Perlukah Galon AMDK Terstandarisasi SNI Diberi Label 'Potensi BPA'? Ini Penjelasan IAKMI
IAKMI berpendapat bahwa label "Berpotensi Mengandung BPA" pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang telah terstandarisasi tidak diperlukan.
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) berpendapat bahwa pelabelan "Berpotensi Mengandung BPA" pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang telah terstandarisasi tidak diperlukan.
Mereka menekankan bahwa yang lebih krusial adalah adanya pengawasan yang ketat terhadap semua jenis produk air minum yang beredar di pasaran, bukan hanya terbatas pada kandungan Bisfenol-A (BPA) di dalam kemasan.
Ketua Umum IAKMI, Dr. Hermawan Saputra, dalam sebuah webinar yang diadakan oleh Pusat Riset Konsumen Ganesha, menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu merasa khawatir secara berlebihan terhadap galon AMDK yang telah terstandarisasi, khususnya yang telah mendapatkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
"Apalagi belum ada survei yang menemukan bahwa ada masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan akibat mengonsumsi AMDK yang sudah terstandarisasi itu," ungkap Dr. Hermawan pada Rabu (6/11/2024).
Menurut Dr. Hermawan, yang juga merupakan seorang akademisi dan pengamat kebijakan kesehatan di Indonesia, IAKMI lebih tertarik untuk melakukan survei terhadap masyarakat yang mengonsumsi produk air minum dari depot-depot air isi ulang dibandingkan AMDK yang sudah jelas terstandarisasi.
"Kami menemukan banyak kejadian yang dialami masyarakat yang mengonsumsi air minum dari depot air isi ulang. Ada orang yang mengalami diare, dan juga gangguan ISPA, terutama pada bayi dan balita," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa dari pantauan dan kajian cepat yang dilakukan IAKMI, penyakit yang dialami oleh masyarakat pengguna air minum isi ulang dari depot-depot tersebut lebih disebabkan oleh paparan bakteri yang terdapat di dispenser atau mesin pompa.
"Jadi, masalahnya bukan pada sumber air dalam galonnya, melainkan pada sanitasi dan higienitas prosesnya," katanya.
Penelitian menunjukkan bahwa galon air mineral dalam kemasan (AMDK) adalah aman untuk digunakan
Sebelumnya, Balai Besar Kimia, Farmasi, dan Kemasan (BBKFK) di bawah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menunjukkan bahwa tingkat migrasi Bisfenol-A (BPA) dari berbagai merek galon polikarbonat yang diteliti masih jauh di bawah batas aman yang ditetapkan oleh BPOM.
Dengan demikian, galon-galon tersebut dapat dianggap aman untuk digunakan sebagai kemasan air minum. Manajer Teknis BBKFK Kemenperin, Roni Kristiono, menjelaskan bahwa lembaganya baru-baru ini melakukan penelitian mengenai migrasi BPA pada galon polikarbonat dari berbagai merek.
"Sampai bulan ini kita ada delapan perusahaan yang mengajukan uji migrasi BPA dari galon polikarbonat," tuturnya.
Dari penelitian yang dilakukan, Roni mengungkapkan bahwa tidak ada hasil migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang melebihi ambang batas aman yang ditetapkan BPOM, yaitu sebesar 0,6 bpj.
"Kalau yang masuk ke kita, nilainya itu masih dalam batas ambang semua. Kita juga uji tiga kali setiap 10 hari, tetap masih di bawah batas ambangnya," tuturnya.
Rata-rata migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang diteliti menunjukkan angka yang masih jauh di bawah 0,012 bpj, dan beberapa di antaranya mencapai 0,1 bpj. Namun, semua hasil tersebut tetap berada di bawah batas ambang aman yang ditetapkan oleh BPOM," katanya.
Penelitian yang dilakukan oleh ITB
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) menegaskan bahwa galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang terbuat dari polikarbonat tidak mengandung zat berbahaya seperti BPA. Akhmad Zainal Abidin, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, menyatakan bahwa kelompok studi Polimer ITB telah melakukan pengujian keamanan dan kualitas air minum dari galon polikarbonat di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada migrasi BPA dalam sampel air minum yang diuji. "Semua sampel AMDK yang kami uji terbukti aman dan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BPOM, SNI, dan juga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," ungkap Zainal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK berdasarkan uji ilmiah yang independen dan dapat dipercaya. Zainal menjelaskan bahwa penelitian ini mengikuti metode uji baku yang berpedoman pada standar nasional dan internasional, termasuk yang ditetapkan oleh BPOM serta Peraturan Menteri Kesehatan.
Dengan memanfaatkan alat ukur mutakhir seperti High Performance Liquid Chromatography (HPLC), penelitian ini dapat mendeteksi migrasi BPA dengan akurasi yang sangat tinggi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa konsentrasi BPA dalam air minum jauh di bawah batas yang ditentukan oleh BPOM, yaitu 600 mikrogram per liter (0,6 ppm), dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter.