Polisi Bongkar Kasus TPPO Modus Pengantin Pesanan, WNI di Bawah Umur Dinikahkan dengan Warga China
Terduga pelaku mengambil keuntungan melalui pernikahan dengan cara menyediakan pengantin wanita Warga Negara Indonesia (WNI) untuk Warga Negara China.
Anggota Subdit Reknata Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pengantin pesanan atau 'Mail Order Bride'. Sembilan orang terduga pelaku ditangkap.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya mengatakan, terduga pelaku mengambil keuntungan melalui pernikahan dengan cara menyediakan pengantin wanita Warga Negara Indonesia (WNI) untuk Warga Negara China.
"Di mana calon pengantin wanita asal Indonesia tersebut ditampung di suatu tempat di Semarang pada awalnya. Dari kejadian tersebut, yang semula ditampung di Semarang, kemudian digeser oleh para pelaku di wilayah Pejaten dan di wilayah Cengkareng," kata Wira dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (6/12).
Kronologi Penangkapan Terduga Pelaku
Kepolisian kemudian melakukan penindakan di dua Tempat Kejadian Perkara (TKP) atau lokasi tersebut. Dari penindakan dua lokasi itu, kepolisian lebih dulu menangap empat wanita dan salah satunya masih di bawah umur. Korban berasal dari Jawa Barat dan Kalimantan Barat.
"Setelah dilakukan pendalaman, ada beberapa peran di antaranya dua orang berperan sebagai sponsor, kemudian lima orang berperan sebagai perekrut ataupun penampung, dan dua orang berperan selaku orang yang memasukkan identitas," ujar Wira.
Modus Terduga Pelaku
Berdasarkan penyelidikan, modus operandi para terduga pelaku yaitu dengan cara membuat korban tertarik dan melakukan perjanjian dengan menggunakan bahasa asing. Sehingga, banyak korban yang tidak mengetahui bahasa asing tersebut.
"Dan perjanjian ini mengikat korban sebagai sponsor yang mencari dan menampung pria asing untuk dinikahkan dengan warga negara Indonesia. Jadi, isi daripada perjanjian tersebut itu intinya bahwa akan menikahkan pria asing dan dengan wanita Indonesia," kata Wira.
Kemudian salah satu modus para terduga pelaku lainnya yaitu dengan merubah identitas salah seorang korban yang masih di bawah umur menjadi dewasa atau ditambahkan usianya.
"Dari kegiatan yang dilakukan oleh para tersangka, mereka mendapatkan keuntungan antara Rp35 juta sampai dengan Rp150 juta per orang. Jadi bervariatif penilainya," ucap dia.
Lalu, dari penangkapan ini petugas telah menyita sejumlah barang bukti berupa paspor, handphone, Kartu Tanda Penduduk (KTP), foto pernikahan, surat keterangan belum menikah.
Selanjutnya, surat surat perjanjian berstempel suatu perusahaan atau PT, permohonan visa, dan perhiasan berupa emas dengan total 75 gram.
"Dari pelaksanaan proses penyidikan yang telah kami laksanakan terhadap para tersangka, kami persangkakan dengan Pasal 4 dan atau Pasal 5 juncto Pasal 10 Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dengan ancaman pidana maksimal selama 15 tahun," jelasnya.
Atas kejadian ini, pihaknya mengimbau kepada masyarakat Indonesia terutama para wanita untuk tidak mudah terbujuk dengan modus serupa atau pernikahan pesanan dengan Warga Negara Asing (WNA).
"Besar harapan kami apabila masyarakat mendapatkan informasi sekecil apapun terkait kegiatan yang terjadi, agar bisa memberikan informasi kepada pihak kepolisian. itu terkait kasus yang pertama, yaitu terkait kasus tindak pidana perdagangan orang," pungkasnya.
Begini Cara Terduga Pelaku Jerat Korban
Sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPO berkedok pernikahan. Polisi pun berhasil menyelamatkan empat orang WNI yang menjadi korban kasus ini.
Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Syarifah Chaira Sukma menerangkan, sembilan orang tersangka ini tergabung dalam sindikat. Mereka sebelumnya berkomunikasi dengan pihak lain di China atau Tiongkok via media sosial WeChat.
"Mereka melakukan chatingan dari pihak Indonesia maupun dari China nya, menawarkan beberapa orang perempuan warga negara Indonesia," kata dia kepada wartawan, Jumat (6/12).
Syarifah mengatakan, warga negara china yang tertarik akan menjemput sendiri calon pengantin pesanan untuk melakukan perkawinan secara siri. Kemudian, bersama-sama akan pergi lagi ke China.
Syarifah mengatakan, kelihatanya seperti resmi, si pria datang mengunjungi orang tua meminta izin untuk melakukan nikah siri. Tetapi dibalik itu semua ada pihak ketiga mendapatkan keuntungan yang tak sedikit.
"Ini lumayan hampir seratusan untuk tip orangnya," ujar dia.
Syarifah belum mengantongi data secara gamblang berapa banyak yang dikirimkan ke China. Sementara pengakuan dari tersangka, baru beberapa orang tetapi tidak mau memberitahukan data secara spesifik.
Dia mengatakan, faktor ekonomi menjadi pendorong para korban masuk ke dalam jeratan sindikat perdagangan orang ini. Karena, pelaku menawarkan sejumlah uang kepada orang tua korban agar mau melepaskan anaknya untuk menikah.
"Jadi kenapa para korban ini mau menjadi pengantin pesanan. Karena gini, ketika seorang warga negara Indonesia yang mungkin kehidupannya menengah ke bawah ditawarkan untuk menikah dengan pihak warga negara asing itu kan senang ya dengan diberikannya materi," ujar dia.
"Jadi bukan cuma para pihak pelaku aja diberi materi. Tapi pengantin pria pun memberikan sejumlah dana untuk keluarga korban dan maupun korban. Jadi mereka kayak diajak pacaran dulu gitu. Pacaran dulu dikasih materi dan mereka bukan tergiur sih, kayak tumbuh juga sih rasa cinta gitu. Tumbuh rasa cinta baru nanti mereka datang ke Indonesia melakukan pernikahan," sambung dia.
Sementara itu, warga negara China tertarik karena biaya pernikahan di Indonesia tergolong lebih murah ketimbang di negara sendiri. Hal itu diketahui kepolisian usai memeriksa WN China sebagai saksi dalam kasus ini.
"Kebetulan warga negara Cina yang sempat kita periksa dia bilang, tuk menikah di Cina itu sangat mahal jadi dia mau dari Indonesia karena biaya pernikahan dan kehidupan warga negara Indonesia itu tak terlalu tinggi," ujar dia.