Kisah Hidup Djoewariyah Soehardi, Tokoh Palang Merah saat Agresi Militer II Belanda
Merdeka.com - Yogyakarta, 19 Desember 1948 pukul 05.00. Hari masih pagi saat warga dikejutkan dengan suara meraung-raung dari belasan pesawat tempur di langit Jogja. Lima menit berselang, ledakan keras terdengar dari lapangan udara Maguwo dan sejumlah bangunan penting.
Rangkaian serangan itu merupakan awal dari Agresi Militer II Belanda. Semenjak itu, pasukan Belanda mulai melancarkan serangannya menyerbu hingga ke jantung kota.
Serangan mendadak itu membuat keadaan Kota Jogja jadi kacau. Ribuan penduduk harus mengungsi ke arah selatan. Sementara itu para pemuda, pasukan laskar, dan anggota tentara nasional juga terpaksa meninggalkan kota untuk melakukan konsolidasi, untuk selanjutnya melancarkan serangan balasan secara gerilya.
-
Siapa yang berjuang untuk Indonesia? Kata-kata ini membangkitkan semangat juang dan patriotisme dalam diri setiap pemuda Indonesia.
-
Siapa yang membantu pasukan Belanda? Konvoi mereka menuju Yogyakarta dibantu oleh Resimen Infanteri 1 Brigade V KNIL yang dipimpin oleh Letkol KNIL F.O.B Musch.
-
Bagaimana pasukan Jerman membantu perjuangan Indonesia? Seperti orang-orang Jepang, beberapa eks serdadu Jepang ini pun diketahui pernah menjadi pelatih militer untuk para pejuang Indonesia selama perang kemerdekaan.
-
Apa yang Djatikusumo lakukan saat Agresi Militer II? Belum ada satu tahun menjabat, pada 19 Desember 1948 ia bersama para taruna Akademi Militer serta anggota TNI lain terlibat perang gerilya Agresi Militer II dan menjadi penasihat Sri Sultan HB IX dalam agresi tersebut.
-
Siapa dokter pejuang kemerdekaan yang gugur ditembak Belanda di Jember? Raden Mas (RM) Soebandi merupakan seorang dokter sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia pada era Agresi Militer I dan Agresi Militer II.
-
Apa peranan Djohan Sjahroezah dalam pertempuran 10 November 1945? Kedekatan mereka inilah memicu pergerakan bawah tanah yang muncul pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Dari sekian banyak pengungsi itu ada seorang gadis bernama Djoewariyah yang saat itu tengah menginjak usia remaja. Tak mau berlarut di pengungsian, Djoewariyah memutuskan bergabung dalam kesatuan Tentara Nasional Indonesia di bawah pimpinan Komaruddin dan ikut berjuang bersama para tentara lainnya.
Dalam kesatuan itu, dia bertugas menjadi anggota tim palang merah. Secara sabar, dia merawat satu demi satu para prajurit Indonesia yang terluka akibat perang itu. Berikut kisah selengkapnya.
Berjuang di Usia Remaja
©YouTube/BNPB DIY
Djoewariyah lahir pada 25 Desember 1933 di Kampung Nagan, Kota Yogyakarta. Di usianya yang masih remaja, yaitu 15 tahun, dia dan lima orang temannya bergabung dalam pasukan TNI Kesatuan Komaruddin sebagai petugas palang merah. Dalam kesatuan itu Djowariyah bertugas untuk merawat para prajurit yang terluka.
“Di sana saya memberi pertolongan pertama pada tentara yang kena tembak. Tentara yang terluka dibersihkan lukanya, dikasih perban, lalu diobati. Terus untuk mengeluarkan peluru saya ikut bawa ke Rumah Sakit Ganjuran. Setelah dirawat di sana, pihak rumah sakit biasanya tak mau menampung pasien walaupun dia masih butuh perawatan. Akhirnya kami minta penduduk yang merawatnya. Begitulah seterusnya. Tapi tak semuanya tertolong. Yang meninggal dalam perjalanan biasanya langsung dikubur di tempat,” kata Djoewariyah, mengutip dari kanal YouTube BNPB Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menjadi Seorang Kurir
©YouTube/BNPB DIY
Selain terlibat di garis depan dan mengikuti pergerakan para prajurit perang gerilya, Djoewariyah juga menjadi kurir obat-obatan. Obat itu ia peroleh dari bantuan yang diberikan beberapa dokter Djawatan Kesehatan Tentara yang ada di Jogja.
Obat-obatan itu kemudian ia bawa ke beberapa lokasi yang digunakan untuk merawat para prajurit. Salah satunya adalah sebuah warung sate kambing yang berada di dalam kota.
“Kalau sebagai kurir obat biasanya tempat yang pertama kali saya tuju itu ada di Kampung Gamelan. Itu di utaranya ada warung sate kambing namanya “warung puas”. Tapi warung itu sebetulnya cuma pura-pura warung karena sebenarnya di sana adalah tempat pertolongan para gerilyawan,” kenang Djoewariyah.
Menikah dengan Seorang Polisi
©YouTube/BNPB DIY
Perlawanan yang ditunjukkan para gerilyawan dan prajurit Indonesia itu membuka mata dunia dan memaksa Belanda untuk angkat kaki seutuhnya dari Kota Yogyakarta. Peristiwa ini disambut dengan suka cita oleh seluruh rakyat Indonesia, tak terkecuali Djoewariyah.
Setelah perang usai, Djoewariyah kembali ke rumahnya dan menjalani aktivitas dengan membantu orang tuanya. Pada akhir 1951, Djoewariyah bertemu dengan anggota Polisi Brimob bernama Soehardi. Pada tahun berikutnya, mereka berdua menikah dan dikaruniai enam orang anak.
Nasihat Djoewariyah pada Generasi Muda
©YouTube/BNPB DIY
Di usianya yang telah senja, Djoewariyah masih tampak sehat. Djoewariyah mengatakan, rahasia sehatnya adalah berolahraga secara rutin dan melakukan pekerjaan apapun tanpa bantuan orang lain. tak ketinggalan, dia juga menyampaikan pesan menyentuh kepada generasi muda saat ini.
“Kemerdekaan kita ini tidak dihadiahi oleh negara-negara lain. Namun dicapai dengan menaruhkan jiwa dan raga para pahlawan yang sekarang sudah gugur. Maka kita yang sekarang bisa menikmati harus menghargai jerih payah para pahlawan itu karena beliau belum bisa menikmatinya. Semoga kita-kita ini bisa betul-betul memanfaatkan kemerdekaan ini dengan hal-hal yang positif,” kata Djoewariyah dikutip Merdeka.com dari kanal YouTube BNPB DIY pada Selasa (8/6). (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Walaupun masing-masing punya cara yang berbeda, mereka punya peran besar bagi perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah
Baca SelengkapnyaBanyaknya anggota hulptroepen dari Minahasa tidak terlepas dari peran komandannya, yakni Dotulong.
Baca SelengkapnyaNamanya diabadikan jadi nama rumah sakit hingga kampus di Jember.
Baca SelengkapnyaSelama berkecimpung di ranah perpolitikan, Djohan dikenal dengan pergerakan bawah tanahnya.
Baca SelengkapnyaIa tidak mengangkat senjata, tapi perannya sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia
Baca SelengkapnyaAda 50 orang relawan dari Indonesia yang siap bertempur. Mereka telah dilatih dan dipersenjatai.
Baca SelengkapnyaWanita ini pernah diberikan emas oleh Soekarno, namun ditolak mentah-mentah.
Baca SelengkapnyaKisah cinta dua anak muda yang berjuang ini terhalang agresi militer Belanda I.
Baca SelengkapnyaPelajar SMP Madiun tak gentar melawan penjajah. Di tengah kesulitan yang dihadapi, mereka tetap berjuang
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaIpar Pangeran Diponegoro ini bikin pihak lawan kewalahan. Bahkan, pihak lawan mengerahkan ribuan pasukan hingga mengadakan sayembara untuk mengalahkan sosoknya.
Baca SelengkapnyaMasyarakat setempat bersikap wajar dalam bereaksi terkait adanya konvoi itu.
Baca Selengkapnya