Kisah Perjalanan Sarijo Moeljoredjo, Saksi Hidup Imigran Jawa Terakhir di Suriname
Merdeka.com - Di Kota Mongo, Suriname, hidup seorang pria tua bernama Sarijo Moeljoredjo. Sehari-hari, dia biasa dipanggil Mbah Sarijo. Berdasarkan tulisan yang tertuang dalam situs Islandofimagination.id pada tahun 2016, saat itu Mbah Sarijo telah berusia 96 tahun.
Di usianya yang senja, Mbah Sarijo masih tampak kuat bekerja di kebun pisang di belakang rumah. Namun yang lebih mengagumkan lagi, ingatannya masih kuat untuk bercerita tentang perjalanan hidupnya.
Berdasarkan Arsip Nasional Belanda, Sarijo lahir di Desa Puluan, Distrik Pedes, Bantul, Yogyakarta. Pada 26 Juli 1931, dia ikut kedua orang tuanya berangkat ke Paramaribo, Suriname dari Pelabuhan Semarang.
-
Siapa yang memiliki makam kuno? Arkeolog berasumsi kuburan tersebut milik anggota elit budaya, kemungkinan adalah kepala suku yang berkuasa.
-
Siapa yang ditemukan di makam kuno itu? Arkeolog Sinthya Cueva menuturkan, sisa-sisa sebelas individu, diperkirakan berusia sekitar 800 tahun, ditemukan terkubur dengan kalung, anting, dan gelang.
-
Siapa yang dikuburkan di makam kuno? Makam yang ditemukan secara tak terduga di pusat desa itu dibangun sebagai ruang kayu yang rumit dan berisi sisa-sisa kerangka seorang pria berusia sekitar 60 tahun.
-
Siapa yang dimakamkan di 'Kota Orang Mati'? Banyak dari makam tersebut, yang diyakini digunakan kembali selama sekitar 900 tahun, berisi keluarga-keluarga yang diperkirakan meninggal karena penyakit menular.
-
Siapa yang dimakamkan di makam kuno itu? Menurut tulisan yang ada di dinding makam, kuburan itu adalah milik seorang pejabat istana bernama Seneb Neb-Af dan istrinya, Idet.
-
Apa arti kata-kata untuk orang meninggal di SUMUT? Beberapa ucapan ini terdengar sederhana, namun dapat menunjukkan perhatian dan rasa empati dari orang-orang yang sedang berduka cita. Kata-kata ucapan untuk orang meninggal ini juga dapat memberikan dukung dan motivasi bagi keluarga yang ditinggalkan. Dengan pelipur, maka rasa sedih dan beban yang sedang mereka rasakan bisa sedikit berkurang.
Saat itu usianya masih 10 tahun. Kini, dia menjadi orang tertua sekaligus menjadi saksi hidup terakhir di Kota Mongo, satu dari 32.962 orang Jawa yang pernah diangkut Belanda ke Suriname.
“Aku lahir di Desa Puluan. Itu adalah negara Jawa. Tapi aku tak tahu pasti di mana itu,” kata Mbah Sarijo, mengutip dari Islandofimagination.id. Berikut selengkapnya:
Tinggal di Depo
©Islandofimagination.id
Mbah Sarijo bercerita, sebelum dia dan keluarganya diberangkatkan ke Suriname, dia terlebih dahulu ditempatkan di depo penampungan Semarang. Depo itu seperti penjara raksasa. Luasnya sebesar 100x100 meter yang dikelilingi tembok setinggi 3 meter dengan satu pintu keluar.
Di dalam tembok itu ada rumah-rumah kayu yang menjadi tempat tinggal mereka. Di sana mereka mendapat pasokan makan tiap hari. Kalau ada permintaan pekerja di Suriname, mereka diberangkatkan dengan kapal.
Mbah Sarijo tak ingat berapa lama ia tinggal di depo itu. Dia hanya ingat, suatu hari menjelang senja, ia bersama ribuan orang lainnya diangkut oleh sebuah kapal raksasa dengan panjang 128 meter. Di dalam kapal itu, orang-orang menggelar tikar sebagai tempat tidur di lantai, kemudian tidur berjajar-jajar seperti ikan panggang.
Perjalanan Menuju Suriname
lawnstarter.com
Mbah Sarijo ingat, dalam perjalanan itu, kapal Simaloer yang mengangkutnya bersama ribuan orang lainnya berhenti di Jakarta, Aceh, di Afrika untuk mengisi air, lalu berhenti semalam di Belanda, dan selanjutnya melintasi Samudra Atlantik menuju Suriname. Dalam perjalanan selama 40 hari itu, ada kalanya mereka melihat barisan ikan besar yang berenang bersama kapal, ikan lumba-lumba, dan kadang pula ikan hiu.
Walaupun sehari-hari yang mereka lihat hanyalah hamparan laut tak berujung, para imigran itu tidak pernah bosan. Mereka saling berbagi cerita tentang pengalaman masing-masing. Mereka pun penuh semangat karena di tanah yang dituju mereka percaya akan dapat kerja dan memperoleh banyak uang.
Namun Mbah Sarijo ingat dalam perjalanan itu banyak para imigran yang kemudian menderita sakit seperti panas, flu, ataupun mabuk laut. Beberapa di antaranya bahkan meninggal, entah karena rasa sedih atau sakit yang dideritanya. Sepanjang perjalanan itu, Mbah Sarijo setidaknya menyaksikan lima orang meninggal yang jenazahnya diceburkan ke laut.
Kehidupan di Surniame
©2021 Merdeka.com
Pada usia 13 tahun, Mbah Sarijo ditinggal sang ayah yang meninggal dunia. Karena itulah, ia harus keluar dari sekolah dan membantu ibunya. Tiap jam 7 pagi, diasudah berangkat dari rumahnya untuk membabat rumput. Kalau rajin, dia bisa memperoleh sebanyak 120 sen sehari.
Setiap hari, hidup Mbah Sarijo adalah kerja dan kerja. Berpindah dari satu kebun ke kebun lainnya. Pada tahun 1942, dia bekerja sebagai kuli pembangun jalan. Tahun 1944, dia bekerja di pertambangan sampai pensiun pada tahun 1981. Hingga di hari tuanya, Mbah Sarijo hidup sebatang kara dan tidak dikaruniai anak.
Pandangan Mbah Sarijo tentang Jawa
Ketika ditanya tentang “Negara Jawa” Mbah Sarijo mengaku tidak ada hal yang ia ridukan dari tanah kelahirannya itu. Lagi pula, ia mengaku tak banyak kenangan yang ia dapatkan saat hidup di Jawa. Kenangan yang masih ia ingat adalah Kali Progo yang tak pernah berhenti mengalir, gunung gamping yang mengeluarkan asap panas, serta pohon manggis yang ia panjat dan ia peluk erat-erat ketika ketakutan saat pertama kali melihat pesawat terbang.
“Tidak ada yang aku kangeni dari Negara Jawa. Di sini semua sama dengan di sana. Hidup di sana malah lebih susah. Orang mesti kerja di kebun, jual sendiri, untuk bisa dapat makan. Kalau di sini cuma kerja di kebun sudah bisa dapat makan,” kata Mbah Sarijo, mengutip dari Islandofimagination.id. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mbah Sakinem ialah imigran Jawa yang kini tinggal di Suriname. Ia disebut menjadi saksi hidup satu-satunya perjalanan para imgiran Jawa ke Suriname.
Baca SelengkapnyaMereka berharap bisa mendapatkan penghasilan besar di sana dan suatu saat bisa kembali ke Bojonegoro.
Baca SelengkapnyaSuriname adalah sebuah negara yang berada di Amerika Selatan. Penduduknya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari.
Baca SelengkapnyaPria Ini Temukan Buku Album Foto Jadul Tahun 1949, Ini Penampakannya
Baca SelengkapnyaSaskia bertanya kepada warga setempat di mana jejak keluarga leluhurnya yang bernama Wiryodilopo
Baca SelengkapnyaPak Priono tinggal di pelosok Hutan Suriname sejak tahun 2016 hingga kini.
Baca SelengkapnyaMereka ingin berkunjung ke tanah leluhur, namun terkendala biaya yang amat sangat mahal.
Baca SelengkapnyaTak hanya sebagai pemakaman umum, di makam Bergota Semarang terdapat beberapa makam tokoh pribumi penting pada masanya.
Baca SelengkapnyaTak banyak yang tahu, Mbah Harjo Mislan Jemaah haji tertua se-Indonesia pernah ikut perang melawan Belanda.
Baca SelengkapnyaRerata harapan hidup global mencapai 73,4 tahun. Tapi, siapa sangka ternyata ada loh orang yang hidupnya lebih dari 120 tahun, penasaran? Yuk simak selengkapnya
Baca SelengkapnyaSamin Surosentiko dikenal sebagai penentang keras kolonialisme.
Baca SelengkapnyaIa adalah tokoh lokal dan nasional yang terkenal kharismatik
Baca Selengkapnya