Anak dengan Kanker Rentan Mengalami Gangguan Psikiatrik Berupa Depresi
Proses pengobatan yang panjang dan sulit bisa buat anak yang memiliki kanker rentan mengalami depresi pada saat pengobatan.
Anak yang menderita kanker menghadapi tantangan besar yang tidak hanya terbatas pada fisik, namun juga mental. Menurut dr. Kusuma Minayati, Sp.KJ Subsp. AR(K), seorang dokter spesialis kejiwaan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), gangguan psikiatrik, khususnya depresi, merupakan kondisi yang umum terjadi pada anak-anak yang menjalani pengobatan kanker.
Dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh RSCM, dr. Kusuma menjelaskan bahwa depresi adalah salah satu bentuk gangguan psikiatrik paling dominan yang muncul pada pasien anak kanker, disusul oleh kondisi kecemasan dan delirium yang terkait dengan kondisi medis yang mendasarinya.
-
Siapa yang terkena kanker anak? Leukemia, lymphoma (kanker kelenjar getah bening), dan tumor otak adalah beberapa jenis kanker yang paling umum menyerang anak-anak di Indonesia.
-
Apa itu Depresi Klinis? Depresi klinis (gangguan depresi mayor) adalah jenis depresi yang menyebabkan kemurungan, rasa tertekan, dan hilangnya minat pada aktivitas yang biasa dinikmati.
-
Mengapa kanker menyerang anak? Penyebab kanker pada anak-anak belum sepenuhnya diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang diduga berperan dalam memicu perkembangan sel kanker pada anak-anak. Beberapa faktor tersebut antara lain:
-
Apa saja gejala kanker anak? 'Sering kali, orang tua tidak menganggap serius gejala awal yang muncul pada anak-anak mereka. Padahal, gejala seperti demam yang berkepanjangan atau penurunan berat badan yang drastis bisa menjadi tanda awal kanker,' kata Dr. Yaulia.
-
Apa itu depresi klinis? 'Depresi klinis adalah suasana hati yang rendah yang dapat berlangsung lama atau terus kembali, memengaruhi kehidupan sehari-hari Anda,' menurut definisi dari NHS.
-
Siapa yang bisa terkena depresi? Dalam banyak kasus, depresi pada orang yang lebih tua sering kali tidak terdeteksi karena gejalanya yang lebih halus atau disalahartikan sebagai bagian dari proses penuaan alami.
Gangguan psikiatrik seperti depresi pada anak kanker memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup serta keberhasilan pengobatan mereka.
Dilansir dari Antara, menurut dr. Kusuma, "Gangguan psikiatrik pada anak bisa berbagai macam bentuknya, paling banyak dari kelompok depresi, tapi ada juga hal-hal yang terkait dengan perkembangan saraf, ADHD, dan autistik."
Kondisi ini dapat memengaruhi pola tidur, nafsu makan, konsentrasi, dan energi anak, yang mana semuanya merupakan gejala yang sulit dipisahkan dari dampak medis kanker itu sendiri. Hal ini membuat proses diagnosis depresi pada anak kanker menjadi lebih rumit dibandingkan pasien lain.
Munculnya Kecemasan dan Delirium
Selain depresi, kecemasan atau ansietas juga menjadi masalah yang sering muncul pada anak-anak yang menjalani pengobatan kanker, terutama kecemasan jenis anticipatory anxiety. Kecemasan ini muncul sebagai respons terhadap ketakutan sebelum menjalani tindakan medis, seperti pemeriksaan atau terapi.
Dr. Kusuma menjelaskan, “Kecemasan anticipatory sering terjadi yang dapat diatasi dengan intervensi perilaku, edukasi, atau obat-obatan, tergantung tingkat keparahan gejalanya.” Pengelolaan kecemasan ini sering kali membutuhkan perhatian khusus, baik dari tenaga medis maupun keluarga, untuk membantu anak merasa lebih nyaman sebelum menjalani prosedur yang mungkin mereka takuti.
Kondisi psikiatrik lainnya, yaitu delirium, juga sering ditemukan pada anak dengan kanker. Delirium mengakibatkan perubahan kesadaran yang bersifat sementara namun bisa berakibat serius jika tidak segera ditangani. Gejala delirium bisa berupa gangguan tidur, iritabilitas, dan ketidakmampuan untuk berfokus, yang semuanya dapat memburuk akibat kondisi medis yang mendasari. Dalam hal ini, pengenalan dini serta intervensi yang tepat menjadi kunci untuk memastikan kondisi tersebut dapat diatasi.
Peranan Orangtua dalam Membantu Anak
Proses pengobatan yang panjang dan intensif, seperti kemoterapi, pembedahan, dan radiasi, juga membawa dampak psikologis besar bagi anak-anak yang masih dalam tahap pertumbuhan. Mereka sering kali mengalami tekanan akibat harus meninggalkan rutinitas sehari-hari, termasuk kegiatan sekolah dan interaksi sosial dengan teman sebaya.
Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan mental mereka tetapi juga perkembangan sosial dan emosional. Dr. Kusuma menyebutkan, “Jadi saat anak membutuhkan perawatan intensif membuat ibunya lupa kakak atau adiknya, saudaranya jadi ada masalah perilaku itu bisa menimbulkan distress pada anak yang sedang berobat kanker.”
Untuk membantu anak menghadapi situasi ini, keterlibatan orang tua sangat penting. Memberikan dukungan emosional melalui komunikasi yang terbuka dan teknik permainan yang mendekatkan orang tua dengan anak bisa membantu mereka mengekspresikan perasaan yang sulit diungkapkan. Dr. Kusuma menyarankan penggunaan pendekatan interaktif, seperti menunjukkan gambar untuk membantu anak mengenali dan menggambarkan rasa sakitnya.
“Anak memang tidak mudah untuk mengungkapkan apa yang dia rasa, kita bisa menggunakan teknik-teknik yang dekat dengan keseharian anak yaitu misalnya dengan sambil bermain,” tambahnya.