Dikepung Massa Masyumi di Malang, DN Aidit Akhirnya Minta Maaf
Merdeka.com - Menjelang Pemilu 1955, dua musuh bebuyutan saling menyerang dengan kata-kata yang pedas. Tak jarang menimbulkan potensi amuk massa.
Penulis: Hendi Jo
Suasana panas sangat terasa menjelang dilaksanakannya Pemilu 1955. Beberapa partai politik besar terlibat saling serang lewat juru kampanyenya masing-masing. 'Peperangan politik' yang paling menonjol terjadi antara dua musuh bebuyutan: Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
-
Siapa yang memimpin perlawanan di Padang? Sikap KNIL ini memicu perlawanan dari rakyat pemuda.
-
Apa yang dilakukan suporter PPSM saat kerusuhan? Aksi itu membuat seluruh suporter PPSM terpancing dan ikut masuk ke lapangan.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
-
Siapa yang memimpin Sidang PPKI? Sidang bersejarah itu dipimpin oleh Soekarno.
-
Siapa yang terlibat keributan? 'Minggu (7/7), terjadi perselisihan antara saudara MK dan DN di salah satu acara hajatan di wilayah hukum Polsek Majalaya,' demikian dikutip dari keterangan video.
-
Siapa yang ikut demo? Pada Minggu (17/3), warga di sepanjang Jalan Godean, tepatnya di Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Sleman, bersama satuan Jaga Warga mengadakan arak-arakan dengan membawa banner.
Di tengah situasi panas tersebut, bertiuplah isu yang menyebut Masyumi bermain mata dengan AS (Amerika Serikat). Soal itu tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Masyumi. Sebaliknya bagi PKI, isu tersebut menjadi amunisi yang andal untuk menghajar Masyumi sebagai partai politik yang didukung oleh kaum imperialis.
Masyumi Serang PKI
Para pemimpin Masyumi sangat sadar bahwa isu yang ditiupkan PKI cukup mengganggu. Dalam sebuah pertemuan Masyumi di Jember pada 21 Juli 1954, Ketua Pengurus Masyumi Cabang Sukabumi Muchtar Chazaly bertanya kepada hadirin.
"Apakah di sini ada yang memiliki potret (Dwight D.) Eisenhower (Presiden AS saat itu)?"
Pertanyaan itu dijawab secara serempak oleh sekira 10.000 massa Masyumi.
"Tidak!"
Sang politisi Masyumi itu lantas menyimpulkan, itulah buktinya bahwa Masyumi bukan agen AS, seperti yang dituduhkan oleh orang-orang komunis. Muchtar justru menyebut PKI merupakan agen-agen Uni Sovyet dan Tiongkok. Karena mereka kerap memajang foto para pemimpin komunis seperti Malenkov, Mao Tse Tung dan lain-lain.
Masyumi juga kerap menyerang PKI partai anti-agama. Dalam surat kabar Abadi, 30 Maret 1954, tokoh Masyumi Jusuf Wibisono menyatakan, adalah suatu kemustahilan bagi pihak-pihak yang akan menyatukan kalangan agama dengan kalangan komunis. Terlebih kaum komunis tidak mengenal Tuhan dan agama.
Itu pula yang diyakini para pemimpin Masyumi yang melihat 'niat jelek' PKI kala mengusulkan mengganti sila 'Ketuhanan yang Maha Esa' dalam Pancasila dengan prinsip kebebasan beragama.
"Suatu langkah pertama menuju peresmian 'kebebasan propaganda antiagama'," demikian pernyataan sikap yang dikeluarkan BKOI (Badan Koordinasi Organisasi Islam) dalam Abadi, 18 Januari 1955.
Dicap Membenci Agama
Isu yang menempatkan PKI sebagai lawan kaum beragama, disantap habis oleh masyarakat kebanyakan. Terutama di daerah-daerah. Di Cianjur, Atikah masih ingat, saat remaja dirinya berkawan akrab dengan seorang putri dari tokoh PKI setempat. Namun menjelang Pemilu 1955 berlangsung tiba-tiba orangtuanya yang merupakan pengikut Masyumi fanatik melarang Atikah untuk berkawan lagi dengan karibnya itu.
"Alasannya dia orang kafir yang membenci agama," kenang perempuan kelahiran Cianjur 78 tahun lalu tersebut.
Menghadapi serangan politik itu, tentu saja PKI tak tinggal diam. Remy Madinier dalam bukunya Partai Masjumi: Antara Godaan Demokrasi & Islam Integral menyatakan, sebagai upaya untuk menampik isu tersebut, PKI berupaya keras menampilkan wajah yang lebih toleran terhadap agama.
"D.N. Aidit mengeluarkan pernyataan bahwa Indonesia harus menjadi 'taman di mana semua agama dan keyakinan politik hidup secara harmonis dan sama-sama berjuang bahu membahu untuk menghancurkan imperialisme'," ujar peneliti sejarah Maysumi dari Prancis itu.
Pidato Aidit Picu Kemarahan
Aidit juga pernah 'menyiratkan' bahwa Nabi Muhammad bukan hanya milik golongan tertentu dan PKI tidak anti-agama. Pada 28 April 1954 saat sebagai Sekretaris I PKI ia berpidato di depan kader PKI Malang:
"Nabi Muhammad Saw bukanlah milik Masyumi sendiri, iman Islamnya jauh lebih baik daripada Masyumi. Memilih Masyumi sama dengan mendoakan agar seluruh dunia masuk neraka. Masuk Masyumi itu haram dan masuk PKI itu halal!" ujarnya.
Menurut Remy, kata-kata Aidit sontak mendapat respons keras dari para aktivis Masyumi setempat yang langsung mengepung podium tempat Aidit berpidato. Setelah dipaksa oleh Hasan Aidid (Ketua Masyumi Cabang Surabaya), untuk menarik perkataannya, Aidit pun meminta maaf.
"Apabila diantara saudara ada yang tersinggung oleh ucapan-ucapan saya, maka saya meminta maaf. Saya hanya ingin mengatakan bahwa PKI tidak anti-agama," ungkapnya. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kedatangan Anies-Cak Imin disambut meriah oleh massa pendukung
Baca SelengkapnyaPondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu, Jawa Barat kembali jadi sasaran demonstrasi.
Baca SelengkapnyaMunaslub itu akhirnya menetapkan Anindya Bakrie sebagai ketua dan menggeser posisi Arsjad Rasjid.
Baca SelengkapnyaMassa mengatasnamakan kader Golkar datang sekira pukul 14.00 Wib. Tidak berselang lama kemudian, terjadi kericuhan.
Baca SelengkapnyaMomen menarik ketika salah seorang mahasiswa tajam menyebut Anies terlalu banyak janji.
Baca SelengkapnyaBuntut dari tindakan berlebihan petugas kepolisian saat unjuk rasa di DPRD Tasikmalaya Kota, mahasiswa menuntut agar Danyon Brimob berinisial IY Dicopot.
Baca SelengkapnyaAcara itu sedianya dirancang sebagai dialog antara diaspora Indonesia di mancanegara dengan sejumlah tokoh atau aktivis.
Baca SelengkapnyaNusron menganggap apa yang dilakukan sekelompok massa itu merupakan perilaku yang menggambarkan ketidaksiapan orang untuk berbeda pendapat dan berbeda pilihan.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Jakarta Internasional Stadion (JIS), Sabtu (10/2).
Baca SelengkapnyaPanas Pemuda Lampung Teriak Protes Keras Anies Datang Telat
Baca SelengkapnyaMereka coba kembali mendekati gedung DPRD sambil melempar botol, kayu dan batu.
Baca SelengkapnyaMereka protes atas pernyataan anggota PSI Ade Armando terkait politik dinasti di DI Yogyakarta.
Baca Selengkapnya