Kemenkes Tunggu Penjelasan RS soal Kasus Bocah Meninggal Usai Operasi Amandel: Mungkin Hanya Oknum
Bocah 7 tahun meninggal dunia diduga jadi korban malapraktik operasi amandel di RS Kartika Husada Jatiasih.
Kemenkes masih menunggu penjelasan RS Kartika Husada Jatiasih terkait kronologi meninggalnya anak 7 tahun usai operasi amandel.
Kemenkes Tunggu Penjelasan RS soal Kasus Bocah Meninggal Usai Operasi Amandel: Mungkin Hanya Oknum
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunggu penjelasan Rumah Sakit (RS) Kartika Husada Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat, terkait kematian anak berusia 7 tahun berinisial A. Bocah tersebut diduga jadi korban malapraktik operasi amandel.
"Ini pertama kita tunggu kejelasan dari kronologi kasus ini, dan mungkin hanya oknum saja," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi kepada merdeka.com, Selasa (3/10).
Nadia menyadari banyak masyarakat menjadi khawatir imbas meninggalnya bocah tersebut. Masyarakat tak mau menjalani operasi amandel karena takut menjadi korban malapraktik dokter.
Nadia mengingatkan, semua tindakan bedah baik ringan maupun mayor memiliki risiko.
"Semua tindakan bedah baik yang ringan dan mayor ada risiko. Oleh karena itu, selalu dilakukan informed consent kepada pasien untuk pilihan tindakan yang akan diambil," ucap Nadia.
Menurut Permenkes 290 Tahun 2008, informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien.
Nasib malang dialami anak berusia 7 tahun berinisial A. Dia meninggal dunia usai menjalani operasi amandel di RS Kartika Husada Jatiasih, Kota Bekasi.
Ayah korban, Albert Francis menduga anaknya meninggal dunia karena malpraktik di RS Kartika Husada Jatiasih. Sebab, sebelum meninggal, A didiagnosis mengalami mati batang otak.
Kasus dugaan malapraktik ini berawal ketika korban dan J (9), kakaknya mengeluh sakit pada telinga dan sekitar tenggorokan. Kedua anak laki-laki itu kemudian dibawa ke puskesmas untuk diperiksa kesehatannya.
Setelah dicek kondisi kesehatannya, kedua bocah tersebut ternyata mengalami pembengkakan amandel. Mereka kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Kartika Husada Jatiasih.
"Dokter THT bilang anak saya amandel sudah terlalu besar, jalan satu-satunya dengan operasi,"
ucap Albert Francis, ayah korban.
merdeka.com
Di rumah sakit, kedua anak tersebut menjalani pemeriksaan kesehatan kembali. Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya kedua anak Albert dijadwalkan menjalani tindakan operasi pada 19 September 2023.
Korban dijadwalkan menjalani operasi lebih dulu sekira pukul 12.00 WIB. Sedangkan kakaknya, menjalani operasi sesudah adiknya di hari yang sama.
Tindakan operasi berjalan lancar dengan memakan waktu sekitar satu jam. Namun setelah operasi, kondisi kesehatan A justru memburuk. Dia mengalami gagan napas dan gagal jantung. Sementara kondisi kesehatan kakaknya membaik usai operasi.
"Untuk mengambil napas anak saya harus menggunakan mulut, sekitar tiga kali tarikan napas yang sangat berat seperti orang sedang mendengkur keras, tidak lama anak saya mengalami henti napas dan henti jantungnya,"
jelas Albert.
merdeka.com
Albert mengatakan, dokter anastesi sempat memberikan tindakan berupa resusitasi jantung dan memasang ventilator.
Tidak lama setelah itu, kondisi kesadaran A menurun hingga koma. Kemudian dokter mendiagnosa A mengalami mati batang otak.
"Di hari Jumat malam pihak dokter mendiagnosa anak saya sudah mati batang otak berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) anak saya,"
ujar Albert.
merdeka.com
Sejak saat itu hingga Kamis (28/9), kondisi A terus mengalami penurunan tingkat kesadaran. Hingga akhirnya pada Senin (2/10) kemarin, korban meninggal dunia sekira pukul 18.45 WIB di ruangan High Care Unit Rumah Sakit Kartika Husada Jatiasih, Kota Bekasi.
"Betul, anak saya sudah meninggal dunia," ucap Albert.