Presiden pertama RI, Soekarno juga pernah menjadi target rencana pembunuhan
Sang Jenderal Mengungkap Tiga Upaya Pembunuhan Presiden Soeharto
Upaya pembunuhan terhadap Presiden di suatu negara merupakan sebuah tindakan yang tujuan akhirnya menggulingkan kekuasaan secara paksa.
Di beberapa negara terjadi upaya pembunuhan kepada presiden maupun kepala negara. Tak terkecuali di Indonesia.
Tidak semua upaya percobaan pembunuhan terhadap Presiden berhasil. Ada yang gagal. jika berhasil, kekuasaan atau pemerintahan akan berganti, namun jika tidak berhasil akan membuat targetnya semakin kuat secara politik.
Upaya pembunuhan presiden yang paling menggemparkan terjadi pada Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy pada 22 November 1963. Penembakan tersebut menewaskan Kennedy. Tiga peluru bersarang di tengkorak dan tengkuknya.
Presiden pertama RI, Soekarno juga pernah menjadi target rencana pembunuhan. Beruntung, rencana ini gagal. Peristiwa tersebut dikenal dengan Peristiwa Cikini 30 November 1957.
Soekarno dilempar menggunakan granat oleh tiga orang yang tergabung dalam gerakan Islam separatis Gerakan Anti Komunis.
Tidak hanya Soekarno, Presiden kedua Indonesia, Soeharto juga pernah menjadi target.
Dalam kurun waktu 24 tahun, dari 1969-1993, Soeharto mengalami tiga kali upaya pembunuhan.
Namun semua hanya sebatas baru akan dilaksanakan dan tidak sampai terjadi.
Eks Anggota PKI dan Bunker Senjata
Marsekal Pertama (TNI) Raman Ramayana Saman atau biasa dipanggil Dokter Raman menceritakan kesaksiannya mengenai upaya pembunuhan terhadap Soeharto.
Dokter TNI AU ini mengisahkan tiga peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Soeharto berdasarkan pengalaman pribadinya maupun berdasarkan informasi didengarnya.
"Saya mencatat percobaan itu masih dalam taraf 'akan' atau belum terwujud. Artinya, dalam ketiga peristiwa itu tidak ada penembakan senjata atau kanon, peledakan bom, pelemparan granat/mortir, dan senjata lainnya," ungkap Raman.
Cerita tersebut tertulis dalam buku Pak Harto, Saya, dan Kontainer Medik Udara. Peristiwa pertama tanggal 5 Desember 1969.
Saat itu Soeharto akan bertindak sebagai Inspektur Upacara Pelantikan Perwira di Stadion Olahraga Akademi Angkatan Udara (AAU), Maguwo, Yogyakarta.
Dua minggu sebelumnya, terdeteksi gerakan dan rencana pembunuhan terhadap Soeharto. Beberapa angggota eks PKI tertangkap di wilayah Yogya dan Wonosari. Dari penangkapan itu, ditemukan sejumlah senjata dan granat di beberapa tempat perlindungan (bunker) bekas tentara Jepang di sekitar landas pacu Lanud Adi Sucipto, Yogyakarta.
Pemuda Misterius Dilatih di Libya
Peristiwa kedua terjadi pada awal tahun 1979. Saat itu Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) mendeteksi dan memberi laporan.
Ada upaya pembunuhan yang akan dilakukan oleh seorang pemuda. Pemuda itu telah menjalani pelatihan di Libya.
Kemudian, dia mendapatkan tugas dari kelompok ekstrem Islam untuk membunuh Presiden Soeharto.
Pimpinan Bakin menyarankan agar kediaman Soeharto dipasangi sistem perlindungan. Tak tanggung-tanggung, nilainya Rp1 miliar.
Namun, usul tersebut ditolak Soeharto. Presiden yakin akan kemampuan jajaran intelijen dan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Peristiwa ketiga pada 14 dan 15 Desember 1987. Hari itu, Presiden Soeharto dijadwalkan menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) III ASEAN di Manila.
Kondisi di Filipina sedang memanas ketika pemerintahan Presiden Aquino mendapatkan gangguan dari kelompok pemberontak eks Angkatan Darat Filipina pimpinan Kolonel 'Gringo' Honasan.
Honasan berencana menggagalkan gelaran KTT. Presiden Soeharto menjadi target pembunuhan. Alasannya, jika Soeharto tidak hadir, maka KTT otomatis dibatalkan. Lagi-lagi, upaya ini gagal.
Disebut Pahlawan Siluman
Berbagai upaya pembunuhan terhadap Presiden Soeharto selalu dipatahkan oleh intelijen. Berdasarkan informasi dan pencegahan serta Pasukan Pengawal Presiden sebagai tameng hidup.
Sebagai contoh saat Soeharto mendapatkan ancaman pembunuhan ketika hendak menghadiri KTT III ASEAN di Manila.
Melalui pendekatan intelijen tempur yang sangat rapi, tempat persembunyian Kolonel Honasan ditemukan dan ditangkap di Manila.
Marsekal Muda TNI Teddy Rusdy yang memimpin Task Force Gabungan ASEAN untuk pengamanan KTT ASEAN, menyarankan melalui jaringan intelijennya di Manila. Saran Teddy, Griongo Honasan ditahan di laut yang jauh dari lokasi KTT ASEAN.
Satuan Paspampres yang disiapkan oleh Benny Moerdani juga diperkuat dengan Satuan Detasemen 81 Anti Teror Kopasus dan Satuan Tugas Armada dengan kapal perang dan kapal pendarat Tank.
Raman memuji kinerja intelijen dan Paspampres dalam mencegah upaya pembunuhan terhadap Presiden Soeharto. Dari tiga kali percobaan tersebut tidak ada yang sampai kepada eksekusi. Ketiganya rencana itu berhasil dilumpuhkan.
"Ini menunjukkan tingkat profesionalisme dan kompetensi yang tinggi dari jajaran intelijen—istilah Pak Benny Moerdani: the faceless hero alias pahlawan siluman—dan Paspampres," kata Raman.
Raman adalah purnawirawan TNI AU dengan pangkat terakhir Marsekal Pertama TNI. Raman lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1963 dan empat tahun berselang tepatnya pada 1967, Raman lulus sebagai flight surgeon dari Institute Aviation Medicine, di Belgrade, Yugoslavia.
Raman tercatat sebagai penggagas upaya 'bedah manusia di udara' lewat sebuah makalah yang ditunjukan kepada Presiden Soeharto pada 23 Agustus 1981.
Dia menginginkan Indonesia memiliki sebuah Kontainer Medik Udara, sebuah kompartemen layaknya ruang operasi atau ruang ICU yang masuk ke sebuah armada pesawat setara C-130 Hercules.
Pada bulan Juli 1987, Raman yang saat itu merupakan Kolonel Kesehatan dilantik menjadi Direktur Kesehatan TNI AU.