Identik dengan Bentuk Perahu, Ini 5 Fakta Menarik Rumah Lontiok Milik Masyarakat Kampar Riau
Rumah tradisional milik masyarakat Kampar di Provinsi Riau ini memiliki ciri khas yang unik, penuh filosofi, dan punya makna yang mendalam.
Rumah tradisional milik masyarakat Kampar di Provinsi Riau ini memiliki ciri khas yang unik, penuh filosofi, dan punya makna yang mendalam.
Identik dengan Bentuk Perahu, Ini 5 Fakta Menarik Rumah Lontiok Milik Masyarakat Kampar Riau
Setiap daerah di Indonesia memiliki tempat tinggal tradisional yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Meski tradisional, rumah-rumah tersebut tidak sembarangan dibangun dan mengandung makna di dalamnya.
Salah satunya adalah rumah tradisional milik masyarakat Kampar, Provinsi Riau yang bernama rumah lontiok atau dalam bahasa Indonesia disebut Lentik. Rumah panggung ini memiliki ciri utama yang berbentuk seperti perahu. Penamaan "lentik" diambil dari bentuk atapnya yang melengkung lentik.
-
Bagaimana ciri khas rumah tradisional? Fokus dari rumah berbentuk tradisional adalah untuk menghadirkan nilai seni, budaya sekaligus keindahan lokal.
-
Apa keunikan rumah adat suku Osing? Rumat Adat Suku Osing memiliki keistimewaan yang terletak pada konstruksi bangunan yang menggunakan sistem knock down.
-
Kenapa Rumah Apung Tambaklorok dibuat? Rumah yang dibangun dengan anggaran Rp1 miliar itu merupakan eksperimen dari Kementerian PUPR.
-
Dimana Rumah Apung Tambaklorok berada? Di pesisir Kota Semarang, terdapat sebuah rumah unik yang mengapung di atas air. Namanya rumah apung Tambaklorok.
-
Apa keunikan Rumah Pesik? Rumah Pesik hanya berjarak 350 meter dari Pasar Legi Kotagede. Bangunan mewah ini memiliki arsitektur perpaduan Jawa-Eropa.
-
Rumah Apung Tambaklorok untuk apa? Rumah ini menjadi contoh konstruksi rumah di wilayah pasang surut yang anti banjir dan gempa karena bisa mengapung mengikuti tinggi permukaan air.
Saat ini rumah lontiok sudah tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang diresmikan pada 2007 silam. Sayang keberadaan rumah ini sudah mulai jarang dijumpai karena sudah tergerus zaman dan usianya yang tua.
Selain itu, masih ada beberapa keunikan dan fakta menarik tentang Rumah Lontiok ini, apa saja kira-kira? Simak ulasannya yang dirangkum merdeka.com berikut ini.
Rumah Panggung
Rumah adat milik masyarakat Kampar ini sengaja didesain dengan beberapa tiang penyangga sehingga berbentuk rumah panggung yang cukup tinggi.
Penambahan tiang penyangga di bagian bawah rumah ini berfungsi untuk melindungi penghuni rumah dari serangan hewan buas dan bencana alam seperti banjir bandang. Selain itu, dengan rumah tinggi ini juga bisa sebagai pertahanan dari serangan suku-suku lainnya.
Tak sampai situ saja, desain rumah tinggi ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat Kampar sebagai tempat untuk memelihara hewan dan juga beternak. Bahkan, beberapa orang juga menggunakan kolong rumah untuk gudang. (Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Bentuk Rumah dan Atap yang Unik
Melansir dari beberapa sumber, nama "lontiok" sendiri diambil dari bentuk atapnya yang melengkung lentik.
Atap rumah ini mengandung makna yang cukup mendalam, yaitu sebagai simbol hubungan manusia dengan Tuhan.
Beralih ke bentuk rumah, bangunan ini sangat identik dengan bentuk perahu yang melengkung. Kemudian, dindingnya juga sedikit miring keluar dan terdapat ukiran-ukiran yang tersemat di balok atap rumah.
Balok-balok tersebut berfungsi sebagai penyangga sekaligus penghubung antara atap rumah dan dinding rumah yang miring tadi. Secara keseluruhan, bahan utama untuk pembuatan penyangga ini adalah kayu-kayu pilihan yang tahan terhadap kondisi cuaca. (Foto: jadesta.kemenparekraf.go.id)
Anak Tangga Berjumlah Ganjil
Bentuknya yang seperti rumah panggung ini tentunya memerlukan tangga untuk akses masuk dan keluar.
Tangga yang terpasang di rumah ini berjumlah lima buah anak tangga. Konon, maksudnya adalah sebagai bentuk dari ekspresi kepercayaan mereka.
Pada zaman dahulu, rumah lontiok ini hanya mampu dibangun oleh masyarakat Kampar dengan perekonomian menengah ke atas.
Ini yang menyebabkan rumah lontiok menjadi lambang dari status sosial masyarakat setempat.
Saat ini, rumah-rumah tersebut sudah jarang ditemukan karena sudah termakan usia. Ada satu rumah yang berada di Dusun Pulau Belimbing Desa Sipungguk dengan kondisi yang sudah rusak dan menjadi objek wisata. (Foto: jemari.riau.go.id)
Bak Penampungan Air
Melansir dari jurnal Universitas Pahlawan (2022), pada bagian luar rumah ini terdapat sebuah bak penampungan air yang cukup besar bernama Kula. Bak penampungan air ini difungsikan sebagai tempat untuk cuci tangan dan kaki sebelum memasuki rumah.
Kula ini memiliki makna filosofi yang begitu dalam. Sebelum menaiki derajat yang lebih tinggi, lebih dulu kita untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Hal ini berkaitan langsung dengan aturan yang tertuang di Al-Qur'an.
Pada zaman dahulu, banyak anak-anak yang bermain di permukaan tanah dengan alas kaki. Untuk menjaga agar kebersihan rumah tetap terjaga, maka disediakanlah bak penampungan air ini untuk mencuci kaki dan tangan sebagai tana dari kebersihan diri.
Unsur Akulturasi Arsitektur
Secara kasat mata, bangunan ini tak beda jauh dengan rumah adat milik suku Minangkabau atau rumah gadang. Bahkan, ada kemiripan pula di rumah adat lainnya seperti rumah bumbung panjang (Malaysia).
Rupanya, secara filosofi rumah lontiok ini ada unsur akulturasi gaya arsitektur antara masyarakat Kampar dengan masyarakat Minangkabau. Pada bagian dinding dan lantai rumah itu diambil dari budaya orang Kampar, sementara atapnya diadaptasi dari budaya Minangkabau.
Tak hanya itu, rumah ini masih berkaitan dengan letak geografis Kampar yang berada di jalur pelayaran, yaitu antara Limapuluh Koto, Minangkabau menuju Limo Koto, Kampar.