Kuasa Hukum Kreditur PT Hitakara Harap Putusan Majelis Hakim Ikuti UU Kepailitan
Kasus yang menyeret dua pengacara yakni Indra Ari Murto dan Riansyah ini bermula dari penawaran investasi condotel oleh PT. Hitakara pada tahun 2012
Dr. M. Sholehuddin praktisi hukum sekaligus saksi ahli dan kriminologi Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, meminta hakim dan penuntut umum untuk mengedepankan hati nurani, rasa keadilan serta fakta hukum dalam memutuskan kasus dua pengacara yang mewakili korban investasi condotel PT. Hitakara.
Kasus yang menyeret dua pengacara yakni Indra Ari Murto dan Riansyah ini bermula dari penawaran investasi condotel oleh PT. Hitakara pada tahun 2012 di Benoa dan Seminyak Bali dengan menjanjikan ROI 10% kepada puluhan investor.
Namun, janji tersebut tidak terealisasi bahkan pihak investor tidak pernah memperoleh informasi pendapatan condotel dalam bentuk Laporan Keuangan Audited dari PT. Hitakara, sehingga dilakukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh para korban.
Upaya hukum ini akhirnya membawa dua pengacara pemohon PKPU ke meja hijau dengan tuduhan pemalsuan surat tagihan, penggelembungan tagihan investasi serta sumpah palsu atas pengajuan PKPU ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Sebelumnya, Victor Soekarno Bachtiar selaku penanggung jawab dari Tim Kuasa Hukum Pemohon PKPU (yang beranggotakan Victor, Indra Arimurto, dan Riansyah) telah diputus lepas dari segala tuntutan hukum oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 30 Juli 2024 berdasarkan putusan Nomor 952/Pid.B/2024/PN.Sby., dikarenakan terdapat beberapa Putusan Perdata yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang menjadi alasan pembenaran dan penguatan perbuatan hukum ketiga Advokat tersebut yakni Putusan Gugatan Lain-lain (GLL) Nomor: 1/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2024/PN. Niaga.Sby. tanggal 14 Maret 2024 dimana putusan ini telah membenarkan perhitungan yang digunakan oleh para kuasa hukum tersebut dan juga menghukum PT. Hitakara, Penyidik Bareskrim, dan Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surabaya untuk tunduk dan patuh pada putusan ini, PUTUSAN PKPU No. 63/Pdt.Sus/2022/PN.Niaga.Sby., tanggal 24 Oktober 2022.
Dalam pembelaannya, Sholehuddin menekankan bahwa dakwaan pemalsuan terhadap kedua pengacara tidak terbukti merujuk pada pasal 400 ayat 2 KUHP yang mengatur soal kepailitan.
Disamping itu, Kuasa Hukum Tim Kurator PT. Hitakara Fauziyah Novita Tajuddin menyatakan bahwa sebelumnya pihak korban sudah mengajukan proposal perdamaian, namun proposal perdamaian tersebut dicabut oleh Kuasa Hukum PT. Hitakara.
"Kita berharap bisa damai. Pengurus, hakim pengawas, kreditur-kreditur juga mau membahas itu, proposal perdamaian. Tapi dua proposal perdamaian yang pernah diajukan tiba-tiba dicabut. Itupun (pencabutan proposal perdamaian) sudah ditanyakan hakim pengawas sampai dua kali pada waktu itu," jelas Novi saat dihubungi merdeka.com, Selasa (18/9).
Sebagai catatan, atas pencabutan proposal permohonan damai tersebut Pengadilan Negeri Surabaya memutus PT. Hitakara pailit dengan segala akibat hukumnya, berdasarkan Putusan Nomor: 63/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Sby., dan pailitnya PT. Hitakara juga dikuatkan dengan Putusan Kasasi berdasarkan perkara nomor: 1258K/Pdt.Sus-Pailit/2023 yang menyatakan Menolak Kasasi PT. Hitakara (Dalam pailit).
Selain itu, dari pengamanan Aset Boedel Pailit yang dilaksanakan pada Maret 2024 lalu berdasarkan Pasal 98 UU Kepailitan dan PKPU, Tim Kurator juga menemukan dugaan tindak pidana penggelapan uang dan pencucian uang yang dilakukan oleh PT. Hitakara, karena sejak dinyatakan pailit tanggal 2 Agustus 2023 sampai dengan pelaksanaan pengamanan aset boedel pailit tanggal 1 Maret 2024, PT. Hitakara tidak melaporkan dan menyerahkan pendapatan aset boedel pailit kepada Tim Kurator.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, sidang tuntutan terhadap Indra dan Riansyah digelar hari ini, Selasa (10/9) di Pengadilan Negeri Surabaya dengan tuntutan 2 tahun penjara.
Novi menjelaskan bahwa pihaknya berharap agar majelis dapat mempertimbangkan hukum dengan baik mengikuti UU Kepailitan.
"Harapan kami sih ya, putusan tetap akan sama ya. Majelis dapat mempertimbangkan karena sebenarnya semua sudah mengikuti aturan dalam UU Kepailitan gitu," tutur Novi.
Sebagai informasi, Indra dan Riansyah saat ini berada dalam tahanan Rutan Medaeng, Surabaya dimana sebelumnya selama hampir 5 bulan keduanya berada di tahanan Bareskrim Polri.
Reporter Magang: Maria Hermina Kristin