Dosen UNS Ubah Limbah Popok Jadi Peredam Suara
Merdeka.com - Dosen Ilmu Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Prabang Setyono berhasil menyulap limbah popok sekali pakai (Pospak) menjadi prototipe panel akustik atau peredam suara dalam ruang. Hasil karya yang diharapkan bernilai ekonomi tinggi tersebut melalui penelitian selama 8 bulan.
"Munculnya ide ini karena saya prihatin dengan keberadaan limbah pospak yang sulit terurai dan dalam jumlah besar di Indonesia. Selain itu, pola kebiasaan impor peredam suara atau panel akustik berbahan glasswool di Indonesia yang memiliki harga cukup mahal," ujar Prabang, Selasa (12/5).
Padahal, kata Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu Lingkungan UNS ini, bidang industri membutuhkan peredam suara dengan harga terjangkau, efektif, dan sebisa mungkin berbahan dasar lokal atau tidak perlu impor. Sebab, impor lambat laun akan menimbulkan ketergantungan.
-
Apa yang dihasilkan dari omah sampah plumpang? Omah Sampah Plumpang bisa menghasilkan 7 kuintal maggot dan 1 ton pupuk organik dari pengolahan sampah organik.
-
Alat apa yang dibuat Suko untuk mengatasi masalah sampah? Kondisi ini bisa menimbulkan keresahan. Hal inilah yang membuat Suko 'Tiwil' Siswanto, warga Desa Meteseh, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang tercetus ide untuk membuat alat pemusnah sampah dari bahan drum bekas.
-
Mengapa Suko membuat alat pemusnah sampah? Karena sampah semakin menggunung, ia pun tercetus ide untuk membuat alat yang bisa memusnahkan sampah dengan cepat.
-
Siapa yang membuat omah sampah plumpang? Pada tahun 2020 lalu, bertepatan dengan pandemi, Hamid beserta beberapa temannya menginisiasi Omah Sampah Plumbang.
-
Kenapa popok sekali pakai bisa tetap aman? Untungnya, kekhawatiran akan kemungkinan popok 'rusak' seiring berjalannya waktu umumnya tidaklah beralasan. Selama popok disimpan dengan benar, kemungkinan besar popok tersebut masih aman digunakan.
-
Siapa yang mengolah limbah jadi pupuk? Setiap hari para petugas di rumah potong hewan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Cilegon, Banten sibuk mengumpulkan kotoran sapi.
"Kemudian saya berpikir, sumber daya apa yang melimpah di kita, namun belum dimanfaatkan dengan maksimal. Sebagai orang lingkungan, saya juga berpikir dari aspek lingkungan dan bagaimana mengurangi waste atau limbah. Ketemulah pospak ini," jelasnya.
Menurut dia, sejak lahir hingga mampu buang air di toilet secara mandiri pada usia 3 tahun, setidaknya seorang bayi sudah menghabiskan sekitar 4.000 pospak.
"Pembuangan pospak itu masih sering sembarangan, misal di sungai. Semakin terendam di air, pospak semakin sulit diurai terutama gel di dalamnya. Bisa sepuluh tahun terawetkan. Itu juga dapat mengganggu kesehatan air sungai," katanya.
Pospak, dikatakannya, memang mengandung senyawa kimia Super Absorbent Polymer (SAP) sebanyak 42 persen yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air. Apabila terurai dalam air, zat kimia ini dapat berbahaya bagi lingkungan. Bahkan, meskipun dihilangkan dengan cara dibakar, gel di dalam pospak tidak dapat terbakar dengan baik.
Selain karena jumlah limbahnya yang besar, lanjut dia, pospak dipilih karena memenuhi kriteria bahan baku peredam suara atau panel akustik. Pertama, pospak berbentuk serabut-serabut. Kemudian memiliki celah pada bubuk-bubuk di dalamnya yang bertumpuk-tumpuk.
"Gelombang suara akan lebih mudah diredam atau diresapkan apabila celahnya bertumpuk-tumpuk. Ini lebih efektif daripada yang datar (flat)," terangnya.
Pospak yang notabenenya dikenakan untuk buang air, tentu setelah dipakai mengandung bakteri dan beragam kuman bawaan dari hasil ekskresi tubuh. Hal ini pun menimbulkan aroma tidak sedap. Maka dalam proses pembuatannya, masih kata Prabang, harus terlebih dahulu dilakukan desinfektan dengan cairan clorin kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari agar mikroba infeksinya hilang.
Tetapi, bagaimana pun menurut dirinya, pospak memiliki kesan kurang apik dan estetis untuk menjadi peredam suara interior ruang. Oleh karenanya, ia kemudian memanfaatkan kertas daur ulang yang biasa digunakan untuk tempat menaruh telur sebagai luaran atau casing-nya.
"Bentuknya itu kan berlekuk-lekuk, ini sangat bagus untuk meredam suara. Secara estetikanya juga bagus. Tapi karena ini masih prototipe, maka belum terlalu rapi pengemasannya," katanya.
Sadar akan kebutuhan strategi industri untuk produk ini, Prabang turut menggandeng Hary Setianto dari Teknik Industri untuk menyusun strategi pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan industri hingga sampai ke hilir atau masyarakat. Ia juga berencana melakukan penelitian payung bersama mahasiswa untuk terus mengembangkan produk ini.
"Mahasiswa nanti dapat meneliti dimensi atau bentuknya agar tidak melulu berbentuk persegi. Atau bisa juga casing selain kertas daur ulang," ucapnya.
Penelitian dan karya ini juga dipandang Prabang sebagai sebuah circular economy atau lingkaran ekonomi. Yakni bagaimana mendaur ulang limbah tanpa nilai menjadi teknologi tepat guna dan ramah lingkungan yang dapat bernilai jual tinggi.
Ia berharap produk ini dapat menggantikan peredam suara sintetis dari gipsum dan peredam suara glasswool yang selama ini beredar di pasaran dengan harga yang lebih terjangkau. Selain itu, pemulung yang juga berperan dalam pengumpulan bahan, dapat meningkat penghasilannya.
"Saat ini kami masih dalam tahap sosialisasi prototipe dan pengajuan proposal pendanaan penelitian lebih lanjut. Saya sangat berharap, segera difabrikasi dan dapat sampai ke hilir sehingga bermanfaat bagi masyarakat dalam skala besar. Setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dulu," pungkas Prabang.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Selain sampah plastik, bahan-bahan yang perlu disiapkan untuk membuat inovasi itu antara lain semen, pasir, dan oli.
Baca SelengkapnyaAmorpho Coagulation Tech berhasil lolos Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta dari Kementerian Pendidikan Kebudayan dan Pendidikan Tinggi pada 2023.
Baca SelengkapnyaInovasi ini muncul karena permasalahan warga desa yang kurang efektif dalam mengelola limbah kotoran sapi
Baca SelengkapnyaHasil pembakaran sampah itu bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, sementara asapnya bisa disuling menjadi pupuk cair.
Baca SelengkapnyaPot yang dibuat juga diberi warna sesuai pesanan, seperti merah, garis-garis dan juga putih. Antara warna, motif dengan bunga menyatu indah di pot.
Baca SelengkapnyaPetugas UPS Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Kecamatan Jatinegara menjual ondel-ondel mini dari galon bekas ini seharga Rp50 ribu per buah.
Baca SelengkapnyaMereka berharap inovasi ini bisa dipatenkan dan diproduksi secara massal.
Baca SelengkapnyaSelain berukuran lebih besar dari rumput biasa, rumput purun juga lebih kokoh dan tentunya ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaBegini kisah dosen Unisba rela urus sampah di kampus
Baca SelengkapnyaPemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat melalui Bagian Umum dan Protokol (Umprot) membuat alat yang bisa menangkap polutan di udara.
Baca SelengkapnyaKondisi pembuangan sampah di Jogja makin mengkhawatirkan usai TPST Piyungan ditutup sementara.
Baca SelengkapnyaAlat ini juga tidak membutuhkan aliran listrik maupun bahan bakar seperti minyak, gas.
Baca Selengkapnya