukkan tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi pada belahan kiri otak mereka. Selain itu, belahan kiri juga lebih responsif terhadap suara-suara asing yang mungkin dianggap mengancam.
Namun, setelah satu minggu ketika subjek kembali ke laboratorium untuk tidur, terjadi peningkatan simetri dalam aktivitas otak mereka. Hal ini menunjukkan bahwa subjek sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan yang lebih familiar. SWA yang tercatat menunjukkan tingkat kewaspadaan mereka menjadi seimbang, tanpa perbedaan signifikan antara kedua belahan otak.
Sistem Miniatur Seperti Ikan Paus
Hasil penelitian menunjukkan, partisipasi kita dalam USWS memiliki relevansi penting. Yuka Sasaki, salah satu rekan penulis, menyatakan bahwa "otak kita mungkin memiliki sistem miniatur yang dimiliki paus dan lumba-lumba."
Dia juga menambahkan, para pelancong yang sering bepergian mungkin tanpa sadar melatih otak mereka untuk mengatasi FNE. Menurutnya, otak kita "sangat fleksibel," dan "jadi, orang yang sering berada di tempat baru belum tentu memiliki tidur yang buruk secara teratur."
Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman baru dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang.
Ke depannya, tim peneliti berencana untuk melakukan eksperimen yang bertujuan untuk mematikan FNE. Dengan langkah ini, diharapkan orang-orang dapat menikmati tidur malam pertama yang lebih baik. Penelitian ini sangat penting untuk memahami bagaimana lingkungan baru mempengaruhi tidur kita. Dengan demikian, pemahaman yang lebih baik tentang FNE dapat membantu kita menemukan cara untuk meningkatkan kualitas tidur saat berada di tempat yang tidak dikenal.