![PBNU: Mabit di Muzdalifah dengan Murur Hukumnya Sah](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/480x/ori/feedImage/2024/6/1/1717188361182-cvzz.jpeg)
PBNU: Mabit di Muzdalifah dengan Murur Hukumnya Sah
Mabit atau bermalam di Muzdalifah yang dilakukan dengan cara murur hukumnya tetap sah.
Mabit atau bermalam di Muzdalifah yang dilakukan dengan cara murur hukumnya tetap sah.
Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama memutuskan mabit (bermalam) di Muzdalifah yang dilakukan dengan cara murur hukumnya tetap sah. Keputusan ini diambil dalam musyawarah yang berlangung pada 28 Mei 2024.
“Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah memutuskan bahwa Mabit di Muzdalifah secara murur hukumnya sah jika murur di Muzdalifah tersebut melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, karena mencukupi syarat mengikuti pendapat wajib mabit di Muzdalifah,” demikian dikutip dari Lampiran Keputusan Pengurus Besar Harian Syuriyah NU, Sabtu (1/6).
Sebagai informasi, bermalam di Muzdalifah dengan cara murur dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah.
Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus ( tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
Jika mabit di Muzdalifah secara murur tersebut belum melewati tengah malam tanggal 10 Dzulhijjah, maka dapat mengikuti pendapat bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah.
Ada juga pendapat yang mengatakan mabit hukumnya sunnah. Ar-Rafi'i bahkan mengunggulkan pendapat ini.
Bila seseorang mengikuti pendapat yang mengatakan mabit itu wajib, maka dam-nya wajib. Apabila seseorang mengikuti pendapat yang mengatakan mabit itu sunnah maka dam-nya sunnah.
Musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama juga memutuskan kepadatan jemaah di area Muzdalifah dapat dijadikan alasan kuat sebagai uzur untuk dapat meninggalkan mabit di Muzdalifah. Sehingga hajinya sah dan tidak terkena kewajiban membayar dam.
Alasannya, kondisi jemaah yang berdesakan borpotensi menimbulkan mudharat/masyaqoh dan mengancam keselamatan jiwa jamaah.
“Menjaga keselamatan jiwa (hifdu an-nafs) pada saat jemaah haji saling berdesakan termasuk uzur untuk meninggalkan mabit di Muzdalifah,” demikian dikutip dari kesimpulan musyawarah.
Untuk diketahui musyawarah dipimpin oleh Rais ‘Aam KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam KH Ahmad Said Asrori. Musyawarah berlangsung secara hybrid, daring dan luring yang diikuti sejumlah tokoh ulama.
Antara lain, KH. Afifuddin Muhajir, KH. Musthofa Aqiel Siraj, KH. Masdar F Masudi, KH. Sadid Jauhari, KH. Abd Wahid Zamas, KH. Kafabihi Mahrus, KH. M Cholil Nafis, KH. Muhibbul Aman Aly, KH. Nurul Yaqin, KH. Faiz Syukron Makmun, KH. Sarmidi Husna, KH. Aunullah A’la Habib, KH. Muhyiddin Thohir, KH. Moqsith Ghozalie, KH. Reza A Zahid, KH. Tajul Mafakhir, Habib Luthfi Al-Athas, dan KH. Abd Lathif Malik.
“Satu, jalur hukum melalui MK yang bisa membatalkan hasil pemilu asal ada bukti dan hakim MK berani," kata Mahfud
Baca SelengkapnyaNamun, menurut Gayus, dinamika dalam hukum bersifat luas.
Baca SelengkapnyaSiksa kubur adalah hukuman atau siksaan yang dialami oleh jiwa seseorang setelah meninggal dunia, sebelum hari kiamat.
Baca SelengkapnyaCak Imin mengakui Khofifah menjadi salah satu tokoh yang belum mendaftar maju Pilgub Jatim dari PKB.
Baca SelengkapnyaDia mengatakan bahwa keputusan menjadi wirausaha terinspirasi dari sabda nabi agar umat Muslim dianjurkan untuk berniaga.
Baca SelengkapnyaGelar Batin Perkasa Saibani Niti Hukum yang berarti Bangsawan Tangguh yang Berani Menjaga Hukum .
Baca SelengkapnyaMeminta maaf di momen Nisfu Syaban akan melengkapi keberkahan yang turun di malam kemuliaan tersebut.
Baca SelengkapnyaPetugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan menerapkan mabit di Muzdalifah dengan skema murur pada penyelenggaraan ibadah haji 1445 H/2024 M.
Baca SelengkapnyaRapat membahas soal pembentukan tim hukum guna menindaklanjuti adanya dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya