Ilmuwan Membuat Cacing Berotak Robot Pakai AI
Ilmuwan melatih AI untuk memandu cacing menuju target menggunakan pembelajaran reinforcement, menunjukkan kolaborasi antara jaringan saraf buatan dan biologis.
Para ilmuwan telah membenamkan kecerdasan buatan (AI) langsung ke sistem saraf seekor cacing berukuran milimeter. AI ini diharapkan dapat mengarahkan cacing ke sumber makanan. Hasilnya menunjukan reaksi yang menarik.
Mengutip ScientificAmerican, Selasa (3/9), penelitian yang diterbitkan dalam Nature Machine Intelligence, melibatkan pelatihan AI menggunakan metode deep-reinforcement learning.
-
Siapa yang menciptakan Robot AI? Para ilmuwan dari Technical University of Denmark (DTU), menciptakan model AI yang bernama Life2vec.
-
Robot apa yang digunakan dalam penelitian? Robot sosial humanoid buatan SoftBank Robotics, NAO yang memiliki suara mirip manusia namun seperti robot, digunakan sebagai informan robot.
-
Siapa yang membuat AI ini? Malas menemukan Project December–sebuah alat AI yang dirancang untuk 'mensimulasikan orang yang telah meninggal'.
-
Siapa yang mengembangkan AI ini? Para peneliti di Denmark menggunakan data dari jutaan individu untuk membangun model yang dapat memprediksi berbagai peristiwa kehidupan, mulai dari kesehatan hingga kehidupan sosial.
-
Bagaimana AI ini membaca pikiran? Alat ini nantinya bekerja dengan cara menggunakan sebuah topi yang akan merekam aktivitas listrik di otak melalui kulit kepala penggunanya, atau yang disebut dengan electroencephalogram (EEG). Mengutip Techxplore, Jumat, (15/12), gelombang EEG ini nantinya akan menangkap karakteristik dan pola tertentu dari otak manusia. Sehingga model AI yang disebut DeWave ini akan menerjemahkan EEG menjadi kata dan kalimat dari hasil mempelajari data EEG yang terekam.
-
Apa yang dibuat oleh AI? Elon Musk, CEO Tesla dan SpaceX, baru-baru ini membagikan sebuah video pertunjukan fashion show yang dihasilkan oleh AI, menampilkan berbagai pemimpin dunia dan tokoh teknologi terkemuka.
Dalam studi ini, para peneliti melatih AI untuk mengarahkan cacing Caenorhabditis elegans sepanjang satu milimeter menuju tambalan Escherichia coli di sebuah piring berukuran empat sentimeter. Kamera yang terletak di dekat piring merekam pergerakan dan tubuh cacing setiap tiga kali per detik.
AI ini juga dapat menyalakan atau mematikan cahaya yang diarahkan ke piring. Cacing tersebut telah direkayasa secara optogenetik sehingga neuron tertentu akan aktif atau tidak aktif sebagai respons terhadap cahaya, terkadang mendorong pergerakan.
T. Thang Vo-Doan, seorang insinyur di Universitas Queensland, Australia, yang telah bekerja secara independen pada serangga cyborg, memuji penelitian ini karena pengaturannya yang sederhana.
"Pembelajaran reinforcement fleksibel, dan AI berbasis metode ini dapat menemukan cara untuk melakukan tugas-tugas yang kompleks," jelas Vo-Doan.
Chenguang Li, ahli biofisika dari Universitas Harvard sekaligus ilmuwan yang meneliti, menyebut bahwa metode mereka bisa diperluas untuk masalah yang lebih sulit. Timnya kini sedang mengeksplorasi apakah metode ini bisa meningkatkan stimulasi otak dalam untuk mengobati penyakit Parkinson pada manusia dengan menyesuaikan tegangan yang digunakan dan waktunya.
"Suatu hari nanti, pembelajaran reinforcement dan implan mungkin bahkan memberi kita keterampilan baru. Menggabungkan jaringan saraf buatan dan nyata," tambah Li.