Simpan Dendam Selama 25 Tahun, Perempuan Ini Akhirnya Berhasil Jadi Polisi untuk Tangkap Pembunuh Ayahnya
Keluarga korban pembunuhan itu menyimpan luka yang mendalam di balik ketidakadilan yang dialami ayah mereka.
Seorang wanita di Brasil telah mendedikasikan hidupnya untuk menangkap pembunuh ayahnya dan akhirnya berhasil menghadirkan keadilan bagi keluarganya setelah 25 tahun berlalu sejak peristiwa tragis tersebut.
Menurut laporan Oddity Central pada Selasa (15/10/2024), kisah ini bermula pada 16 Februari 1999, ketika Givaldo Jos Vicente de Deus ditembak mati dalam sebuah pertengkaran di bar di Kota Boa Vista, Brasil.
-
Apa yang dilakukan wanita tersebut untuk membalas dendam? Wanita itu mengindikasikan bahwa dia juga akan melaporkan keterlibatan Shi dengan pelacur, yang merupakan tindakan ilegal di China, kepada polisi dan otoritas terkait lainnya.
-
Bagaimana cara perempuan itu membalas dendam? Seorang perempuan di China telah membuat presentasi Power Point sepanjang 58 halaman yang mengungkapkan kisah perselingkuhan yang dilakukan oleh pacarnya dengan lebih dari 300 wanita. Tidak hanya itu, ia juga membagikan dokumen tersebut di internet.
-
Bagaimana cara perempuan itu dibunuh? 'Membunuh orang dengan cekikan ligatur ditafsirkan sebagai bentuk bunuh diri simbolis, karena dengan mencekik diri sendiri, individu itulah yang menyebabkan kematiannya sendiri,' kata para penulis studi tersebut.
-
Siapa pelaku pembunuhan itu? 'Diduga korban ditusuk ketika dalam keadaan sedang tidur. Ini masih kita dalami,' ujar dia kepada wartawan, Sabtu (30/11).Gogo menjelaskan, terduga pelaku awalnya menikam ayahnya.
-
Siapa pelaku pembunuhan wanita di Bali? Polisi telah menangkap pelaku pembunuhan ini. Tersangka bernama Anjas Purnama (23), warga Desa Karangpanimbal, Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar, Jawa Barat, Dia merupakan seorang anak buah kapal (ABK).
-
Bagaimana pelaku ditangkap? Pelaku ditangkap di tempat dan waktu berbeda. Pelaku LL warga Kelurahan Kefamenanu Selatan ditangkap di Weain, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka pada Selasa (18/10) kemarin.
Givaldo terlibat sengketa dengan Raimundo Alves Gomes mengenai utang sebesar 150 real Brasil (sekitar Rp451 ribu pada tahun 1999). Setelah keluar dari bar, Gomes kembali beberapa menit kemudian dengan membawa senjata dan menembak Givaldo di kepala dari jarak dekat.
Ia melarikan diri dari lokasi kejadian, dan meskipun surat perintah penangkapan telah dikeluarkan, Gomes tidak pernah ditangkap. Keluarga Givaldo yang berduka tetap optimis untuk membawa pembunuhnya ke pengadilan. Anak perempuan tertua Givaldo, Gislayne Silva de Deus, yang saat itu baru berusia sembilan tahun, bertekad untuk menangkap Gomes.
"Kami ditinggalkan dalam keadaan hancur, dan ibu kami harus berjuang keras untuk membesarkan kami. Kejadian ini bisa saja membawa kami ke jalan yang keliru, tetapi ibu selalu mengajarkan kami untuk memilih jalan yang benar," kata Gislayne.
Bertekad untuk menjadi seorang polisi
Sebagai anak sulung dari lima bersaudara, Gislayne berperan dalam merawat adik-adiknya sambil tetap mengutamakan pendidikannya. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, ia berhasil diterima di fakultas hukum dan menjadi pengacara setelah tujuh tahun menempuh pendidikan.
Namun, pada tahun 2022, ia memilih untuk meninggalkan profesi hukumnya dan bergabung dengan kepolisian. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 19 Juli 2024, ia berhasil lulus ujian dan secara resmi diangkat sebagai penyelidik di Polisi Negara Bagian.
Berhasil Menangkap Pelaku Pembunuhan Ayahnya
Setelah bergabung dengan Divisi Homicide (Pembunuhan), Gislayne meminta tugas untuk memburu Raimundo Alves Gomes. Pada tanggal 25 September 2024, hanya dua bulan setelah memulai karirnya sebagai polisi, Gislayne berhasil menangkap Gomes yang bersembunyi di sebuah peternakan di daerah Nova Cidade, dekat Boa Vista.
"Saat saya melihatnya di kantor polisi, saya memperkenalkan diri dan menyatakan bahwa saya bertanggung jawab atas pelaksanaan surat perintah penangkapannya," ungkap Gislayne.
"Saya membagikan berita ini kepada keluarga saya, dan semua merasa tenang serta mendapatkan keadilan. Kami telah menunggu lama, dan meskipun awalnya kami ragu, akhirnya kami mencapai momen ini."
Tidak dapat menahan tangis
Gislayne tidak dapat menahan air matanya ketika berhadapan dengan pria yang menyebabkan kematian ayahnya.
"Melihat orang yang bertanggung jawab atas kematian ayah saya akhirnya diborgol membuat saya tak bisa menahan air mata. Itu adalah ledakan emosi yang berubah menjadi air mata lega," ujarnya.
Kisah Gislayne, yang menunjukkan dedikasinya untuk menghormati ayahnya dan membawa ketenangan bagi keluarganya, telah menyentuh hati jutaan orang di Brasil dan seluruh Amerika Selatan sejak berita ini pertama kali dilaporkan.