Harvey Moeis dan Sandra Dewi Jadi Peserta BPJS Kelas 3 Sejak Maret 2018
Dinas Kesehatan terus berupaya meningkatkan partisipasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta telah mengonfirmasi bahwa Harvey Moeis, terpidana kasus korupsi timah, terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI) dalam program BPJS Kesehatan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, setelah adanya perbincangan hangat di media sosial mengenai status kepesertaan Harvey Moeis dan istrinya, Sandra Dewi.
Ani menjelaskan bahwa pihaknya terus berupaya mendorong kepesertaan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tanpa mempertimbangkan status sosial ekonomi warga, demi memenuhi hak kesehatan bagi seluruh penduduk Jakarta. Hal ini merupakan implementasi dari kebijakan Universal Health Coverage (UHC) yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.
"Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 169 Tahun 2016 tentang Kepesertaan dan Jaminan Pelayanan Kesehatan, pada periode 2017-2018, Pemprov DKI Jakarta melaksanakan percepatan UHC untuk memastikan seluruh penduduk DKI Jakarta mendapatkan akses layanan kesehatan," ujarnya yang dikutip dari Antara, Senin (30/12).
Selama periode tersebut, Pemprov DKI Jakarta memiliki target dari pemerintah pusat untuk mendaftarkan 95 persen penduduk sebagai peserta JKN. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada seluruh warga DKI Jakarta.
"Pergub tersebut menunjukkan komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam memberikan akses layanan kesehatan kepada masyarakat yang belum terdaftar dalam JKN. Pergub ini melindungi hak kesehatan masyarakat Jakarta secara penuh," tambah Ani.
Lebih lanjut, Ani menjelaskan bahwa penduduk yang memenuhi kriteria administratif, seperti memiliki KTP DKI Jakarta dan bersedia dirawat di kelas 3, dapat didaftarkan oleh perangkat daerah setempat (lurah/camat) sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD.
"Ini termasuk Harvey Moeis dan Sandra Dewi yang terdaftar sejak 1 Maret 2018. Namun, sejak tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta sedang menata ulang data penerima PBI APBD agar lebih tepat sasaran," ungkap Ani.
Proses penataan ulang bertujuan agar PBI APBD dapat lebih tepat sasaran, salah satunya dengan mengintegrasikan fakir miskin dan masyarakat tidak mampu ke dalam segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) yang dibiayai oleh pemerintah pusat.
Selain itu, ada penekanan kepada pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerja mereka ke segmen PPU (Pekerja Penerima Upah). Kampanye "Mandiri itu Keren" juga dilaksanakan untuk mendorong masyarakat yang mampu membayar iuran secara mandiri.
"Saat ini, Pemprov DKI Jakarta sedang melakukan revisi terhadap Peraturan Gubernur Nomor 46 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan untuk menyesuaikan kriteria peserta PBI APBD. Tujuannya adalah agar bantuan ini benar-benar dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan, dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan transparansi dalam pelaksanaannya," tutup Ani.
Kepesertaan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meliputi beberapa segmen. Pertama, ada PPU (Pekerja Penerima Upah), yaitu peserta yang didaftarkan oleh pemberi kerja. Selanjutnya, terdapat PBI JK (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan) yang merupakan peserta yang iurannya ditanggung oleh pemerintah pusat untuk masyarakat yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu.
Selain itu, ada PBPU BP (Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja/Peserta Mandiri) yang merupakan peserta yang membayar iurannya secara mandiri.
Terakhir, PBI APBD (Penerima Bantuan Iuran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) adalah peserta yang preminya ditanggung oleh Pemerintah Daerah melalui APBD.
"Kami akan berkoordinasi juga dengan BPJS Kesehatan terkait revisi Pergub, sehingga perlindungan kesehatan bagi setiap warga bisa terpenuhi tetapi tepat sasaran," tutup Ani.
Pernyataan tersebut menunjukkan komitmen untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan akses layanan kesehatan yang memadai.
Dengan adanya koordinasi ini, diharapkan program yang ada dapat berjalan lebih efektif dan efisien, serta menjangkau masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Hal ini penting agar tidak ada yang terabaikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kesehatan masyarakat.