Jejak abdi Sultan Baabullah dan kerukunan di Masjid Al Muttaqin
Merdeka.com - Masjid Al Muttaqin terletak di antara pemukiman penduduk di Kampung Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan Wenang, Kota Manado. Masjid ini dapat diakses melalui sebuah gang antara Jalan Sam Ratulangi dan Jalan Pierre Tendean.
Masjid itu diklaim sebagai yang tertua di Manado. Bangunannya terbilang sederhana, dengan dua lantai yang belum sepenuhnya rampung.
Keberadaan Masjid Al Muttaqin tak lepas dari sejarah masuknya Islam di kota ini yang dibawa oleh para pengikut Sultan Baabullah dari Ternate. Pada masa kejayaannya, kekuasaan Sultan Baabullah disebut mencakup 72 pulau di wilayah timur Indonesia, termasuk Sulawesi bagian utara. Dua kapal pengikut Sultan Baabullah yang berprofesi sebagai nelayan mendarat di pesisir pantai Manado dan Kepulauan Sangihe pada sekitar 1775.
-
Siapa yang membangun masjid itu? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
-
Siapa yang membantu Mbah Muljadi membangun masjid? Selama proses mendirikan masjid, Mbah Muljadi dibantu oleh Mbah Muso dan istrinya yang bernama Mbah Badrijah, pasutri asal Madura, serta Mbah Sayyid Salim dari Cirebon.
-
Kapan masjid itu dibangun? Situs arkeologi Alto da Vigia, di dekat Praia das Maçãs di garis pantai Sintra, mengungkap keberadaan masjid kedua yang berasal dari abad ke-11 dan ke-12 ini.
-
Dimana masjid kuno itu ditemukan? Situs arkeologi Alto da Vigia, di dekat Praia das Maçãs di garis pantai Sintra, mengungkap keberadaan masjid kedua yang berasal dari abad ke-11 dan ke-12 ini.
-
Di mana masjid itu? Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
"Jadi sejarah masuknya Islam di Manado bukan dibawa oleh orang-orang Jawa. Namun oleh para pengikut Sultan Baabullah. Yang pertama mendarat di Manado karena tertarik dengan keindahan terumbu karang di sini, yang kedua mendarat di Kepulauan Sangihe," ujar Imam Masjid Al Muttaqin, H. Muhammad Al Buchari, saat berbincang dengan merdeka.com di kompleks masjid, Kamis (23/6) lalu.
Selain mencari ikan, rombongan dari Ternate tersebut berdakwah dan mengajarkan Islam. Mereka mendiami pesisir Pantai Pondol kemudian membangun musala berukuran kurang lebih 8 x 8 meter, dengan jumlah jamaah baru sekitar 30 orang. Musala ini yang kemudian berubah menjadi Masjid Al Muttaqin yang artinya orang-orang bertakwa.
Dari Pondol, beberapa warga kemudian mencari wilayah baru dan mendiami kawasan Kali Mas di daerah Calaca. Abrasi pantai membuat mereka terdesak dan pindah ke daratan atas dan mendiami wilayah Ketang Tua. Selain alasan banjir, populasi warga yang terus berkembang membuat mereka bergeser sedikit dan membangun kampung Ketang Baru, serta Kampung Ternate di wilayah Kecamatan Singkil saat ini.
Masjid Al Muttaqin, dikatakan Imam Buchori, menjadi tempat persinggahan kafilah (rombongan) dari Jawa, Pakistan, dan Arab dari waktu ke waktu. Rombongan pedagang ini kerap beristirahat di masjid sebelum memutuskan menetap atau pun melanjutkan perjalanan.
Pada masa pendudukan Jepang di Manado, masjid ini sempat hancur lebur akibat pengeboman tentara sekutu. Hal ini dikarenakan Kampung Pondol merupakan salah satu basis pendudukan tentara Jepang saat itu. Masjid kemudian dibangun kembali dan mengalami beberapa kali renovasi sejak 1973. Bangunan yang awalnya hanya satu lantai, berubah menjadi dua lantai seiring bertambahnya jamaah kini berjumlah sekitar 500 orang.
Menariknya, pembangunan masjid tak lepas dari peran warga Nasrani di sekitar. Bahkan pengecoran lantai dua dilakukan oleh umat Nasrani sebagai bentuk solidaritas dan kerukunan telah terjalin lama. Warga lintas agama di kompleks ini tak pernah terlibat bentrok.
"Coba lihat selama ini kalau pernah ada bentrokan warga di Pondol ini," tutur Buchori.
Selama ini, warga muslim setempat berbaur dan menunjukkan toleransi tinggi. Kemesraan diperkuat dengan ikatan kekeluargaan diakibatkan oleh perkawinan antara penduduk lokal, dengan pendatang dari Ternate.
"Malah kalau ada warga yang meninggal, kaum Nasrani membantu menggali lubang kubur, begitu pun sebaliknya," papar lelaki berusia 77 tahun ini.
Hal menarik lainnya dari lokasi masjid itu, yakni Kampung Pondol, ternyata pernah menjadi tempat pembuangan keluarga keraton Yogyakarta. Yaitu Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono V. Dia dibuang bersama putranya, Pangeran Arya Suryeng Ngalaga.
"Makanya dulu Kampung Podol terbagi tiga, yaitu Pondol Keraton di bagian utara. Di sini Pondol Raden Mas, dan ada juga nama lain, yakni Pondol Texas di bagian selatan," jelas Buchori.
Bagian bangunan masjid tak terlalu besar. Hanya sekitar 10 x 10 meter. Di ruang utama terdapat empat pilar masing-masing berukuran sekitar satu pelukan orang dewasa, dengan tinggi kurang lebih 3,5 meter. Ke empat pilar menopang lantai bagian atas. Ruangan ini dilengkapi karpet hijau bermotif masjid. Tempat mengambil air wudhu berada di sisi utara bangunan. Sedangkan tangga menuju lantai atas terletak di sisi kanan gedung. (mdk/ary)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bangunan yang hampir seluruh bagiannya menggunakan kayu itu menjadi bagian dari sejarah masuknya Islam di Sumbar yang berlangsung sejak ratusan tahun.
Baca SelengkapnyaMasjid yang semula kecil dan sederhana ini, kini menjelma menjadi bangunan indah.
Baca SelengkapnyaBangunan masjid yang berada di perbatasan kota Bukittinggi ini dibangun pada abad ke-19 oleh seorang ulama bernama H. Abdul Majid.
Baca SelengkapnyaPada awal pendiriannya, masjid ini hanya diperuntukkan keluarga keraton.
Baca SelengkapnyaMasjid ini dulu sering mengadakan pengajian sebagai salah satu cara melawan kolonial Belanda.
Baca SelengkapnyaMasjid ini jadi sisa peninggalan Kesultanan Banten yang masih tersisa.
Baca SelengkapnyaMakam para ulama ini terletak di pemakaman umum desa.
Baca SelengkapnyaMasjid Quba merupakan masjid pertama yang dibangun Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Baca SelengkapnyaBanyak penutur sejarah yang menyebut bahwa masjid ini dibangun pada tahun 1755,
Baca SelengkapnyaMasjid itu sudah eksis bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Baca SelengkapnyaMasjid ini memiliki gaya arsitektur Arab yang dipadu dengan Jawa.
Baca SelengkapnyaMengingat usianya yang begitu tua, masjid ini punya sejarah yang panjang
Baca Selengkapnya