Candi Borobudur Dibangun Berdasarkan Ilmu Astronomi, Ini Buktinya
Ilmuwan menjelaskan posisi dan relief Candi Borobudur sarat dengan makna astronomi.

Ilmuwan menjelaskan posisi dan relief Candi Borobudur sarat dengan makna astronomi.

Candi Borobudur Dibangun Berdasarkan Ilmu Astronomi, Ini Buktinya
Endang Soegiartini dari Kelompok Keilmuan Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB) menjelaskan Candi Borobudur menunjukan bahwa masyarakat saat itu telah memahami langit dan gerak benda langit.
Mengutip BRIN dan Kemendikbud, Senin (4/3), relief-relief yang ada pada candi tersebut, banyak menceritakan tentang keterkaitan astronomi dengan kehidupan saat itu.

Misalnya saja, keberadaan 9 relief pada candi yang menggambarkan berbagai jenis perahu layar digambarkan sebagai fungsi navigasi.
Stupa utama Candi Borobudur yang berada di titik tengah dari keseluruhan candi disebut sebagai gnomon yang dapat berfungsi sebagai penanda waktu atau musim.


Ia mengatakan jumlah stupa Candi Borobudur sebanyak 4x365, ditambah satu stupa paling atas (di puncak). Jumlah tersebut mewakili jumlah hari dalam satu tahun (365 hari), dan satu hari penambahan di setiap empat tahun sekali (tahun kabisat).
"Itu (Candi Borobudur) adalah kalender raksasa,"
Endang Soegiartini dari Kelompok Keilmuan Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sementara itu, menurut peneliti PRA BRIN Gerhana Puannadra Putri, Candi Borobudur menceritakan adanya peranan arkeo-astronomi.
Peranan itu adalah astronomi pada budaya kehidupan masa lalu yang sangat berpengaruh bagi masyarakat.

Dengan mengamati benda-benda langit, mereka dapat menentukan peralihan musim dan menentukan waktu tanam serta panen, selain itu juga sebagai ritual kepercayaan.
Dalam melakukan pengamatan arkeo-astronomi, ia membeberkan metode yang dipakai.
Meliputi penentuan alignment atau penyejajaran benda langit yang diinginkan seperti koordinat, waktu, pola pergerakan, serta observasi topografi di sekitar situs.
Hal itu untuk menentukan skenario alignment yang sesuai.
"Hasil pengukuran dapat digunakan untuk memodelkan penampakan langit dan posisi benda langit pada saat situs dibuat. Perlu dukungan bukti kontekstual yang kuat seperti relief, transkrip, atau sejarah untuk validasi hasil pengukuran arkeo-astronomi terkait penanggalan, agama dan kepercayaan, sosial budaya, dan sebagainya,"
Peneliti PRA BRIN Gerhana Puannadra Putri.