Jokowi soal Polemik Penanganan Kasus Kepala Basarnas: Itu Masalah Koordinasi
Jokowi menilai, polemik penanganan kasus suap Henri Alfiandi hanya masalah koordinasi KPK dan Puspom TNI.
Puspom TNI tak terima KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka suap.
Jokowi soal Polemik Penanganan Kasus Kepala Basarnas: Itu Masalah Koordinasi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi buka suara soal polemik penanganan kasus dugaan suap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi. Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI tak terima keputusan KPK dan menilai cacat prosedur. Jokowi mengatakan, polemik penanganan kasus suap Henri Alfiandi hanya masalah koordinasi KPK dan Puspom TNI."Ya itu menurut saya masalah koordinasi ya, masalah koordinasi yang harus dilakukan,"
kata Jokowi usai meresmikan sodetan Ciliwung di Jatinegara Jakarta Timur, Senin (31/7).
merdeka.com
Jokowi menegaskan, setiap instansi harus menjalankan kewenangan sesuai aturan. Bila hal itu dilakukan, maka tak akan muncul polemik penanganan kasus. "Semua instansi sesuai dengan kewenangan masing masing, menurut aturan, udah. Kalau itu dilakukan, rampung," ujarnya.
Jokowi kemudian berbicara soal perwira tinggi TNI yang menduduki jabatan sipil. Dia mengaku akan segera mengevaluasi hal tersebut.
"Semuanya akan dievaluasi, tidak hanya masalah itu, semuanya, karena kita tidak mau lagi di tempat-tempat yang sangat penting terjadi penyelewenangan, terjadi korupsi," kata Jokowi.
KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi menjadi tersangka atas kasus suap pengadaan barang dan jasa sebesar Rp88,3 miliar. Uang tersebut diterima Henri setelah memuluskan proyek tender barang dan jasa di Basarnas. Wakil Kepala KPK Alexander Marwata, menyebut uang itu diterima Henri oleh salah satu tersangka yang dimenangkan tendernya."Atas persetujuan MG selaku Komisaris kemudian memerintahkan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah sekitar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu Bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap,"
kata Alexander saat konferensi pers di gedung KPK, Rabu (26/7).
merdeka.com
Selain itu ada juga pemenang tender lain yakni inisial RA menyetorkan uang kepad Henri sebesar Rp 4,1 miliar. Uang itu dikirim melalui aplikasi pengiriman setor bank. Alexander menjelaskan terdapat tiga proyek pengadaan barang dan jasa yang dimuluskan oleh Henri. Masing-masing proyek itu pun ditaksir memiliki harga miliaran rupiah."Pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp 9,9 Miliar. Pengadaan Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp 17,4 Miliar dan Pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 89,9 Miliar,"
kata Alexander.
Alexander menyebut, untuk dapat memenangkan tiga proyek itu tersangka inisial MG, MR, dan RA berupaya untuk berkomunikasi secara pribadi dengan Henri dan Arif Budi Cahyanto selaku Koorsmin Kabasarnas RI. Dari pertemuan itu, Alexander Marwata menduga telah Henri dengan tiga pemenang tender terjadi 'deal-dealan' dengan pemberian sejumlah uang berupa fee. Bonus itu pun diberikan sebesar 10 persen dari nilai kontrak. "Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA," ujar Alexander.Dari hasil pertemuan itu pun Jenderal TNI bintang tiga itu mengaku siap untuk mengondisikan dan menunjuk perusahaan MG dan MR sebagai pemenang tender untuk proyek Pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan TA 2023.
"Sedangkan perusahaan RA menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha," jelas Alexander.
Setelahnya, Henri langsung memuluskan ketiga pemenang tender itu. Sedangkan untuk teknis penyerahan uang, disebutkan sebagai Dako (Dana Komando) yang diserahkan HA kepada Afri sebagai orang kepercayaan Henri.