AI Dipakai sebagai Petunjuk Jalan Pencarian Burung Terancam Punah Ini
Artificial Intelligence (AI) kini mulai dipakai peneliti untuk mencari keberadaan spesies burung terancam punah.
Artificial Intelligence (AI) kini mulai dipakai peneliti untuk mencari keberadaan spesies burung terancam punah.
-
Bagaimana ilmuwan menentukan burung tersebut pemangsa? 'Berdasarkan petunjuk pada tulang kaki mereka, kami menduga burung ini mampu menangkap dan membawa mangsa, mirip dengan apa yang dilakukan elang atau burung hantu modern,' kata Alex Clark
-
Mengapa AI digunakan untuk pencarian? Teknologi ini memungkinkan Anda untuk mendapatkan hasil pencarian yang paling relevan serta sesuai dengan kebutuhan.
-
Bagaimana jejak kaki burung diidentifikasi? Identifikasi dilakukan berdasarkan ciri-ciri avian, seperti memiliki tiga ruas pada kaki, dengan digit yang tipis dan cakar yang tajam.
-
Bagaimana AI mengarahkan cacing ke sumber makanan? Dalam studi ini, para peneliti melatih AI untuk mengarahkan cacing Caenorhabditis elegans sepanjang satu milimeter menuju tambalan Escherichia coli di sebuah piring berukuran empat sentimeter. Kamera yang terletak di dekat piring merekam pergerakan dan tubuh cacing setiap tiga kali per detik. AI ini juga dapat menyalakan atau mematikan cahaya yang diarahkan ke piring. Cacing tersebut telah direkayasa secara optogenetik sehingga neuron tertentu akan aktif atau tidak aktif sebagai respons terhadap cahaya, terkadang mendorong pergerakan.
-
Di mana jejak kaki burung ditemukan? Fosil jejak kaki burung ini ditemukan di Formasi Wonthaggi di Victoria, Australia.
-
Dimana AI menemukan situs fosil mamalia purba? Situs Fosil di Great Divide Basin, Wyoming: Diidentifikasi menggunakan jaringan saraf tiruan yang menganalisis peta dan citra satelit, situs-situs ini berisi fosil mamalia purba yang berumur 50 juta hingga 70 juta tahun.
AI Dipakai sebagai Petunjuk Jalan Pencarian Burung Terancam Punah Ini
Artificial Intelligence atau Kecerdasan buatan (AI) merupakan teknologi baru yang banyak membantu pekerjaan manusia.
Kini, teknologi ini bahkan bisa membantu mencari keberadaan hewan-hewan yang sulit ditemukan.
Bagaimana caranya?
Melansir laporan Greek Reporter pada Selasa (5/12), para ilmuwan bertanya-tanya apakah suara burung dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui keberadaannya. Ini disebut metode bioakustik, di mana ilmuwan menggunakan suara untuk mempelajari lingkungan.
Metode ini juga dipakai untuk merekam komunikasi lumba-lumba dan mengamati kelelawar.
ilmuwan menggunakan AI untuk menganalisis kumpulan audio yang besar dan mengajarkan program komputer untuk mengidentifikasi berbagai suara hewan.
Target dari penelitian ini adalah merpati darat bersayap ungu (Paraclaravis geoffroyi), spesies yang terakhir kali ditemukan pada tahun 1985.
Merpati ini berasal dari Hutan Atlantik Amerika Selatan di Brazil, Argentina, dan Paraguay.
Namun, data yang memuat kicauan merpati itu sangatlah sedikit. Data yang ditemukan berasal dari tahun 1985, dalam wawancara dengan mantan peternak burung di Sao Paulo.
"Saya menemukan [kicau burung] saat menonton wawancara tahun 1985 dengan Carlos Keller, mantan peternak burung di negara bagian São Paulo, yang memelihara beberapa individu merpati. Dan mereka bernyanyi saat dia berbicara,"
Carlos Araújo, ahli ekologi di Instituto de Biologia Subtropical di Universidad Nacional de Misiones di Argentina.
Setelah Araújo dan rekan-rekannya berhasil memperoleh dan mengisolasi rekaman tersebut, mereka kembali menghadapi tantangan lain. Tantangan ini adalah apakah kicauan burung dapat dikenali di antara suara-suara hutan lainnya.
Karena itu, para peneliti memilih untuk beralih untuk menganalisis tiga spesies burung lainnya yang terancam punah di taman nasional perbatasan Brazil-Argentina, Foz do Iguaçu.
Tiga spesies ini adalah burung tanager leher ceri, burung antwren Alagoas, dan burung merpati bermata biru. Ketiga burung ini berbagi habitat dengan merpati darat sayap ungu.
Cara Menemukan
Mereka memasang 30 alat perekam di area hijau di Foz do Iguaçu bagian Brazil dan merekam suara dari Juli 2021 hingga April 2022.
Namun, jumlah data yang dihasilkan sangat besar, sekitar 3.000 hari, sehingga harus disaring.
Jadi, tim peneliti kembali dari awal, bekerja dengan data terbatas yang mereka miliki.
Mereka membuat template suara berdasarkan rekaman yang ada dan menggunakan algoritma untuk memisahkan suara burung dari kebisingan.
Selanjutnya, langkah yang harus diambil adalah menyempurnakan ketepatan algoritma untuk menemukan burung antwren Alagoas dan melatihnya untuk mencari merpati darat bersayap ungu secara bersamaan. Mereka berharap dapat menemukan burung-burung tersebut sebelum terlambat.