Empu Rizal, Keris Dalam Tempaan Generasi Muda
Merdeka.com - Afrizal Fadil Azizi menggeluti profesi yang di masa kini tidak banyak orang minati. Laki-laki berusia 35 tahun itu, tergolong punya selera kerja antik. Itu bisa dilihat dari ruang kerjanya di gubuk berdinding bambu di area situs Sela Kyai, Desa Karang Klesem, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas.
Di dalam gubuk berukuran 4 x 5 meter itu, ada tungku tempat menyepuh besi. Wadah air. Lalu palu-palu dan pencapit besi ditata berjajar. Bara api, ia akrabi sebagai bagian wajar dari profesi yang ia geluti.
"Sejak tahun 2018, saya memulai kepengrajinan keris atau seni pamor. Menjadi Empu saya maknai sebagai darma kebudayaan," kata Afrizal yang akrab disapa Empu Rizal ini pada Merdeka.com.
-
Di mana alat kayu itu ditemukan? Para ilmuwan menemukan artefak berusia 500.000 tahun yang dapat mengubah pemahaman tentang kehidupan manusia purba. Penelitian yang diterbitkan di Nature Journal mengungkap penemuan alat kayu di Air Terjun Kalambo, Zambia.
-
Kenapa tapai ember khas Kuningan? Wadah penjualan yang khas untuk tapai Kuningan adalah ember plastik yang dipakai untuk menjualnya. Tak ayal, makanan ini pun dikenal dengan nama Tapai Ember.
-
Mengapa tungku tanah liat penting? Akhir pekan lalu, orang-orang bersorak dan bertepuk tangan ketika tim mengeluarkan tungku tanah liat yang mungkin digunakan oleh pengrajin logam pada zaman perunggu untuk membuat senjata, perkakas, dan perhiasan, yang diyakini hanya merupakan penemuan kedua dari jenisnya yang ditemukan di Inggris dan dianggap sebagai penemuan yang sangat penting bagi dunia internasional.
-
Apa fungsi kapak perunggu? Temuan ini pertama kali dilaporkan oleh seorang penggemar sejarah bernama Denis Konkol, yang kemudian memberitahu pihak berwenang setempat. Di Polandia, dilarang melakukan pencarian artefak dengan detektor logam, baik untuk penggunaan komersial atau pribadi kecuali mendapat izin, dan semua temuan harus dilaporkan dan menjadi milik negara. Setelah melakukan pemeriksaan di lokasi penemuan, arkeolog menemukan kelima kapak tersebut dalam radius beberapa puluh meter, terkubur pada kedalaman 20 hingga 30 sentimeter di bawah lapisan rumput dan humus.
-
Bagaimana cara batu tersebut digunakan? Batu kuno itu rupanya adalah peninggalan zaman Romawi yang dipakai menumbuk atau menggiling buah zaitun untuk diambil minyaknya.
-
Dimana Serumbung Sumur digunakan? Serumbung sumur dahulu sangat berguna bagi permukiman di lingkungan keraton dan masyarakat sekitar.
Empu Rizal bercerita, keterpanggilannya menggeluti seni pamor tak lepas dari kecintaannya pada keris. Ia memandang, keris tak semata pusaka, tapi benda seni yang menyimpan jejak panjang sejarah Nusantara.
Sayangnya, meski keris telah digolongkan sebagai benda budaya yang diakui oleh Unesco bahkan ditetapkan sebagai intangible heritage of humanity, tak banyak generasi muda yang terjun menggeluti seni kepengrajinan keris. Regenerasi kepengrajinan keris bisa dikata mandek.
"Karena sudah jatuh hati ke keris, saya memutuskan ngangsuh kawruh (belajar) babagan tosan aji (kepengrajinan keris). Saya belajar teknik menempa. Bagaimana mengatur kekuatan pukulan, memastikan letak pukulan, memahami insting pijar sebuah logam, juga bagaimana mencampur besi, meteorit dan baja," kata Rizal.
Tempat Empu Rizal menimba ilmu, ia peroleh dari Empu Basuki Teguh Juwono di padepokan keris Brodjo Buwono, Solo, Jawa Tengah. Di sana, selama 1 tahun, ia nyantrik. Empu Rizal memulai pembelajarannya sebagai panjak atau asisten pembantu empu. Tugasnya, yaitu menempa besi panas sesuai perintah empu, mengatur bara api, membantu proses pengikiran keris, dan lainnya. Selama nyantrik, ia sempat membuat 2 keris jenis lurus dan satu keris jangkung.
Tahun 2017, Rizal lalu memutuskan pulang kampung ke Banyumas. Kembali ke kampung halaman, tekadnya bulat untuk mendirikan besalen tosan aji. Ia lalu memutuskan mendirikan besalen di situs Sela Kyai, lokasi yang di masa silam konon tempat perlindungan laskar Pangeran Diponegoro. Satu tahun kemudian, besalen ini mulai beroperasi.
Sampai saat ini, kurang lebih Empu Rizal telah membuat 7 keris. Standar pembuatan 4-6 bulan terkait dengan bahan, bentuk keris atau model pamor. Bahan yang dibutuhkan: besi, meteorit atau nikel dan baja.
Kebutuhan lainnya, arang sebanyak 20 karung. Hal ini juga tergantung pada proses pelipatan besi. Semakin banyak lipatan, maka arang yang dibutuhkan semakin banyak pula.
"Sari-sarining wesi. Sudah bersih dari campuran. Penyusutannya, dari berat besi 20 kg jadi sekitar 500 gram," kata Empu Rizal.
Karakter pemesan keris di Besalen Sela Kiai, umumnya terkait dengan profesi yang menjadikan keris sebagai ageman atau pegangan. Keris Pasopati misalnya untuk kepangkatan di militer sebab melambangkan kesatria. Untuk penulis misalnya, keris dengan pamor uler lulut. Sedang, bagi orang yang menggeluti dunia hukum biasanya keris sempono bungkem. Pembuatan jenis keris juga disesuaikan dengan hajat dan weton pemesan.
"Di masa silam keris memang terkait dengan strata sosial, sebagai piyandel kelengkapan sandangan. Beberapa keris yang saya buat, pemesannya ada yang berprofesi sebagai pengusaha, politikus dan pegawai negeri sipil," ujar Rizal.
Jatuh hati pada keris memang memiliki keaneka ragaman latar belakang. Salah satu kolektor keris di Banyumas, Wahyu Seto Aji, bercerita sudah menyukai benda-benda tosan aji karena pengaruh keluarga. Ia mengenang, kakeknya banyak menyimpan keris dan tombak. Aji pun makin jatuh hati ke keris yang tersematkan di dalam kisah-kisah pewayangan. Misalnya, ia mengagumi Arjuna yang memiliki keris pulang geni.
Aji percaya keris memiliki kandungan harapan leluhur yang tersimbolisasi di pamor keris. Apalagi pembuatan keris oleh seorang empu tidak sembarangan yakni melalui suatu tirakat. Keris pun ditempa dari bahan-bahan berkualitas dan terpilih.
"Saya tiap hari membawa keris. Karena keris ini warisan dari keluarga. Pamor keris yang saya miliki jenisnya banyu mili. Pamor ini simbolisasi doa aliran rezeki. Saat ini, di rumah saya menyimpan 5 keris," kata Aji pada merdeka.com di Besalen Sela Kyai.
Aji turut bangga di Banyumas muncul seorang empu muda. Ia memandang, kepengrajinan keris yang digeluti oleh Empu Rizal termasuk pilihan hidup yang butuh keberanian. Pasalnya, keberadaan keris acapkali disalah pahami sebagai benda mistik.
"Di mata saya, Empu Rizal adalah seorang penjaga tradisi. Menjadi empu di zaman sekarang tentu bukan hal mudah ketika tak banyak orang memahami lagi seluk beluk keris," ujar Aji.
Di Besalen Sela Kyai, Empu Rizal memang kerap dikunjungi para penggemar keris. Mereka acapkali berdiskusi tentang keris baik dari segi sejarah maupun tatanan sosial dan politik masyarakat Jawa. Empu Rizal bersyukur, darma bakti untuk ikut serta melestarikan budaya adiluhung Nusantara lambat laun mempertemukannya dengan orang-orang yang memiliki minat mendalam untuk menghayati dunia perkerisan.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak enam belas gubug produksi pandai besi menjadi pemandangan unik di kampung tersebut.
Baca SelengkapnyaSenjata ini sudah biasa biasa digunakan oleh masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti berkebun
Baca SelengkapnyaDi balik fungsinya yang sangat penting, senjata ini juga kaya makna filosofis.
Baca SelengkapnyaBengkel tempa di bawah naungan Juru Sembelih Halal (Juleha) ini dalam setiap bulan mampu meproduksi 40 beragam jenis pisau sembelih.
Baca SelengkapnyaWarga setempat hanya membutuhkan dua bilah bambu untuk menjalankan tradisi Miruha.
Baca SelengkapnyaTungku raksasa atau yang dikenal dengan sebutan jobong dulu digunakan sebagai tempat pembakaran batu kapur.
Baca SelengkapnyaBejo Wage Suu pada awalnya merupakan seorang teknisi bengkel yang belajar seni liping secara otodidak
Baca SelengkapnyaDi kampung Cipari ada puluhan perajin golok dengan metode pembuatannya yang masih tradisional.
Baca Selengkapnya