Ketahui Cuaca Normal Indonesia, Ini Suhu Rata-ratanya

Merdeka.com - Cuaca adalah campuran peristiwa yang terjadi setiap hari di atmosfer kita. Cuaca berbeda di berbagai belahan dunia dan berubah dalam hitungan menit, jam, hari, dan minggu. Sebagian besar cuaca terjadi di troposfer, bagian atmosfer bumi yang paling dekat dengan tanah.

Peristiwa cuaca yang terjadi di suatu daerah dikendalikan oleh perubahan tekanan udara. Tekanan udara disebabkan oleh berat sejumlah besar molekul udara yang membentuk atmosfer. Biasanya, ketika tekanan udara tinggi, langit cerah dan biru.

Tekanan tinggi menyebabkan udara mengalir ke bawah dan menyebar ketika mendekati tanah, mencegah pembentukan awan. Ketika tekanan udara rendah, udara mengalir bersama dan kemudian ke atas di mana ia bertemu, naik, mendingin, dan membentuk awan.

Ingatlah untuk membawa payung pada hari-hari dengan tekanan rendah karena awan tersebut dapat menyebabkan hujan atau jenis presipitasi lainnya.

Indonesia sendiri merupakan negara tropis dengan dua musim, hujan dan kemarau, sehingga cuaca dalam suatu daerah mungkin bisa ditebak berkutat pada kondisi-kondisi demikian.

Lalu sebenarnya seperti apa cuaca normal Indonesia? Berikut merdeka.com merangkum suhu rata-rata suatu daerah dalam kurun waktu tertentu:

Cuaca Normal Indonesia

Cuaca normal Indonesia pada siang hari, suhu di Indonesia sekitar 30 derajat Celsius atau sedikit lebih tinggi hampir sepanjang tahun. Lebih dingin di daerah yang lebih tinggi dan terutama di Papua di mana puncak tertinggi bahkan dingin dengan salju dan es abadi. 

Secara umum kita hampir selalu mengalami kondisi cuaca tropis di mana matahari yang cerah bercampur dengan hujan lebat dan badai petir.

Sedangkan suhu rata-ratanya sendiri sepanjang beberapa dasawarsa sebelumnya dalam pengamatan 91 stasiun BMKG, normal suhu udara periode 1981-2010 di Indonesia adalah sebesar 26.6 oC dan suhu udara rata-rata tahun 2020 adalah sebesar 27.3 oC, tulis laman bmkg.go.id.

Penting diketahui, secara keseluruhan di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2016 menjadi tahun paling panas dengan anomali setinggi 0.8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. 

Sedangkan tahun terpanas kedua yakni terjadi pada tahun 2020 yaitu dengan anomali sebesar 0.7 °C, sedangkan tahun terpanas ketiga yaitu terjadi pada tahun 2019 berada dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C.

Cuaca Ekstrem di Indonesia

Kejadian ekstrem adalah kejadian cuaca atau kondisi iklim yang luar biasa parah yang dapat menyebabkan dampak yang menghancurkan pada masyarakat dan ekosistem pertanian dan alam. 

Peristiwa ekstrem terkait cuaca seringkali berumur pendek dan mencakup gelombang panas, pembekuan, hujan lebat, tornado, siklon tropis, dan banjir. 

Peristiwa ekstrem terkait iklim bertahan lebih lama dari peristiwa cuaca atau muncul dari akumulasi peristiwa cuaca atau iklim yang bertahan selama periode waktu yang lebih lama. 

Contohnya termasuk kekeringan yang diakibatkan oleh curah hujan di bawah normal dalam jangka waktu yang lama atau wabah kebakaran hutan ketika musim kemarau yang berkepanjangan dan hangat mengikuti musim pertumbuhan yang basah dan produktif secara tidak normal.

Sedangkan cuaca ekstrem di Indonesia umum terjadi di beberapa belahan daerah maupun pulau.

Tim Variabilitas Iklim dan Awal Musim (TIVIAM) Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), memperkirakan fenomena cold front menyebabkan udara dingin di beberapa kota di Indonesia.

Peneliti TIVIAM PSTA LAPAN Erma Yulihastin mengatakan, penurunan suhu permukaan rata-rata di beberapa kota di Indonesia ini terjadi selama Juni, saat kemarau basah seperti yang dilansir dari Liputan6 pada 28/06/2021.

Pergerakan cuaca ekstrem sendiri sebenarnya sangat penting diketahui oleh orang-orang yang bekerja langsung dengan alam seperti petani dan nelayan.

Seperti pada bulan lalu, gelombang sangat tinggi antara 4-6 meter berpotensi terjadi di perairan Samudera Hindia selatan Jawa dan Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa hingga Kamis (22-24/6/2021). 

BMKG juga memprediksi gelombang setinggi 2,5 sampai empat meter berpeluang terjadi di perairan utara Sabang, perairan barat Sumatera, Samudra Hindia barat Sumatera, Selat Sunda, perairan selatan Jawa-Sumba, Selat Bali-Lombok-Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan Sumba, dan Laut Arafuru.

Kehadiran gelombang tinggi berisiko mengganggu kegiatan pelayaran. BMKG selalu mengimbau masyarakat mewaspadai potensi munculnya gelombang tinggi, terutama nelayan dan operator kapal. (mdk/amd)