Terkenal hingga Seluruh Indonesia, Ini Kisah Pengrajin Batu dari Padalarang
Haji Waet berharap rumah batu miliknya bisa menjadi contoh bagi rumah-rumah lainnya.
Haji Waet berharap rumah batu miliknya bisa menjadi contoh bagi rumah-rumah lainnya.
Terkenal hingga Seluruh Indonesia, Ini Kisah Pengrajin Batu dari Padalarang
Haji Waet namanya, dia merupakan tokoh pengrajin batu di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Hasil karyanya sudah dikenal di berbagai daerah seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, hingga Kalimantan.
-
Siapa yang membuat pahatan batu itu? Para arkeolog berpendapat banyak di antaranya diukir antara tahun 100 SM dan tahun 600 M oleh suku Siguas, yang dipengaruhi oleh budaya Nasca (atau Nazca) di Peru bagian selatan.
-
Siapa saja seniman terkenal Kota Batu? Mengutip situs PPID Kota Batu, beberapa seniman terkenal dari Kota Batu yakni Sudjopo Sumarah Purbo (Penari), Agus Triwahyudi (Seniman Reog), Miftah Abdul Hadi (Seniman Seni Rupa), Sukisno (Seniman Ludruk), Sindhunata (Satrawan dan Budayawan), dan lain sebagainya.
-
Siapa yang mendirikan Rumah Batik Palbatu? Pendirinya bernama Budi Hary.
-
Bagaimana pahatan batu itu dibuat? Meskipun tidak pasti apakah sosok-sosok tersebut sedang menari, banyak di antaranya terlihat seperti dalam gerakan menari.
-
Bagaimana pahatan batu ini dibuat? Berabad-abad yang lalu, orang biasa mengukir simbol dan objek yang mereka lihat ke dalam rangkaian formasi batuan dataran rendah yang dibuat dari batu gamping.
-
Dimana kerajinan perak Koto Gadang berada? Koto Gadang merupakan sebuah nagari atau desa di Kabupaten Agam yang terkenal dengan kerajinan peraknya.
Sebagai pengrajin batu, Ia bahkan membangun rumahnya pada tahun 1997 dengan batu Padalarang sebagai bahan dasar dinding bangunan.
“Dengan batu ini, suhu ruangan bisa disesuaikan. Kalau siang adem, kalau malam anget,” kata Haji Waet dikutip dari kanal YouTube BRIN Indonesia.
Haji Waet mengetahui karakteristik dari beragam jenis batu mulai dari batu marmer, batu pualam, hingga batu andesit.
Saat pertama kali merintis profesi sebagai pengrajin batu, Haji Waet mengaku teknologi dulu belum seperti saat ini. Waktu itu tidak ada mesin apapun yang ia gunakan untuk memahat batu.
Waktu memulai usaha, ia murni menggunakan pahatan untuk membentuk batu. Batu-batu itu kemudian disusun dan direkatkan dengan menggunakan semen.
“Harga batu memang secara ekonomi lebih mahal dari pada bata. Tapi untuk orang-orang berduit memang enak pakai batu, karena kekuatannya, kesejukannya, dan keasliannya,” kata Haji Waet.
Kekurangan rumah dengan bahan batu adalah susah dipaku. Selain itu, rumah batu milik Haji Waet juga tidak perlu dicat karena bakal menghilangkan kesan alaminya.
“Perawatannya gampang kok. Kalau air banyak, lebih baik dibersihkan pakai air. Tapi kalau nggak ada air tinggal disapu saja,” kata Haji Waet.
Di halaman belakang rumahnya, banyak batu-batu yang berserakan. Biasanya di sanalah Haji Waet memahat batu. Menurutnya, seni pahat batu untuk saat ini masih banyak dikembangkan pada alat-alat rumah tangga.
“Misalkan cobek, rumpang, dan pernak-pernik lainnya. Kita bikin sesuatu hal agar ekonomisnya lebih meningkat kita bikin bata batu buat rumah-rumah dengan tetap melestarikan seni batunya, seni pahatnya, biar kelihatan lebih alami,” kata Haji Waet.
Ia berharap rumah batu miliknya bisa menjadi contoh bagi rumah-rumah lainnya. Selain itu ia juga berharap para perajin batu lebih maju lagi dengan semakin banyaknya pesanan yang datang pada mereka.