Aktivis Salim Kancil dibunuh seperti korban tragedi 1965
Merdeka.com - Sabtu pekan lalu menjadi hari paling kelabu bagi warga Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Bagaimana tidak, seorang warga Desa Selok Awar-Awar meregang nyawa karena dianiaya sekelompok orang.
Parahnya, penganiayaan terhadap Salim Kancil oleh 40-an orang dilakukan telanjang di depan warga. Kekejian yang mirip tragedi 1965. Sejarah paling gelap negeri ini yang membuat nyawa seakan tidak ada harganya.
Memang korban tewas dalam penolakan tambang pasir ini tidak sebanyak tragedi 1965, namun vulgarnya penganiayaan, ketakutan masyarakat dan tidak berdayanya negara, membuat dua kasus ini mirip.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Dimana kejadian pembunuhan terjadi? Kejadian itu mengudang perhatian yang kemudian neneknya keluar dari kamar.'Juga ditusuk oleh terduga pelaku saat keluar. (Urutannya) Bapaknya. Bapaknya, neneknya, baru ibunya,' ujar dia.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Bagaimana kerusuhan terjadi di Banyumas? Para suporter menyalakan flare dan kemudian merangsek masuk ke dalam stadion.
-
Apa yang terjadi di Peristiwa Situjuah? Peristiwa Situjuah merupakan salah satu rangkaian perjuangan berdarah bangsa Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949. Peristiwa ini terjadi pada 15 Januari 1949 kala subuh hari.
Dari investigasi yang dilakukan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Surabaya, peristiwa ini terjadi pada Sabtu kemarin (26/9), saat Salim dan Tosan, rekannya sesama aktivis Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa, menolak adanya penambangan pasir liar di desanya. Akibatnya, keduanya dikeroyok 40 orang pro-penambangan yang diduga kuat dibekingi perusahaan besar.
Tim Investigasi KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir mengatakan, kali pertama, kejadian ini menimpa Tosan. Dia digeruduk kelompok orang di rumahnya sekitar pukul 07.00 WIB.
"Tosan dijemput paksa di rumahnya. Tanpa banyak bicara, puluhan orang yang membawa pentungan kayu, celurit dan batu itu mengeroyok Tosan," terang Fatkhul di Surabaya, Senin (28/9).
Dikeroyok puluhan orang itu, Tosan berusaha menyelamatkan diri dan lari dengan motornya. Sayang, motor Tosan langsung ditabrak. "Kemudian Tosan diseret ke lapangan dan dihajar membabi-buta. Tubuhnya juga dilindas beberapa kali dengan motor para pelaku. Akibatnya, Tosan mengalami luka berat," lanjutnya.
Karena menderita luka-luka berat, Tosan langsung dilarikan ke Puskesmas Pasiran untuk kemudian dirujuk ke RSUD Lumajang dan RS Bhayangkara Lumajang.
Selesai melukai Tosan, gerombolan ini mencari Salim Kancil di rumahnya. Salim 'diambil' saat sedang menggendong cucu.
Seperti yang dilakukan pada Tosan, kelompok preman ini mengikat Salim dan menyeretnya menuju Balai Desa Selok Awar-Awar, yang berjarak sekitar dua kilometer dari rumah Salim.
Selain diseret, Salim juga dihajar dengan pukulan dan senjata selama perjalanan. "Sepanjang perjalanan menuju balai desa, gerombolan ini terus menghajar Salim dengan senjata yang mereka bawa. Ironisnya, penganiayaan ini juga disaksikan warga sekitar, yang ketakutan dengan aksi brutal ini."
"Di balai desa, tanpa peduli ada anak-anak yang tengah mengikuti pendidikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), gerombolan ini terus melakukan adegan brutal kepada Salim. Di dalam balai desa, Salim disetrum dengan alat listrik yang sudah disiapkan kelompok tersebut," ungkap Fatkhul.
Meski berada di dalam ruangan balai desa, tak satu pun perangkat desa yang keluar menghentikan aksi 'gila' tersebut. Salim Kancil pun tewas dalam aksi tak berperikemanusiaan itu. Salim tewas dalam kondisi telungkup di antara batu dan kayu berserakan di dalam ruangan balai desa.
Sekadar informasi, penolakan warga atas penambangan pasir liar di Lumajang ini sudah berlangsung lama. Penambangan pasir liar juga terjadi di beberapa daerah di Lumajang, seperti di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun. Aktivitas ini dilakukan oleh PT ANTAM.
Kemudian di Desa Pandanarum dan Pandanwangi, Kecamatan Tempeh. Semu aktivitas penambangan ini, memicu konflik hingga saat ini. Sementara pemerintah dan aparat setempat membiarkan konflik penambangan pasir besi di Lumajang selatan ini, hingga terjadi penganiayaan terhadap dua aktivis kontra-penambangan, yaitu Tosan dan Salim Kancil.
"Tambang-tambang pasir ini sudah diketahui ilegal dan merusak lahan pertanian di pesisir pantai. Tapi oleh pemerintah dan aparat setempat dibiarkan. Tak ada tindakan tegas," pungkasnya.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Simak foto langka suasana di Jakarta usai tragedi G30S. Banyak tank berkeliaran memburu anggota PKI.
Baca SelengkapnyaTangis kesedihan pecah saat pemakaman Kapten Pierre Tendean korban peristiwa G30S PKI.
Baca Selengkapnya74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
Baca SelengkapnyaRevolusi Sosial Sumatra Timur kisah kelam pembantaian kesultanan Melayu.
Baca SelengkapnyaSebelumnya Kapten Halim sempat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Ancol, lalu dipindahkan ke Kalibata
Baca SelengkapnyaMuseum Pancasila Sakti menjadi saksi bisu dari G30S/PKI.
Baca SelengkapnyaTNI versus Tokoh PKI Kebal Peluru, apa yang dilakukan untuk melawan PKI?
Baca SelengkapnyaPomdam Jaya/Jayakarta mengungkap motif pelaku terlibat dalam kasus dugaan penculikan, penyiksaan hingga tewas terhadap IM karena ekonomi.
Baca SelengkapnyaDi usianya yang masih muda, Chaerul sudah ikut dalam beberapa perhimpunan pergerakan nasional dalam melawan penjajah.
Baca SelengkapnyaSosok anggota polisi pertama di Indonesia yang dinobatkan jadi pahlawan revolusi.
Baca SelengkapnyaBerikut kesaksian pilu anggota KKO TNI AL saat berjuang di operasi Dwikora hingga nyaris meregang nyawa. Simak informasinya.
Baca SelengkapnyaDi Kota Padang, terjadi peristiwa bersejarah pada 27 November 1945 di sebuah sekolah bernama Sekolah Teknik Simpang Haru.
Baca Selengkapnya