Gelombang Penolakan RUU Kesehatan
RUU Kesehatan dianggap minim urgensi dan kualitas. Banyak celah kelemahan dan RUU ini.
Gelombang Penolakan RUU Kesehatan
Tak hanya dari tenaga kesehatan dan medis tapi praktisi kesehatan.
RUU Kesehatan menuai penolakan
Lima organisasi profesi kesehatan sudah dua kali melakukan demo besar-besaran di Jakarta.
Demo pertama, pada 8 Mei 2023 di kawasan patung kuda, Jakarta Pusat. Kedua, 5 Juni 2023 depan Gedung DPR, Senayan.
RUU Kesehatan tengah dibahas Komisi IX DPR bersama pemerintah. RUU yang mulai bergulir 2022 lalu ini mengatur banyak hal. Mulai dari hak dan kewajiban pasien hingga registrasi tenaga kesehatan.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkap alasan RUU Kesehatan memicu gelombang penolakan. Salah satunya karena pembahasan tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan. Padahal, organisasi profesi merupakan stakeholder utama dan merupakan front-liner pelayanan kesehatan.
Selain itu, pembahasan RUU Kesehatan minim transpransi.
"Sejak awal, RUU ini dibuat diam-diam. Entah apa motifnya," kata pengurus PB IDI Iqbal Mochtar.
RUU Kesehatan juga dinilai minim kejelasan.
Hingga hari ini, tidak ada penjelasan rasional dan transparan terkait penggantian UU lama. Tidak pernah terdengar juga adanya diskusi atau telaah ilmiah RUU ini, apalagi melibatkan perguruan tinggi.
"RUU ini minim pembagian peran. Terlihat jelas gesture monopoli. Menteri Kesehatan menjadi super-body; penentu dari semua persoalan kesehatan dari hulu ke hilir."
Ketua Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) Iqbal Mochtar.
This is source 2
RUU Kesehatan juga dianggap minim urgensi dan kualitas. UU merupakan produk legislasi krusial yang mempengaruhi hayat hidup orang banyak. Sehingga pembuatannya harus kredibel, akurat, dan ilmiah. Namun, RUU Kesehatana dinilai banyak celah kelemahan, misalnya pada Pasal 268 dan 269.
Pasal 268 menyebutkan pasien berhak menolak usulan penatalaksanaan dari tenaga kesehatan. Sementara Pasal 269 menyatakan pasien wajib mematuhi nasihat tenaga kesehatan.
"Mestinya RUU ini dipending dulu. Didesain ulang secara adekuat dan kredibel dengan melibatkan tim profesional dibidang Public Health Policy serta para stakeholder."
Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah, Iqbal Mochtar.