Transaksi Dana Kampanye Janggal PPATK Bukti Dana Partai Politik Tidak Transparan
Ternyata, dana ini tidak mengalami pergerakan yang signifikan, namun terjadi perputaran dana hingga mencapai triliunan rupiah
Ternyata, dana ini tidak mengalami pergerakan yang signifikan, namun terjadi perputaran dana hingga mencapai triliunan rupiah
Transaksi Dana Kampanye Janggal PPATK Bukti Dana Partai Politik Tidak Transparan
Pengamat Politik Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono menilai, data yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengindikasikan adanya transaksi janggal dalam pengelolaan dana politik, terutama terkait Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) dari Bendahara Partai Politik.
Ternyata, dana ini tidak mengalami pergerakan yang signifikan, namun terjadi perputaran dana hingga mencapai triliunan rupiah di masa kampanye dari rekening atas nama para kandidat yang masuk dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu.
"Data ini mengungkap bahwa transparansi dan akuntabilitas dana partai politik dan kandidat pejabat publik masih menjadi isu yang belum terselesaikan, menjadi masalah sistematik sejak awal reformasi 1998,"
kata Vishnu, Selasa (19/12).
merdeka.com
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa money politics masih menjadi masalah sistemik, dengan oligarki atau pemodal baik di tingkat nasional maupun daerah memiliki pengaruh besar terhadap pengambilan kebijakan di eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"Oligarki pada level nasional dan daerah dapat dengan leluasa tanpa pengawasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan sumbangan sebesar-besarnya kepada kandidat Presiden, Wakil Presiden, dan Calon Legislatif yang dianggap punya prospek tinggi untuk menang pemilu 2024 Ini menjadi perhatian serius karena berpotensi merugikan rakyat banyak," tukasnya.
Dia menyoroti fakta bahwa sebagian besar dana untuk keperluan kampanye politik tidak dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui RKDK, membuka peluang besar untuk pelanggaran Undang-Undang nomor 7 tahun 2017, terutama terkait batasan sumbangan individu maksimum Rp. 2,5 miliar, sumbangan kelompok maksimum Rp. 25 miliar, dan sumbangan badan usaha pemerintah dan non-pemerintah maksimum Rp. 25 miliar.
"Dengan demikian, oligarki dapat memberikan sumbangan sebesar-besarnya kepada kandidat dengan harapan ditukar dengan kebijakan publik yang menguntungkan kepentingan bisnis mereka, merugikan prinsip demokrasi dimana Kebijakan publik seharusnya melibatkan dan memberi manfaat bagi masyarakat luas," ujarnya.
Dia mendorong Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan dalam melakukan investigasi terhadap dana kampanye politik yang mencurigakan.
Hal ini diharapkan dapat mencegah terbentuknya kembali patronase ekonomi yang sudah berlangsung puluhan tahun antara elit partai politik dan pengusaha, yang berpotensi terjadinya jual beli jabatan publik dan timbulnya kebijakan publik transaksional yang merugikan masyarakat banyak.
"Tindakan tegas diperlukan oleh KPK, Polisi dan Kejaksaan untuk memastikan tegaknya integritas dalam proses pemilu 2024 demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam menyalurkan aspirasi politiknya," pungkasnya.