Beda dengan Luhut soal Wacana Dwi Kewarganegaraan bagi Diaspora, Menkumham Singgung Sumpah Pemuda
Menkumham Yasonna H Laoly merespon wacana dwi kewarganegaraan untuk diaspora yang tengah mencuat. Dia menyinggung isi Sumpah Pemuda.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly merespon wacana dwi kewarganegaraan untuk diaspora yang tengah mencuat. Dia menyinggung isi Sumpah Pemuda yang hanya menyebutkan satu tanah air.
Beda dengan Luhut soal Wacana Dwi Kewarganegaraan bagi Diaspora, Menkumham Singgung Sumpah Pemuda
Yasonna mengaku munculnya wacana dwi kewarganegaraan setelah banyak tuntutan dari diaspora. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan karena adanya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
"Mereka diaspora Indonesia kita beri visa seumur hidup, multiple entri," ujar Yasona seusai meresmikan kantor baru Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulsel, Jumat (14/6).
"Dapat melakukan usaha di sini, bisnis, tentunya bayar pajak, dan dapat tinggal di sini. Itu yang dapat kita lakukan, tidak boleh memegang jabatan-jabatan publik, tidak boleh dipilih dan memilih. Jadi itu yang kita lakukan," sambungnya.
Indonesia menganut kewarganegaraan tunggal. Yasonna menyebut UU Kewarganegaraan menganut filosofi dari isi Sumpah Pemuda. Filosofi itu jauh sebelum Indonesia merdeka.
"Sumpah Pemuda yang 28 Oktober 1928. Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Berbangsa satu, bangsa indonesia. Berbahasa satu bahasa Indonesia," tegas Yasona.
"Gak disebut bertanah air dua, gak ada," sambungnya.
Sebelumnya, wacana dwi kewarganegaraan untuk diaspora ini mulanya disampaikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Wacana itu disambut oleh DPR dengan memasukkan revisi UU Kewarganegaraan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024.
Sementara itu, saat meresmikan kantor baru Kemenkumham Sulsel, Yasonna mendapatkan gelar adat Mangngassai Dg Makkulle dari kerjaan Gowa, Sulawesi selatan (Sulsel). Gelar adat tersebut memiliki makna sebagai pemimpin dituntut mengambil kebijakan yang baik, yang bisa menampung aspirasi masyarakat, dan mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan rakyat.
"Ini suatu kehormatan besar buat saya. Saya ucapkan terima kasih kepada paduka Raja Gowa di sini, penghargaan buat saya. Tentunya juga tanggung jawab, bukan hanya penghargaan," ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.