Asuransi perokok, keluar-masuk RUU tembakau
Merdeka.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI telah selesai melakukan harmonisasi Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Draf beleid tersebut tinggal menunggu rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Selanjutnya, RUU bakal diajukan ke pemerintah untuk dibahas bersama guna disahkan menjadi undang-undang.
"RUU Pertembakauan tetap dilanjutkan dan akan diparipurnakan setelah saya kembali dari ibadah Haji tanggal 20 (September 2016)," kata Wakil Ketua Baleg DPR-RI sekaligus Ketua Panitia Kerja RUU Pertembakauan Firman Soebagyo dalam pesan pendeknya kepada merdeka.com, pekan lalu.
Menariknya, draft beleid itu tak hanya mengatur soal industri dan perlindungan petani tembakau. Tetapi juga kesehatan pengonsumsi produk tembakau. Yaitu, berupa asuransi kesehatan khusus perokok.
-
Siapa yang mendorong kebijakan rokok? Lebih dari 100 pemangku kebijakan secara terbuka memihak industri rokok, dan sebagian di antaranya memiliki konflik kepentingan dengan industri tersebut,' jelas Manik.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Apa saja kandungan berbahaya di rokok? Rokok merupakan produk tembakau yang mengandung berbagai bahan kimia berbahaya. Adapun beberapa kandungan rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh antara lain: 1. Karbon monoksida: Gas beracun yang dihasilkan oleh pembakaran bahan kimia dalam rokok. Karbon monoksida mengikat pada hemoglobin dalam darah, mengurangi jumlah oksigen yang dapat dibawa ke sel-sel tubuh. 2. Nikotin: Zat adiktif yang terkandung dalam rokok. Nikotin dapat menyebabkan perubahan pada sistem saraf dan meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker. 3. Tar: Bahan lengket yang dihasilkan oleh pembakaran tembakau. Tar mengandung lebih dari 4.000 zat kimia berbahaya, termasuk karsinogen (zat penyebab kanker) seperti benzena, formaldehida, dan arsenik. 4. Hidrogen sianida: Gas beracun yang terkandung dalam asap rokok. Hidrogen sianida dapat merusak sistem saraf dan pernapasan. 5. Benzena: Zat karsinogen yang terdapat dalam asap rokok. Paparan jangka panjang terhadap benzena meningkatkan risiko terkena leukemia (kanker darah). 6. Formaldehida: Zat kimia beracun yang digunakan dalam pembalut mayat. Asap rokok mengandung formaldehida yang dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan. 7. Arsenik: Zat karsinogen yang ditemukan dalam asap rokok. Paparan jangka panjang terhadap arsenik telah dikaitkan dengan risiko terkena kanker paru-paru, kanker hati, dan kanker ginjal. 8. Kadmium: Logam berat beracun yang terdapat dalam baterai. Kadmium ditemukan dalam asap rokok dan dapat merusak organ tubuh, seperti paru-paru dan ginjal. 9. Amonia: Zat kimia yang digunakan dalam produk pembersih. Amonia dalam rokok dapat merusak saluran pernapasan dan menyebabkan iritasi pada mata dan tenggorokan.
-
Siapa yang terdampak zat berbahaya rokok? Rokok telah lama dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, dan bukan tanpa alasan.
-
Apa saja gangguan paru-paru akibat rokok? Berikut ini adalah informasi mengenai apa saja gangguan paru-paru akibat rokok yang patut diwaspadai, dilansir dari berbagai sumber.
-
Apa saja zat berbahaya dalam rokok? Di dalam setiap batang rokok tersembunyi koktail kimia yang berbahaya, yang beberapa di antaranya memiliki potensi mematikan.
Itu dibenarkan oleh Anggota Baleg Teuku Taufiqulhadi. Menurut politisi Partai Nasdem itu, usulan asuransi perokok datang dari sejumlah anggota parlemen.
"Asuransi itu langsung diusulkan dari persentase harga sebatang rokok. Misalnya 10 persen harga rokok, 1 persen buat asuransi," katanya saat dihubungi terpisah.
Salah satu pengusul RUU tembakau itu mengaku keberatan akan asuransi perokok tersebut. Menurutnya, itu tak tepat jika dimasukkan ke dalam draft beleid terkait pertanian tembakau.
"Kalau soal asuransi kesehatan seharusnya bikin sendiri, karena undang-undang ini untuk pertanian. Saya tidak mengusulkan dan saya menolak. Ini akan memberatkan pemerintah," katanya.
Awalnya, Taufiqulhadi meyakini bahwa klausul terkait asuransi perokok sudah dikeluarkan dari RUU Pertembakauan. Namun, saat dihubungi kembali beberapa hari kemudian, anggota Komisi I DPR-RI itu meralat ucapannya. Menurutnya, klausul asuransi perokok kembali dimasukkan seminggu sebelum Baleg DPR rampung membahas RUU Pertembakauan.
"Saya yang men-drop itu, meminta untuk tidak dimasukkan. Dari awal saya tidak setuju, karena saya ingin membuat RUU ini untuk petani,” katanya. "Ada perdebatan antara anggota Baleg. terakhir dimasukkan karena banyak permintaan dari luar."
Sebenarnya tak hanya Taufiqulhadi yang menolak asuransi perokok. Muhammad Misbakhun, Anggota Baleg dari Fraksi Golkar, juga tak menginginkan penjaminan kesehatan untuk para perokok tersebut.
"Saya nggak setuju, kalau ingin membahas isu itu di tempat lain," katanya saat dihubungi pekan lalu.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Atgas menjelaskan bahwa kemunculan asuransi perokok dalam draf beleid tembakau dilatarbelakangi oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga peradilan tersebut menetapkan bahwa Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBH-CT) bagi daerah penghasil bisa dialokasikan pada tiga sektor: Sarana-prasarana tembakau, kesehatan, dan lingkungan.
Namun, dalam perjalanannya, banyak penolakan disuarakan oleh pegiat antirokok. Mereka menentang jika negara harus menanggung biaya kesehatan para perokok. Atas dasar itu, Baleg memajukan konsep asuransi kesehatan sebagai jalan tengah.
"Pilihannya dua, konsep awalnya anggaran kesehatan diambil dari DBH-CT. Namun, ada usulan muncul kenapa tidak perokok membiayai diri sendiri," katanya, pekan lalu. "Kemudian muncul asuransi kesehatan khusus perokok. Di sisi lain, ini membuat BPJS Kesehatan bisa fokus maksimal membiayai asuransi lain."
Tulus Abadi, Ketua II Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, tegas menolak keberadaan asuransi kesehatan untuk perokok. Menurutnya, penjaminan itu hanya akan mendorong peningkatan konsumsi rokok di Tanah Air.
"Asuransi perokok buang-buang uang. Kalau mau mengendalikan, jadikan perokok itu berhenti merokok, jangan diasuransikan," katanya saat dihubungi terpisah.
Indonesia termasuk salah satu negara dengan konsumsi rokok tertinggi. Sekedar ilustrasi, berdasarkan data terbaru The Tobacco Atlas 2015, sebanyak 66 persen pria berusia di atas 15 tahun di Indonesia merupakan perokok. Ini menjadikan Indonesia menduduki posisi teratas, mengungguli Rusia (60 persen), China (53 persen), Filipina (48 persen).
Kemudian, Vietnam (47 persen), Thailand (46 persen), Malaysia (44 persen), India (24 persen), dan Brasil (22 persen). (mdk/yud)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Aturan ini telah luput dalam mempertimbangkan aspek tenaga kerja dan cukai yang menyertai produk tembakau dan rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaDari aspek ketenagakerjaan, industri rokok tidak sedikit menyerap tenaga kerja.
Baca SelengkapnyaKedua beleid tersebut tengah mendapat sorotan hangat masyarakat luas karena dinilai memiliki dampak negatif yang signifikan.
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaSejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.
Baca SelengkapnyaSutrisno Iwantono menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK berpotensi merugikan berbagai pihak.
Baca SelengkapnyaPetani tembakau meminta Kemenkes agar aturan produk tembakau di RPP Kesehatan untuk diatur terpisah.
Baca SelengkapnyaUsai menuai polemik, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku akan mengkaji ulang aturan tersebut.
Baca SelengkapnyaRencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek masih menjadi sorotan.
Baca SelengkapnyaProtes yang dilayangkan banyak mencermati kurangnya partisipasi publik dalam penyusunan peraturan-peraturan terkait kesehatan.
Baca SelengkapnyaProduk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.
Baca SelengkapnyaRPP Kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah terdiri dari 1.166 pasal. Dari 26 pasal yang ada, cenderung melarang terhadap IHT.
Baca Selengkapnya