Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Asuransi perokok, keluar-masuk RUU tembakau

Asuransi perokok, keluar-masuk RUU tembakau Paru-paru perokok aktif. ©dailymail.co.uk/CNTV

Merdeka.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI telah selesai melakukan harmonisasi Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. Draf beleid tersebut tinggal menunggu rapat paripurna untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR. Selanjutnya, RUU bakal diajukan ke pemerintah untuk dibahas bersama guna disahkan menjadi undang-undang.

"RUU Pertembakauan tetap dilanjutkan dan akan diparipurnakan setelah saya kembali dari ibadah Haji tanggal 20 (September 2016)," kata Wakil Ketua Baleg DPR-RI sekaligus Ketua Panitia Kerja RUU Pertembakauan Firman Soebagyo dalam pesan pendeknya kepada merdeka.com, pekan lalu.

Menariknya, draft beleid itu tak hanya mengatur soal industri dan perlindungan petani tembakau. Tetapi juga kesehatan pengonsumsi produk tembakau. Yaitu, berupa asuransi kesehatan khusus perokok.

Orang lain juga bertanya?

Itu dibenarkan oleh Anggota Baleg Teuku Taufiqulhadi. Menurut politisi Partai Nasdem itu, usulan asuransi perokok datang dari sejumlah anggota parlemen.

"Asuransi itu langsung diusulkan dari persentase harga sebatang rokok. Misalnya 10 persen harga rokok, 1 persen buat asuransi," katanya saat dihubungi terpisah.

Salah satu pengusul RUU tembakau itu mengaku keberatan akan asuransi perokok tersebut. Menurutnya, itu tak tepat jika dimasukkan ke dalam draft beleid terkait pertanian tembakau.

"Kalau soal asuransi kesehatan seharusnya bikin sendiri, karena undang-undang ini untuk pertanian. Saya tidak mengusulkan dan saya menolak. Ini akan memberatkan pemerintah," katanya.

Awalnya, Taufiqulhadi meyakini bahwa klausul terkait asuransi perokok sudah dikeluarkan dari RUU Pertembakauan. Namun, saat dihubungi kembali beberapa hari kemudian, anggota Komisi I DPR-RI itu meralat ucapannya. Menurutnya, klausul asuransi perokok kembali dimasukkan seminggu sebelum Baleg DPR rampung membahas RUU Pertembakauan.

"Saya yang men-drop itu, meminta untuk tidak dimasukkan. Dari awal saya tidak setuju, karena saya ingin membuat RUU ini untuk petani,” katanya. "Ada perdebatan antara anggota Baleg. terakhir dimasukkan karena banyak permintaan dari luar."

Sebenarnya tak hanya Taufiqulhadi yang menolak asuransi perokok. Muhammad Misbakhun, Anggota Baleg dari Fraksi Golkar, juga tak menginginkan penjaminan kesehatan untuk para perokok tersebut.

"Saya nggak setuju, kalau ingin membahas isu itu di tempat lain," katanya saat dihubungi pekan lalu.

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Atgas menjelaskan bahwa kemunculan asuransi perokok dalam draf beleid tembakau dilatarbelakangi oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga peradilan tersebut menetapkan bahwa Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBH-CT) bagi daerah penghasil bisa dialokasikan pada tiga sektor: Sarana-prasarana tembakau, kesehatan, dan lingkungan.

Namun, dalam perjalanannya, banyak penolakan disuarakan oleh pegiat antirokok. Mereka menentang jika negara harus menanggung biaya kesehatan para perokok. Atas dasar itu, Baleg memajukan konsep asuransi kesehatan sebagai jalan tengah.

"Pilihannya dua, konsep awalnya anggaran kesehatan diambil dari DBH-CT. Namun, ada usulan muncul kenapa tidak perokok membiayai diri sendiri," katanya, pekan lalu. "Kemudian muncul asuransi kesehatan khusus perokok. Di sisi lain, ini membuat BPJS Kesehatan bisa fokus maksimal membiayai asuransi lain."

Tulus Abadi, Ketua II Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, tegas menolak keberadaan asuransi kesehatan untuk perokok. Menurutnya, penjaminan itu hanya akan mendorong peningkatan konsumsi rokok di Tanah Air.

"Asuransi perokok buang-buang uang. Kalau mau mengendalikan, jadikan perokok itu berhenti merokok, jangan diasuransikan," katanya saat dihubungi terpisah.

Indonesia termasuk salah satu negara dengan konsumsi rokok tertinggi. Sekedar ilustrasi, berdasarkan data terbaru The Tobacco Atlas 2015, sebanyak 66 persen pria berusia di atas 15 tahun di Indonesia merupakan perokok. Ini menjadikan Indonesia menduduki posisi teratas, mengungguli Rusia (60 persen), China (53 persen), Filipina (48 persen).

Kemudian, Vietnam (47 persen), Thailand (46 persen), Malaysia (44 persen), India (24 persen), dan Brasil (22 persen). (mdk/yud)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Susun Aturan Turunan PP Kesehatan, Anggota DPR Minta Pemerintah Libatkan Pemangku Kepentingan
Susun Aturan Turunan PP Kesehatan, Anggota DPR Minta Pemerintah Libatkan Pemangku Kepentingan

Aturan ini telah luput dalam mempertimbangkan aspek tenaga kerja dan cukai yang menyertai produk tembakau dan rokok elektronik.

Baca Selengkapnya
Pekerja Tembakau: Harga Rokok Makin Mahal, Tak Aneh Muncul Rokok Ilegal
Pekerja Tembakau: Harga Rokok Makin Mahal, Tak Aneh Muncul Rokok Ilegal

Dari aspek ketenagakerjaan, industri rokok tidak sedikit menyerap tenaga kerja.

Baca Selengkapnya
Banyak Dikritik, Pemerintah Siap Terima Masukan soal Penyusunan Aturan Rokok Kemasan Polos
Banyak Dikritik, Pemerintah Siap Terima Masukan soal Penyusunan Aturan Rokok Kemasan Polos

Kedua beleid tersebut tengah mendapat sorotan hangat masyarakat luas karena dinilai memiliki dampak negatif yang signifikan.

Baca Selengkapnya
Jual Rokok Ketengan Bakal Dilarang, Apindo: Timbulkan Kegelisahan di Industri Tembakau
Jual Rokok Ketengan Bakal Dilarang, Apindo: Timbulkan Kegelisahan di Industri Tembakau

Sejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.

Baca Selengkapnya
Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos Berpotensi Tambah Rentetan PHK, Anggota DPR Minta Ini ke Pemerintah
Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos Berpotensi Tambah Rentetan PHK, Anggota DPR Minta Ini ke Pemerintah

Sejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.

Baca Selengkapnya
Apindo Khawatir Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos Bikin Konsumen Beralih ke Produk Lebih Murah
Apindo Khawatir Wacana Aturan Rokok Kemasan Polos Bikin Konsumen Beralih ke Produk Lebih Murah

Sutrisno Iwantono menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK berpotensi merugikan berbagai pihak.

Baca Selengkapnya
Aturan Produk Tembakau Dikhawatirkan Berdampak ke Maraknya Rokok Ilegal
Aturan Produk Tembakau Dikhawatirkan Berdampak ke Maraknya Rokok Ilegal

Petani tembakau meminta Kemenkes agar aturan produk tembakau di RPP Kesehatan untuk diatur terpisah.

Baca Selengkapnya
Bikin Heboh, Menkes Kaji Ulang Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
Bikin Heboh, Menkes Kaji Ulang Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Usai menuai polemik, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku akan mengkaji ulang aturan tersebut.

Baca Selengkapnya
Sederet Reaksi Pemerintah atas Rencana Kemasan Polos Rokok
Sederet Reaksi Pemerintah atas Rencana Kemasan Polos Rokok

Rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek masih menjadi sorotan.

Baca Selengkapnya
Suara Pengusaha Tanggapi Aturan Baru Industri Makanan dan Tembakau
Suara Pengusaha Tanggapi Aturan Baru Industri Makanan dan Tembakau

Protes yang dilayangkan banyak mencermati kurangnya partisipasi publik dalam penyusunan peraturan-peraturan terkait kesehatan.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Diminta Pertimbangkan Penolakan Larangan Produk Tembakau, Ini Alasannya
Pemerintah Diminta Pertimbangkan Penolakan Larangan Produk Tembakau, Ini Alasannya

Produk tembakau yang ada saat ini saja yaitu dalam PP Nomor 109 Tahun 2012 sudah cukup proporsional dan tetap bisa dijalankan.

Baca Selengkapnya
Asosiasi Rokok Elektrik Minta Pengaturan Zat Adiktif Terpisah, Ini Alasannya
Asosiasi Rokok Elektrik Minta Pengaturan Zat Adiktif Terpisah, Ini Alasannya

RPP Kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah terdiri dari 1.166 pasal. Dari 26 pasal yang ada, cenderung melarang terhadap IHT.

Baca Selengkapnya