Ketua KPK Firli Bahuri Jadi Tersangka Pemerasan, Begini Reaksi Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara soal Ketua KPK Firli Bahuri menjadi tersangka pemerasan SYL.
Istana masih menunggu surat pemberitahuan dari Polri terkait penetapan tersangka Firli Bahuri
Ketua KPK Firli Bahuri Jadi Tersangka Pemerasan, Begini Reaksi Jokowi
Presiden Joko Widodo atau Jokowi angkat bicara soal Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Jokowi meminta Firli menghormati semua proses hukum.
"Ya hormati semua proses hukum. Hormati semua proses hukum," kata Jokowi kepada wartawan usia meresmikan Kampung Nelayan Modern di Biak Numfor, Papua, Kamis (23/11).
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan Istana masih menunggu surat pemberitahuan dari Polri terkait penetapan tersangka Firli itu."Sampai pagi ini, Kementerian Sekretariat Negara masih menunggu surat pemberitahuan penetapan tersangka dari Polri," kata ujar Ari.
Ari menyebut, pihaknya memproses menurut undang-undang yang berlaku jika surat itu sudah diterima. Soal Firli akan diberhentikan, pihaknya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Pasal 32 UU 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK.
Adapun Pasal 32 ayat (2) UU KPK menyebutkan 'dalam hal Pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana kejahatan diberhentikan sementara dari jabatannya'.
"Jika surat itu sudah diterima maka akan diproses menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap Ari.
"Koridornya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Pasal 32, UU 19/2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK," pungkasnya.
Firli Bahuri dijerat pasal berlapis atas kasus dugaan pemerasaan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Tak main-main ancaman hukuman dari lima tahun kurungan penjara sampai penjara seumur hidup.
Dalam kasus ini, Firli dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kemudian membeberkan, sanksi pidana maupun denda sebagaimana yang diterangkan di dalam pasal tersebut.
Adapun, Pasal 12 huruf e tentang Undang Undang tentang pemberantasan tindak korupsi pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
"Pada Pasal 12 huruf B ayat 2 disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 Miliar," kata Ade saat konferensi pers, Kamis (23/11) dini hari.