Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kepalsuan laporan dana kampanye

Kepalsuan laporan dana kampanye kampanye PKS. ©2012 Merdeka.com

Merdeka.com - Kasus-kasus korupsi yang menimpa tokoh-tokoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat (PD), dan partai politik lainnya, menunjukkan masalah korupsi yang membelit partai politik sudah demikian akut. Sebelumnya, tak terbayangkan elit partai 'bersih' dan 'lugu' itu demikian rakus menjarah dana negara.

Penampilan elit kedua partai seakan menunjukkan tingkat keimanan dan ketaqwaan di atas rata-rata. Jidat dan jenggot adalah satu tanda, lirih dan sopan bertutur, adalah tanda yang lain. Apalagi mereka punya latar belakang aktivis organisasi mahasiswa berbendera agama. Siapa yang tidak terkesima dan percaya?

Jika cirik fisik, tutur kata, penampilan, dan laku sehari-hari (setidaknya yang tampak di televisi), masih belum meyakinkan betapa mereka adalah elit 'bersih' dan 'lugu', kinerja partai bisa jadi ukuran. Dalam dua pemilu terakhir, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, perolehan suara dan kursi PKS dan PD, melonjak. Ini wujud kepercayaan rakyat.

Berita Pemilu lainnya, bisa dibaca di Liputan6.com

Tidak ada tanda-tanda serius yang akan menghadang kesuksesan kedua partai itu di masa depan. Kader-kadernya semakin matang di legislatif maupun eksekutif setelah sepuluh tahun berpolitik. Sampai kemudian Bendahara Umum PD Muhammad Nazarudin dan Presiden PKSI Lutfi Hasan Ishaaq, tertangkap KPK. Semua jadi berantakan.

Kedua partai itu tidak bisa lagi mengelak atas kepalsuan yang selama ini meraka lakukan. Mereka tidak beda dengan partai-partai politik lain, yang telah banyak mengirimkan kader-kadernya ke penjara karena korupsi. Malah 'prestasi' PKS dan PD lebih hebat, karena mereka mengirim pimpinan puncak partai.

Berpegang pada pengakuan sejumlah saksi, tersangka, terdakwa, maupun terpidana, jelas bahwa pengumpulan uang korupsi itu didorong untuk memenuhi kebutuhan partai: dana operasional dan dana kampanye. Memang tak semua uang haram itu masuk ke partai; sebagian pasti masuk kantong pribadi.

Tetapi percayalah, penggunaan dana hasil korupsi itu tidak pernah dilaporkan. Bahkan dilaporkan sesama pengurus teras partai. Oleh karena itu jangan heran jika ada bendahara partai yang tidak tahu uang keluar dan uang masuk. Dan praktik ini sudah berlangsung sejak Pemilu 2004.

Lalu apa artinya laporan keuangan partai politik dan dana kampanye yang dibangga-banggakan partai politik selama ini? Tentu itu semua adalah catatan kepalsuan belaka, meskipun pengurus partai selalu bilang, "Laporan keuangan partai politik kami dan laporan dana kampanye kami, sudah diaudit."

Masih ingat kasus korupsi yeng membelit Rochmin Damhuri, Menteri Kelautan dan Perikanan pada zaman Megawati? Di pengadilan terungkap, Rochmin memberi dana kepada 6 partai politik (Partai Golkar, PDIP, PPP, PAN, PKB, dan PKS) sebesar Rp 885 juta. Silakan cek ke laporan keuangan partai atau laporan dana kampanye Pemilu 2004, tidak tercatat satu pun sumbangan dari Rochmin Damhuri.

Ini ada contoh kepalsuan lain yang dicatat ICW pada Pemilu 2009. Lembaga itu membandingkan laporan dana kampanye partai politik dengan belanja kampanye di media cetak dan televisi. Pemasangan iklan kampanye di media cetak nasional dan televisi nasional bisa dilacak dengan mudah, demikian juga dengan harganya.

Dari perbandingan tersebut, terdapat enam partai politik yang laporan belanja kampanyenya tidak sesuai kenyataan. Maksudnya, jumlah dana yang dikeluarkan untuk belanja di media cetak dan televisi oleh enam partai politik tersebut, masih lebih besar daripada yang dilaporkan.

Partai Golkar melaporkan, belanja kampanyenya sebesar Rp 142,9 miliar, padahal belanja di media cetak dan televisi saja habis Rp 277,3 miliar. Dengan demikian terdapat selisih Rp 134,4 miliar. Itulah dana yang tidak dilaporkan, alias digelapkan, yang juga dilakukan partai lain: PKS (Rp 38,4 miliar), Parta Hanura (Rp 25,6 miliar), PAN (Rp 53,2 miliar). PDIP (Rp 95,6 miliar), dan PPP (Rp 36,7).

Jika dibandingkan dengan belanja kampanye di media cetak dan televisi saja, sudah tampak berapa nilai uang yang digelapkan, berapa nilainya jika dibandingkan dengan biaya kampanye keseluruhan: pemasangan baliho dan alat peraga lainnya, pertemuan terbatas, rapat umum, sewa pesawat, dan lain-lain. Apakah Anda percaya dengan hingar bingar kampanye PD pada Pemilu 2009 hanya menghabiskan dana Rp 234,6 miliar, seperti dicatat dalam laporan dana kampanyenya?

Boleh saja mereka bangga diri: partainya paling hebat, partai paling bersih, partainya antikorupsi. Tapi waktu membuktikan, betapa banyak kepalsuan yang mereka lakukan. Mengapa undang-undang tidak mengatur secara tegas penggelapan dana ini? Jawabnya sederhana: mereka sendiri yang bikin undang-undang, wajar kalau tak mau menjebak diri sendiri. Karena itu jangan pertaruhkan masa depan republik ini pada partai politik! (mdk/tts)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Transaksi Dana Kampanye Janggal PPATK Bukti Dana Partai Politik Tidak Transparan
Transaksi Dana Kampanye Janggal PPATK Bukti Dana Partai Politik Tidak Transparan

Ternyata, dana ini tidak mengalami pergerakan yang signifikan, namun terjadi perputaran dana hingga mencapai triliunan rupiah

Baca Selengkapnya
VIDEO: Temuan PPATK Dana Haram Kampanye Mengalir Deras dari Mafia & Pelaku Korupsi
VIDEO: Temuan PPATK Dana Haram Kampanye Mengalir Deras dari Mafia & Pelaku Korupsi

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana memaparkan sejumlah temuan mengejutkan dalam proses politik

Baca Selengkapnya
PPATK Ungkap saat Masa Tenang Pemilu Banyak Aliran Uang Tidak Wajar
PPATK Ungkap saat Masa Tenang Pemilu Banyak Aliran Uang Tidak Wajar

Ditemukan tingginya transaksi penukaran uang pecahan Rp50 ribu dan Rp100 ribu ketika masa tenang.

Baca Selengkapnya
PPATK Endus Ada Aliran Dana Kampanye dari Tambang Ilegal
PPATK Endus Ada Aliran Dana Kampanye dari Tambang Ilegal

Menjelang Pemilu 2024, partai politik diimbau hindari dana ilegal.

Baca Selengkapnya
PPATK Ungkap Transaksi Mencurigakan Triliunan Rupiah Jelang Pemilu 2024
PPATK Ungkap Transaksi Mencurigakan Triliunan Rupiah Jelang Pemilu 2024

Angka transaksi mencurigakan tersebut mencapai triliunan rupiah dari ribuan nama.

Baca Selengkapnya
PPATK Temukan Transaksi Janggal Bendahara Parpol, Ganjar: Kalau Sumbernya Haram Tracingnya Lebih Gampang
PPATK Temukan Transaksi Janggal Bendahara Parpol, Ganjar: Kalau Sumbernya Haram Tracingnya Lebih Gampang

Ganjar mengatakan, jika benar ada pelanggaran harus segera ditindak.

Baca Selengkapnya
Ini Dampak Buruk yang Terjadi Jika Kepala Daerah Dipilih DPRD
Ini Dampak Buruk yang Terjadi Jika Kepala Daerah Dipilih DPRD

Tingginya biaya politik menjadi dalih pejabat partai politik hingga eksekutif, untuk melanggengkan wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD.

Baca Selengkapnya
PPATK Temukan Transaksi Janggal Bendahara Parpol, TKN Prabowo: Yang Berhak Mengusut Itu Penegak Hukum
PPATK Temukan Transaksi Janggal Bendahara Parpol, TKN Prabowo: Yang Berhak Mengusut Itu Penegak Hukum

Diduga transaksi keuangan itu untuk kepentingan penggalangan suara.

Baca Selengkapnya
PPATK Ungkap Temukan Aktivitas Keuangan Ilegal Selama Pemilu 2024, Libatkan Parpol hingga Pejabat Aktif
PPATK Ungkap Temukan Aktivitas Keuangan Ilegal Selama Pemilu 2024, Libatkan Parpol hingga Pejabat Aktif

Hal itu disampaikan saat rapat dengan Komisi III DPR

Baca Selengkapnya
PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan di Pemilu 2024, Ini Bunyi Aturan KPU Soal Dana Kampanye
PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan di Pemilu 2024, Ini Bunyi Aturan KPU Soal Dana Kampanye

PPATK menemukan transaksi mencurigakan di Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Uang Perahu Jelang Pemilu, Apa Itu?
Uang Perahu Jelang Pemilu, Apa Itu?

Uang perahu ini akan banyak ditemukan menjelang pemilu.

Baca Selengkapnya
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat

Ikhsan pernah melakukan penelitian saat pemilihan Walikota Serang, Banten tahun 2013 dan mendapati salah satu calon membayar Rp5 miliar.

Baca Selengkapnya