Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Meski tak jelas, RI tetap kaji perdagangan bebas Trans Pasifik

Meski tak jelas, RI tetap kaji perdagangan bebas Trans Pasifik

Merdeka.com - Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump berencana mengeluarkan negara adidaya itu dari Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans Pacific Partnership (TPP). Tak tanggung-tanggung, raja properti tersebut bakal langsung melakukannya sehari setelah dilantik pada 20 Januari mendatang.

Pernyataan Trump tersebut membuyarkan kesepakatan terkait liberalisasi arus dagang di lingkaran pasifik yang sudah diteken 12 negara di Selandia Baru, 4 Februari lalu.

Wajar saja, AS merupakan motor utama TPP. Selain Paman Sam, belasan negara penyokong TPP antara lain Jepang, Australia, Brunei, Kanada, Chile. Kemudian, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam.

Lantaran Trump pula, upaya Jepang meratifikasi TPP pekan lalu terlihat percuma. Sebab, TPP baru berlaku efektif jika diratifikasi setidaknya separuh dari 12 negara, sepanjang total gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai minimal 85 persen. Sementara, AS mendominasi 60 persen dari total PDB 12 negara penyokong TPP.

Respon pun datang dari Indonesia, sebagai negara yang belakangan tertarik bergabung ke dalam grup perdagangan negara penguasa 40 persen ekonomi dunia. Presiden Joko Widodo mengaku pernyataan Trump tidak berpengaruh banyak terhadap Indonesia. Sejauh ini, Indonesia baru sebatas mengkaji dokumen perjanjian kerja sama tersebut.

"TPP batal tidak ada pengaruhnya ke Indonesia," katanya usai membuka Kompas 100 CEO Forum di Jakarta Convention Center, 24 November lalu.

"Kalau terus, berarti kita ikut. Kalau tidak, ya berarti seperti biasanya."

Menurutnya, masih banyak kerja sama liberalisasi perdagangan yang bisa diikuti Indonesia. Dia berharap, kerja sama tersebut bisa membuka peluang ekspor sebesar-besarnya untuk Indonesia.

Hal senada diungkapkan Iman Pambagyo. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan itu menyebut pemerintah masih mengalkulasi untung-rugi jika Indonesia terlibat dalam TPP.

"Indonesia belum berunding untuk masuk TPP. Lha TPP-nya sendiri belum jelas, apa bisa diimplementasikan anggotanya atau tidak," katanya kepada Merdeka.com, pekan lalu.

"Keputusan pemerintah nantinya tidak ada hubungannya dengan sikap AS. Ukurannya apa cost dan benefit-nya bagi Indonesia dan pekerjaan rumah apa yang harus diselesaikan supaya benefit lebih besar."

Imam merupakan wakil ketua II tim koordinasi pengkajian keikutsertaan Indonesia dalam TPP. Tim lintas kementerian tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang diterbitkan pada 24 Februari 2016.

Jose Rizal Damuri, Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai Trump membuat nasib TPP menjadi tak jelas. Menurutnya, Paman Sam tak bisa begitu saja menarik diri dari kesepakatan kerja sama yang sudah digodog sejak sekitar sepuluh tahun silam.

Terlepas itu, dia menilai Indonesia bakal tertinggal jika tak terlibat dalam TPP atau kerja sama perdagangan bebas sejenis.

"Indonesia akan alami kerugian kalau berada di luar TPP," katanya saat dihubungi dalam kesempatan terpisah.

Dia mencontohkan Vietnam yang ikut mendukung penerapan TPP. "Perusahan besar dibangun di sana. karena dia bagian TPP, maka akses perusahan besar ke sana," katanya. "Dan ekspor Vietnam jauh lebih kompetitif dibanding Indonesia."

Berkaca dari itu, jika Indonesia bergabung dengan TPP atau kerja sama perdagangan bebas lain. Maka, Indonesia dinilai bakal memiliki pasar luar negeri dan daya tarik investasi lebih besar.

Untuk itu, pemerintah kudu bisa melakukan negosiasi dengan baik dan membenahi kelemahan struktur perekonomian dalam negeri guna menekan dampak negatif perdagangan bebas terhadap daya saing industri lokal.

Berdasarkan kalkulasi Australia Indonesia for Economic Governance (AIPEG), dengan menggunakan basis kinerja 2015, TPP diperkirakan membawa dampak berupa surplus ekonomi Indonesia sekitar Rp 34,4 triliun. Itu berasal dari surplus konsumen Rp 92,5 triliun dikurangi kerugian diterima produsen sebesar Rp 58,1 triliun.

Adapun produsen yang dijadikan sampel adalah 12 perusahaan pelat merah di bidang minyak dan gas, utilitas, dan perbankan. Kalkulasi juga didasarkan pada asumsi terjadi penurunan harga sebesar 10 persen yang dipicu oleh TPP.

(mdk/yud)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Meneropong Dampak Kemenangan Prabowo-Gibran Versi Quick Count ke Perekonomian Indonesia
Meneropong Dampak Kemenangan Prabowo-Gibran Versi Quick Count ke Perekonomian Indonesia

Hasil hitung cepat telah menunjukan sinyal kuat untuk satu putaran, maka tingkat kepastian ekonomi juga akan kembali.

Baca Selengkapnya
Benarkah Boikot Produk Israel Berpengaruh ke Perdagangan Indonesia? Begini Penjelasan BPS
Benarkah Boikot Produk Israel Berpengaruh ke Perdagangan Indonesia? Begini Penjelasan BPS

Komoditas impor dari Israel antara lain, mesin peralatan mekanis dan bagiannya, perkakas dan peralatan dari logam.

Baca Selengkapnya
Kabar Gembira, Harga Pertalite dan Solar Dipastikan Tak Naik Awal Bulan Depan
Kabar Gembira, Harga Pertalite dan Solar Dipastikan Tak Naik Awal Bulan Depan

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan bahwa saat ini Pertamina sedang meninjau kemungkinan penyesuaian harga BBM non-subsidi.

Baca Selengkapnya
Info Terbaru, Tarif Listrik Non Subsidi Tidak Naik hingga September 2024
Info Terbaru, Tarif Listrik Non Subsidi Tidak Naik hingga September 2024

Tarif adjustment listrik merupakan ketentuan tarif listrik bagi pelanggan non subsidi yang dievaluasi setiap tiga bulan secara berkala.

Baca Selengkapnya
Pemilihan Presiden 2024: Apa Dampaknya Bagi Para Investor?
Pemilihan Presiden 2024: Apa Dampaknya Bagi Para Investor?

Berikut dampak pemilihan presiden bagi para investor.

Baca Selengkapnya
Kemenhub Jawab Bos Garuda soal Evaluasi Tarif Batas Atas Tiket Pesawat
Kemenhub Jawab Bos Garuda soal Evaluasi Tarif Batas Atas Tiket Pesawat

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra meminta Kemenhub meninjau ulang TBA tiket pesawat.

Baca Selengkapnya
Ternyata, Ini Alasan Pertamina Tahan Harga BBM di Tengah Mahalnya Harga Minyak Dunia
Ternyata, Ini Alasan Pertamina Tahan Harga BBM di Tengah Mahalnya Harga Minyak Dunia

Harga BBM di SPBU Pertamina tidak mengalami kenaikan per 1 Maret 2024 ini.

Baca Selengkapnya
Ternyata Indonesia Belum Aksesi Jadi Anggota BRICS
Ternyata Indonesia Belum Aksesi Jadi Anggota BRICS

Indonesia secara resmi telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan BRICS pada KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, 23-24 Oktober 2024.

Baca Selengkapnya
Tarif PPN Bakal Naik 12 Persen di 2025, Sandiaga Uno: Tak Berdampak ke Sektor Pariwisata
Tarif PPN Bakal Naik 12 Persen di 2025, Sandiaga Uno: Tak Berdampak ke Sektor Pariwisata

Pemerintah akan mendengarkan berbagai masukan yang ada dari para pengusaha saat kenaikan tarif mulai diterapkan.

Baca Selengkapnya
Begini Dampak Saham Apple Usai Dilarang Jual iPhone 16 di Indonesia
Begini Dampak Saham Apple Usai Dilarang Jual iPhone 16 di Indonesia

Tim Cook pernah berjanji untuk membangun pabrik di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Zulkifli Hasan Bantah Industri Tekstil Gulung Tikar Akibat Aturan Impor Kemendag
Zulkifli Hasan Bantah Industri Tekstil Gulung Tikar Akibat Aturan Impor Kemendag

Zulhas menyebut, bahwa tren kebangkrutan industri tekstil dalam beberapa waktu terakhir tidak berkaitan dengan Permendag 8 2024.

Baca Selengkapnya