Komisi III Minta PA Kudus Tindak Tegas Oknum Diduga Pelaku Pelecehan Seksual ke Anak Magang
Wakil Ketua PA Kudus, Siti Alosh Farchaty, menyebut terduga pelaku S bukan bagian dari PA Kudus, melainkan hanya mediator non hakim.
Sejumlah mahasiswi institut agama Islam negeri (IAIN) Kudus, Jawa Tengah, diduga menjadi korban pelecehan seksual saat menjalani magang di Pengadilan Agama Kudus Kelas I A.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Kudus, Siti Alosh Farchaty, menyebut terduga pelaku S bukan bagian dari PA Kudus, melainkan hanya mediator non hakim yang merupakan mitra. Atas dugaan ini, pihak PA telah memanggil korban dan pelaku untuk berkoordinasi dengan pihak kampus tempat korban belajar.
Mengetahui kasus tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni pun turut bersuara. Sahroni menyebut, PA Kudus perlu melakukan beberapa langkah agar kejadian ini tidak terulang lagi, dan memastikan adanya kordinasi yang baik dengan kepolisian jika memang diperlukan.
“Ini memalukan sekali dan mencoreng nama institusi. Karenanya menurut saya sangat penting agar PA bersikap kooperatif dalam menyikapi dugaan kasus ini. Saya lihat sejauh ini tindakannya sudah bagus, dari mulai memanggil pelaku hingga membentuk tim untuk menangani kasus ini. Selanjutnya PA harus memastikan bahwa pelaku ditindak tegas, kalau memang perlu ke polisi, kordinasikan dengan sangat baik, agar jangan sampai mencoreng nama institusi,” ujar Sahroni dalam keterangannya, Selasa (20/8).
Lebih lanjut, Sahroni pun berharap Pengadilan Agama Kudus Kelas I A tidak memberikan perlindungan apa pun terhadap terduga korban. Agar pengusutan kasus dapat berjalan cepat tanpa adanya kendala.
“Saya juga minta pihak PA maupun polisi nantinya membuka identitasnya, jangan ada yang ditutup-tutupi. Biar proses penyelidikannya bisa cepat, berjalan tanpa kendala. Karena kejadian seperti ini sangat memalukan sekaligus memuakkan, apalagi bisa-bisanya terjadi di dalam gedung Pengadilan Agama,” tambah Sahroni.
Terakhir, jika terbukti benar, Sahroni berharap agar terduga pelaku dan korban mendapat keadilannya masing-masing.
“Kalau terbukti, pelaku wajib dipidana, tidak perlu ada damai atau mediasi. Fokus berpihak pada korban,” tutup Sahroni.