Ilmuwan Dibuat Penasaran Punahnya Kera Raksasa Terkuat di Bumi
Ada kera terbesar yang pernah hidup di Bumi. Punya tinggi 3 meter dan berat 300 kilogram.
Ada kera terbesar yang pernah hidup di Bumi. Punya tinggi 3 meter dan berat 300 kilogram
Ilmuwan Dibuat Penasaran Punahnya Kera Raksasa Terkuat di Bumi
Ada kera terbesar yang pernah hidup di Bumi. Punya tinggi 3 meter dan berat 300 kilogram.
Sayangnya, kera terbesar yang pernah hidup di planet ini tidak mampu bertahan dalam ujian waktu. Ia punah ketika kera-kera kecil lainnya mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan.
-
Mengapa kera raksasa punah? Kera raksasa dengan ukuran besar tidak mampu beradaptasi pada perubahan iklim tersebut sehingga akhirnya punah.
-
Apa bentuk kera raksasa? Bentuknya menyerupai orang utan zaman modern.
-
Apa penyebab punahnya unta raksasa? Para penulis menyimpulkan bahwa kepunahan Camelus knoblochi pada akhirnya disebabkan terutama oleh kurangnya toleransi mereka terhadap kondisi kekeringan dibandingkan dengan unta modern seperti Camelus ferus yaitu unta Baktria domestic, dan unta Arab domestik.
-
Dimana fosil kera raksasa ditemukan di Indonesia? Salah satu fosilnya ternyata juga ditemukan di Indonesia, tepatnya di Situs Semedo, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal.
-
Kapan kera raksasa hidup di Jawa? Diperkirakan kera raksasa menghuni Jawa pada masa pleistosen hingga lebih kurang 200.000 tahun yang lalu.
-
Dimana kera ekor panjang menyerang? Di Desa Cikakak, Banyumas, sekelompok kera ekor panjang turun dari gunung dan menyerbu permukiman warga.
Mengutip ScienceAlert, Kamis (11/1), kera ini disebut G. Blacki. Kera ini dikenal memiliki empat tulang rahang dan beberapa ribu gigi. Sayangnya, waktu dan alasan kematian G. blacki belum diketahui oleh ahli paleontologi selama beberapa dekade.
“Kisah G. blacki merupakan sebuah teka-teki dalam paleontologi – bagaimana makhluk perkasa seperti itu bisa punah pada saat primata lain beradaptasi dan bertahan hidup?”
Ahli paleontologi Yingqi Zhang dari Chinese Academy of Sciences.
Mereka menganalisis sampel fosil dan sedimen dari 22 gua di Tiongkok selatan, setengahnya berisi sisa-sisa G. blacki.
Jika digabungkan, fosil-fosil tersebut mewakili kumpulan bukti terbesar G. blacki, yang mencakup seluruh wilayahnya.
Meskipun catatan fosil tidak dapat memberi tahu secara pasti mengapa suatu spesies punah, namun mengetahui kapan suatu spesies punah dapat membantu peneliti mempersempit periode perubahan lingkungan dan perilaku yang terjadi bersamaan dengan kepunahannya.
“Tanpa penanggalan yang tepat, Anda hanya mencari petunjuk di tempat yang salah,” kata ahli geokronologi Universitas Macquarie, Kira Westaway, yang memimpin penelitian bersama Zhang.
Zhang, Westaway, dan rekannya memperkirakan bahwa G. blacki punah antara 295.000 dan 215.000 tahun yang lalu, berdasarkan 157 penanggalan radiometrik yang mereka hasilkan menggunakan enam teknik penanggalan berbeda.
Variabilitas iklim inilah yang menjadi penyebab kehancuran G. blacki. Dibandingkan dengan kerabat primata terdekatnya, orangutan Tiongkok (Pongo weidenreichi) yang juga sudah punah, G. blacki tidak beradaptasi dengan baik terhadap perubahan lingkungan, berdasarkan analisis gigi.
Gigi G. blacki menunjukkan tanda-tanda stres kronis ketika spesies ini mendekati kepunahannya, dan pola makannya juga menjadi kurang beragam karena hutan terbuka dan mengering. Jumlah populasi menyusut dan jangkauan geografis G. blacki menyusut.
“Ini adalah wawasan pertama mengenai perilaku G. blacki sebagai spesies yang berada di ambang kepunahan, yang sangat kontras dengan P. weidenreichi yang menunjukkan lebih sedikit stres saat ini,” tulis para peneliti dalam makalah mereka. Meskipun perubahan lingkungan ini berdampak besar bagi G. blacki, para peneliti berpendapat bahwa ada banyak hal yang dapat dipelajari dari cerita tentang ketahanan primata terhadap perubahan iklim, di masa lalu dan masa depan.