Konsumsi untuk Atlet PON Aceh-Sumut Diduga Ada Mark Up, Seporsi Rp50.900 Tapi Basi dan Berulat
Sementara untuk snack, harga satuan Rp18.900 per porsi dengan total harga Rp11,4 miliar.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga konsumsi untuk atlet dan kontingen Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI dari awal pengadaan telah kental beraroma korupsi.
Koordinator MaTA, Alfian, menyebutkan berdasarkan dokumen yang didapatnya, per satuan harga nasi kotak untuk atlet PON Rp50.900 per porsi dengan total harga Rp30,8 miliar. Sementara untuk snack, harga satuan Rp18.900 per porsi dengan total harga Rp11,4 miliar.
Dia mengatakan dana pengadaan konsumsi itu bersumber dari pemerintah pusat dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Total anggarannya mencapai Rp42 miliar lebih.
"Kalau dilihat dari sisi budget pengadaan makanan dan snack di proses perencanaan sudah berpotensi terjadi mark up. Standar di Aceh (makanan) 30 ribu itu sudah sangat mewah," ujarnya kepada merdeka.com, Kamis (12/9).
Tapi fakta di lapangan, tutur Alfian, nasi untuk atlet dan kontingen PON banyak yang basi, berulat, dan sering terlambat diantar. "Kalau seperti itu kondisi makanan sama sekali tidak sampai Rp20 ribu harganya," ujarnya.
Alfian juga mengungkap sistem tender pengadaan konsumsi PON yang janggal. Pemenang tender adalah PT Aktifitas Atmosfir. Perusahaan ini beralamat di Cilandak, Jakarta.
"Skema yang kita lihat dari proses tender saja itu kan dari e-katalog ya dengan mekanisme langsung ditunjuk dan itu salah satu perusahaan beralamat di Jakarta. Tetapi aktor-aktornya ini ada di Aceh," ungkapnya.
Minta BPKP Audit
Pihaknya mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit investigasi terhadap indikasi mark up anggaran konsumsi PON XXI ini.
"Sehingga akuntabilitas uang rakyat dapat dipertanggungjawabkan baik secara administrasi maupun secara hukum," tegas Alfian.
Sebelumnya diberitakan, buruknya layanan konsumsi yang disediakan Pengurus Besar (PB) Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024 menuai protes kontingen dari berbagai daerah yang bertanding di wilayah Aceh.
Mereka ramai-ramai komplain dan menyebarkan keluhan itu di media sosial. Rata-rata menyorot konsumsi yang sering terlambat datang, basi, dan porsi terlalu sedikit.