Reog Ponorogo Akhirnya Resmi jadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang Diakui UNESCO, Ini Filosofi Dibalik Reog Ponorogo
Setelah penantian panjang, akhirnya Reog Ponorogo resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh UNESCO.
Reog Ponorogo resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) UNESCO dalam kategori In Need of Urgent Safeguarding. Penetapan ini diumumkan dalam Sidang Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage sesi ke-19 yang berlangsung di Asunción, Paraguay, pada 3 Desember 2024. Keputusan ini menjadi tonggak penting dalam upaya pelestarian seni budaya tradisional Indonesia.
Pengakuan Global untuk Reog Ponorogo
Duta Besar dan Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Mohamad Oemar, menyampaikan rasa syukur atas pengakuan ini. Ia menyebut bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja keras semua pihak yang terlibat.
“Pengakuan ini tidak hanya menonjolkan pentingnya seni Reog tetapi juga menegaskan komitmen untuk melestarikan identitas budaya Indonesia bagi generasi mendatang," ujar Dubes Oemar, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima pada Rabu, 4 Desember 2024.
Dalam kesempatan tersebut, UNESCO juga menayangkan pesan video dari Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon. Menteri Fadli menyatakan bahwa inskripsi ini adalah momen berharga bagi Indonesia.
"Pemerintah Indonesia bersama komunitas lokal telah melakukan berbagai upaya untuk melestarikan Reog Ponorogo, mulai dari mendokumentasikan, mempromosikan, hingga mengintegrasikannya ke dalam pendidikan formal, informal, dan nonformal. Kami juga terus memberdayakan komunitas seni sebagai penjaga utama warisan budaya ini," tuturnya.
Nilai Budaya dan Filosofi dalam Reog Ponorogo
Reog Ponorogo merupakan seni pertunjukan tradisional yang berasal dari Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Seni ini menggambarkan harmoni antara tari, musik, dan mitologi, serta melambangkan keberanian, solidaritas, dan dedikasi masyarakat Ponorogo. Salah satu ciri khasnya adalah pembarong yang membawa Dadak Merak, topeng berbentuk kepala harimau yang dihiasi bulu merak, simbol keberanian dan keindahan seni Indonesia.
Pertunjukan Reog sering ditampilkan dalam berbagai acara adat, perayaan besar, dan ritual tradisional. Seni ini juga mencerminkan semangat gotong royong yang kuat, terlihat dari kolaborasi antara seniman, pengrajin, dan komunitas lokal dalam menciptakan pertunjukan yang ikonik.
Generasi Muda sebagai Penjaga Warisan
Dalam pernyataannya, Menteri Fadli Zon menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga kelestarian seni budaya tradisional. "Reog Ponorogo bukan hanya seni pertunjukan, tetapi juga identitas dan kebanggaan kita sebagai bangsa. Kami mengajak generasi muda untuk terus mengenal, mencintai, dan melestarikan seni ini agar nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap hidup," ungkapnya.
Dukungan serupa juga disampaikan oleh Sulaiman Syarif, Duta Besar RI untuk Argentina, Uruguay, dan Paraguay. Ia menyoroti dampak positif pengakuan UNESCO terhadap kerja sama budaya internasional. "Pengakuan UNESCO ini dapat memperkuat kerja sama dan pertukaran budaya yang lebih luas di antara Indonesia dengan negara-negara sahabat, tidak hanya di kawasan Amerika Latin tetapi juga di seluruh dunia," ujarnya.
Reog dan Cerita Panji: Jejak Sejarah dan Budaya
Seni Reog Ponorogo tak lepas dari pengaruh Cerita Panji, sebuah kisah klasik Jawa yang mengangkat tema cinta, kesetiaan, dan kepahlawanan. Filolog Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Adi Wisnurutomo, menjelaskan bahwa Reog terinspirasi dari Cerita Panji.
"Wayang Beber, Reog Ponorogo sendiri adalah cerita Panji. Hal itu diduga dari foto lama di Reog Ponorogo yang menunjukkan tokoh Punakawan, yaitu Pentul dan Tembem," ujarnya seperti dikutip dari ANTARA.
Cerita Panji merupakan warisan budaya Nusantara yang telah diakui sebagai Ingatan Kolektif Dunia (Memory of the World) oleh UNESCO pada tahun 2017. Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas, Mariana Ginting, menekankan pentingnya upaya mengenalkan kembali kisah ini kepada masyarakat.
"Cerita Panji terus hidup dan bertransformasi dari zaman ke zaman mulai dari relief, wayang, tarian hingga naskah-naskah kuno. Terlebih generasi saat ini dan mendatang yang eksistensinya mulai pudar dihantam gempuran modernisasi," jelasnya.
Langkah Selanjutnya dalam Pelestarian Budaya
Dengan pengakuan UNESCO, Reog Ponorogo menjadi WBTb Indonesia ke-14 yang diakui dunia, setelah seni budaya seperti Wayang, Batik, dan Gamelan. Pengakuan ini tidak hanya membawa kebanggaan tetapi juga tanggung jawab besar untuk melindungi dan mengembangkan seni ini agar terus relevan di tengah perkembangan zaman. Melalui kolaborasi pemerintah, komunitas lokal, dan generasi muda, seni Reog Ponorogo dapat terus menjadi simbol kekayaan budaya Indonesia di kancah internasional.