KPK Dituding Ugal-ugalan Geledah Rumah Advokat PDIP Donny Tri
Kuasa hukum Donny menyatakan penggeledahan itu tidak disertai surat izin dari hakim dan ketika itu status kliennya hanya saksi.
Advokat PDIP, Donny Tri Istiqomah bersukuh tidak menerima kediamannya yang digeledah tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus pengusutan Harun Masiku (HM). Tim kuasa hukumnya melayangkan surat protes ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menuding penggeledahan yang dipimpin AKBP Rossa Purbo Bekti ugal-ugalan.
"Dalam surat itu disampaikan artinya kami keberatan bahwa tindakan yang tidak profesional, tindakan yang secara ugal-ugalan dilakukan penyidik KPK yang bernama Rossa Bekti Purbo itu, karena mereka menjawab dalam tanggapan ke Dewas itu, dalam surat ini bahwa mereka sudah melakukan segala pemeriksaan, penyitaan, penggeledahan terhadap klien kami itu katanya sudah sesuai SOP. Faktanya tidak demikian," kata kuasa hukum Donny, Johanes Tobing di Gedung Dewas KPK, Selasa (30/7).
Tobing membeberkan, kesalahan SOP yang dimaksud olehnya yakni tim penyidik tidak mengantongi surat izin dari pihak pengadilan setempat. Izin penggeledahan dan penyitaan itu juga telah diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
"Nah faktanya, Saudara Rossa melakukan penggeledahan ke klien kami tanggal 3, ternyata dari surat ini, mereka baru mendapat izin dari pengadilan tanggal 10," jelas Tobing.
"Nah jadi cukup jelas suratnya bahwa memang ini yang kita protes keras, jadi artinya tindakan yang tidak profesional itu yang dilakukan oleh saudara Rossa, itu yang juga hari ini kita protes keras," lanjutan dia.
Selain itu menurut Tobing, penggeledahan dan penyitaan tersebut juga tidak didasarkan surat izin dari Dewas KPK.
Di satu sisi juga, tidak ada urgensi bagi penyidik tiba-tiba melakukan penggeledahan di kediaman Donny. Sebab advokat PDIP itu masih berstatus saksi.
"Penyitaan itu secara khusus yang penggeledahan ya itu kan harus yang sifatnya memang itu kalo yang melakukan penggeledahan itu yang sifatnya untuk orang yang OTT ada kejadian yang betul-betul darurat maka mereka melakukan penggeledahan. Ini klien kita di mana daruratnya? Orang statusnya juga sebagai saksi. Jadi itu keberatan kita," Tobing menandaskan.
Keberatan lainnya yakni saat penggeledahan di rumah Donny, ada istri dan anaknya. Penyidik ketika itu datang bersenjata lengkap.
Hal itu dianggap mempengaruhi psikologis keluarga Donny. "Klien kami ini kan seorang ibu yang punya anak kecil, didatangi 16 penyidik KPK pakai laras panjang 16 orang ke rumahnya ya tentu kan mereka ketakutan. Punya anak kecil usianya ada 2 tahun ada lagi masih 6 bulan. Nah jadi keberatan-keberatan ini yang terus kami sampaikan," ucap Tobing.
"Yang terakhir poin kami adalah bahwa Dewas tidak pernah mengkonfirmasi memanggil kami. Tidak pernah dilakukan persidangan. Kami tidak pernah dipanggil sebagai pelapor, pengadu. Nah jadi poin-poin itu yang kami sampaikan hari ini. Suratnya sudah diterima oleh Dewas," tutup dia.
Diketahui, KPK mengakui sempat menggeledah kediaman Donny. Penyitaan juga sempat dilakukan.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menegaskan baik penggeledahan ataupun penyitaan itu merupakan kewenangan dari penyidik KPK. Hal itu juga sekaligus menjalankan amanat undang-undang.
"Sebagai bentuk dari melaksanakan perintah UU maka disertai ah ada surat-suratnya, surat perintah penyidikan, surat perintah penyidikan itu menjadi payung hukum penyidik untuk melakukan penyidikan perkara itu," jelas Asep kepada wartawan, Rabu (10/7).
"Kemudian turunan untuk melakukan penggeledahan ada surat perintah penggeledahan untuk melakukan penyitaan, ada surat perintah penyitaan," sambung Asep.
Asep mengatakan pada saat rangkaian upaya paksa yang dilakukan tim penyidik tentunya telah dilengkapi dengan surat-surat.