Kemenkes Sebut Pasien Antraks Tak Perlu Karantina, Ini Alasannya
Kemenkes mengatakan, pasien antraks tak perlu dikarantina karena penyakit tersebut tidak menular kepada orang lain.
Kemenkes Sebut Pasien Antraks Tak Perlu Karantina, Ini Alasannya
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan, penyakit antraks tidak menular antar manusia. Antraks hanya menular dari hewan ke manusia.
Sebuah cuitan di media sosial Twitter membahas terkait spora antraks yang bisa bertahan hingga puluhan tahun di dalam tanah. Sontak, sebagian warganet pun mempertanyakan soal kebenarannya.
"Karena penyakit ini memang penyakit zoonosis sehingga memang tidak perlu dilakukan karantina. Karena memang tidak menular dari orang ke orang."
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi, Kamis (6/7).
merdeka.com
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Pembajun Setyaningastutie menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, penyakit antraks yang disebabkan bakteri bacillus anthracis tidak menular dari manusia ke manusia. "Satu yang perlu digarisbawahi penyakit antraks itu tidak menular dari manusia ke manusia. Jadi tidak ada kemudian kena antraks terus bisa menularkan pada yang lain, tidak," katanya. Ia mengatakan atraks termasuk penyakit zoonosis atau penyakit yang bisa menular dari binatang ke manusia.
Meski demikian, kata dia, penularan antraks ke manusia bisa melalui tiga jalur yakni melalui kulit, pernapasan, dan pencernaan.
"Jika muncul di kulit biasanya manusia itu bersentuhan dengan hewan ternak yang positif antraks," kata dia.
Sedangkan yang menyerang melalui pernapasan, kata dia, berasal dari spora bakteri antraks dari hewan ternak yang telah mati karena positif antraks lalu terhirup manusia. "Sporanya misalnya dari hewan yang mati karena antraks kemudian nempel di rumput kemudian terhirup," katanya.
Berikutnya, penularan antraks melalui pencernaan biasanya karena mengonsumsi daging dari ternak yang sudah positif antraks. Terkait kasus antraks yang muncul di Dusun Jati, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, kata Pembajun, katanya, disebabkan karena warga mengonsumsi daging sapi yang mati karena positif antraks. Dinkes DIY telah melakukan sero survei pada 125 sampel orang di dusun itu dan hasilnya 87 sampel dinyatakan sero positif atau suspek antraks.Satu dari 87 orang itu meninggal dunia karena positif antraks. Sedangkan dua lainnya meninggal dunia karena sebab lain.
"Yang dua itu sebab lain bukan karena antraks," kata Pembajun Setyaningastutie.
Entomolog Kesehatan Dinkes DIY Rega Darmawan mengatakan terhadap warga Gunungkidul yang dinyatakan suspek antraks tersebut masih akan menjalani pemeriksaan sampel darah pada Jumat (7/7). Menurut dia, seseorang dinyatakan positif antraks apabila telah melalui dua kali pemeriksaan sampel darah atau sero survei dengan hasil sero positif. "Bisa dikatakan positif antraks kalau sudah dilakukan dua kali pemeriksaan dan itu dua-duanya sero positif. Apabila sebelumnya sudah diperiksa hasilnya sero positif, kemudian minimal 10 hari setelahnya diperiksa lagi, dia sero positif lagi, itu artinya positif," kata Rega.
Untuk mencegah penularan antraks meluas, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY Sugeng Purwanto melarang lalu lintas keluar maupun masuk hewan ternak sapi atau kambing di Dukuh Jati, Gunungkidul untuk sementara waktu.