Potret Rumah Berusia 250 Tahun di Gunungkidul yang Jadi Cagar Budaya, Pernah Dikunjungi Bapak Gerilya Indonesia
Rumah itu merupakan warisan keluarga yang telah diturunkan selama beberapa generasi
Suasana jadul terpancar dari sebuah rumah joglo di Desa Trenggono Kidul, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Pada dasarnya, rumah itu terdiri dari tiga bagian yaitu bangunan rumah joglo sebagai bangunan utama, bangunan omah mburi berbentuk limasa, dan dapur yang berbentuk kampung.
Rumah itu belum pernah mengalami renovasi. Perabot berbahan kayu yang berada di dalam rumah itu juga masih terawat. Di dalam rumah itu, tampak kursi kayu berjejer rapi. Di sisi barat, terdapat tempat tidur tua dan beberapa set kursi.
-
Dimana Rumah Bersejarah itu berada? Rumah sederhana itu berada di lereng Gunung Prau sebelah timur, tepatnya di Desa Purwosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal.
-
Siapa pemilik Rumah Bersejarah itu? Saat itu pemilik rumah tersebut adalah Raden Mas Ari Sumarmo Sastro Dimulyo.
-
Apa yang ada di dalam Rumah Bersejarah itu? Di sana masih terdapat foto-foto jadul. Salah satu foto hitam putih memperlihatkan Raden Mas Ari Sumarmo yang masih kecil. Di samping itu terdapat banyak benda-benda asli peninggalan zaman dulu seperti kursi, guci, dan mesin jahit.
-
Kenapa Ganjar berkunjung ke Rumah Sejarah Rengasdengklok? Rumah Sejarah Rengasdengklok di Karawang, Jawa Barat kerap menjadi kunjungan para pejabat negara. Sebagai bentuk melihat bagian dari sejarah kemerdekaan Indonesia dari napak tilas Soekarno dan Mohammad Hatta.
-
Dimana manusia purba bermukim di Gunungkidul? Belum lagi adanya petunjuk-petunjuk kehadiran homo sapiens (manusia purba) di gua-gua dan ceruk-ceruk kawasan Ponjong, yang diprediksi jadi tempat tinggal mereka sekitar 700 ribu tahun silam.
-
Di mana rumah kuno ditemukan? Dua rumah mewah kuno ditemukan di situs arkeologi Kabah di Yucatan, Meksiko.
Rumah itu kini ditempati oleh Suwardi. Sehari-hari ia bekerja sebagai petani. Rumah itu merupakan warisan keluarga yang telah diturunkan selama beberapa generasi. Menurutnya, kini rumah itu sudah berusia 250 tahun.
Tempat Pertemuan
Menurut Suwardi, bangunan Joglo di rumah tua itu dulunya menjadi tempat pertemuan para perangkat desa. Hal ini dikarenakan letaknya yang cukup strategis di pinggir jalan raya. Selain itu bangunan joglo tersebut memiliki ruangan yang cukup luas.
Di ruang utama itu terdapat sejumlah foto keluarga. Salah satu foto yang terpajang di sana adalah foto seorang pria berseragam hijau. Ternyata pria berseragam hijau itu adalah Kolonel Sugiyono, satu di antara Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
“Kolonel Sugiyono itu om saya. Adik kandung bapak saya. Saudara kandung bapak saya itu ada 12, Kolonel Sugiyono nomor sembilan. Dulu sering main ke sini buat nengok bapak saya,” kata Suwardi dikutip dari Brilio.net.
Jadi Tempat Singgah Jenderal Soedirman
Suwardi mengatakan kalau bangunan itu punya nilai sejarah yang tinggi. Salah satu momen bersejarah adalah saat rumah itu menjadi tempat istirahat Jenderal Soedirman saat bergerilya pada masa Agresi Militer Belanda.
Berdasarkan cerita kakeknya, Suwardi bercerita waktu itu Jenderal Soedirman membawa salah satu kursi dari rumah tersebut untuk menjadi tempatnya duduk saat ditandu. Kursi yang digunakan oleh Jenderal Soedirman itu berbentuk tinggi pada sandarannya.
“Kalau barang-barang Pak Soedirman tidak ada yang masih di sini. Tapi kursi di sini ada yang dibawa untuk ganti tandu. Mungkin sekarang kursinya ada di Monjali,” ungkapnya.
Jenderal Soedirman ialah Bapak Gerilya Indonesia. Pria yang lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916 ini panglima TNI, tokoh agama, pendidik, tokoh Muhammadiyah sekaligus pelopor perang gerilya di Indonesia. Tak heran jika rumah joglo sederhana ini punya nilai sejarah yang tinggi.
Pernah Mau Dijual
Karena nilai sejarahnya yang tinggi, pernah ada seorang bule asal Amerika yang ingin membeli rumah tua tersebut. Waktu itu, bule tersebut sedang bersepeda dan tak sengaja lewat di depan rumahnya. Ia ingin membeli rumah itu dengan harga berapapun. Namun ayah Suwardi waktu itu menolak untuk menjualnya.
“Katanya mau ditukar sapi atau uang. Minta berapapun akan dibayar. Bapak saya langsung menolak, dia bilang minta berapapun tidak akan dijual. Namanya sudah turun-temurun dari nenek buyut ya harus dirawat dengan baik,” ujar Suwardi seperti dikutip dari Brilio.net.
Bangunan Cagar Budaya
Di belakang rumah itu, terdabat sebuah gundukan besar yang menyerupai bukit. Kartini, adik kandung Suwardi, mengatakan bahwa area itu merupakan makam keluarga. Di sana dimakamkan kakaknya, ayahnya, serta saudara-saudara lainnya. Keberadaan makam keluarga itulah yang menjadi salah satu penyebab rumah itu tidak akan dijual ke orang lain.
“Rumah ini merupakan peninggalan dari kakek buyut. Lagi pula bangunannya sudah menjadi cagar budaya dan beberapa kali mendapat penghargaan. Salah satunya adalah juara tiga se-Gunungkidul. Sampai sekarang kalau ada lomba mesti sekalu diikutkan, sekalian melestarikan budaya Jawa,” tutup Kartini.