Ritual Andingingi di Sulawesi, Wujud Keharmonisan Suku Kajang dengan Alam
Merdeka.com - Seperti semboyannya “Bhineka Tunggal Ika”, keberagaman menjadi identitas utama Negara Indonesia. Keberagaman suku dan kebudayaan turut memperkaya jati diri Indonesia. Suku Mentawai, Suku Badui, Suku Sasak, Suku Asmat contohnya yang lebih terkenal. Namun tak banyak yang tahu, di Sulawesi terdapat Suku Kajang. Tepatnya di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Sama seperti suku lainnya yang punya tradisi dan kebudayaan khasnya sendiri.
Suku Kajang menjadi suku tradisional yang tinggal di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Bak Suku Badui yang punya Badui Dalam dan Badui Luar, Suku Kajang juga demikian. “Tau Kajang” atau “Ammatoa” mereka yang berada di pedalaman, dan “Tau Lembang” mereka yang tinggal di sekitar Tau Kajang. Kebudayaanya pun hampir sama, begitu mengagungkan dan hidup harmonis selaras dengan alam. Salah satu wujudnya ialah Ritual Andingingi.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
-
Kenapa orang Jawa di Malaysia tetap lestarikan tradisi? Namun mereka tak ingin meninggalkan identitas asal. Walaupun berada di negeri orang mereka tetap lestarikan budaya Jawa.
-
Bagaimana cara Banyuwangi menjaga kelestarian budaya dan alamnya? 'Anugerah Tuhan yang dilimpahkan ke Banyuwangi dengan bentang alamnya yang indah dan unik serta keragaman budayanya ini, akan terus kami lestarikan. Sembari terus kami kelola dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat,' ungkap Ipuk.
-
Mengapa penting menjaga kelestarian tanah di Sumut? Tanah memiliki peranan penting bagi seluruh kehidupan di bumi. Sebab, tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan cara menyediakan unsur hara serta air dan sebagai penopang akar tumbuhan.
-
Kenapa masyarakat Bangka Belitung menjaga Kelekak? Warisan yang Harus Dijaga Mengutip dari beberapa sumber, terdapat aturan jika Kelekak tidak boleh diperjualbelikan. Mereka menganggap jika tanah tersebut merupakan warisan yang harus dilestarikan sebuah keluarga dari generasi ke generasi.
-
Dimana Suku Kalang tinggal? Hutan jati di Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, dulu diduga menjadi tempat tinggal orang Kalang.
©2021 Merdeka.com/Asrullah
Ritual Andingingi dimulai dengan percikan air berkat dari ikatan tangkai pinang dan dedaunan. Diikat menjadi satu yang disebut dengan "pabbe’bese". Seluruh peserta tampak menengadah menanti cipratan air juga olesan "bacca" atau bedak cair dari tepung beras dan kunyit.
Baik Suku Badui dan Suku Kajang, tersematkan hukum adat yang menganggap alam menjadi sumber kekuatan. Bagi Suku Kajang, merusak alam sama saja menghianati alam. Itulah mengapa beberapa hutan adat begitu dikeramatkan oleh Suku Kajang.
Antara manusia dan Tuhan dijembatani oleh alam. Tiap tahunnya Suku Kajang menyelenggarakan ritual Andingingi. Yang bertujuan menjadi doa dan harapan akan rezeki, kedamaian, dan dijauhkan dari mara bahaya.
©2021 Merdeka.com/Asrullah
Uniknya, dalam tradisi Andingingi pakaian mereka didominasi warna hitam. Pakain hitam menjadi kewajiban saat memsasuki wilayah “Ammatoa” atau kajang dalam. Bagi suku Kajang, warna hitam melambangkan kesakralan. Mereka menganggap warna hitam mempunyai makna kesederhanaan dan kewibawan. Selain itu sebuah simbol persamaan baik itu derajat dan sumber kekuatan.
Baik pria maupun wanita semua serba hitam. Andingingi diiringi dengan beraneka macam sesaji hasil bumi. Bahan makanan berupa nasi, ketan, buah-buahan, sayuran, dan daging kerbau sebelumnya didoakan agar mendapat keberkahan. Semuanya dikemas mengunakan daun lontar, keranjang bambu, dan tempurung kelapa.
©2021 Merdeka.com/Asrullah
Beberapa atraksi digelar dengan kekuatan kanuragan bernama “Attunu panroli”. Seorang pemangku adat bernama Puto Gassing menggunakan linggis panas. Yang sebelumnya telah dipanaskan dengan dedaunan yang terbakar. Besi linggis yang memerah berkali-kali diusapkan ke talapak kaki, namun ia tak merasakan panas sedikitpun.
“Attunu panroli” menjadi sistem penghakiman jika di Kajang terjadi keraguan menentukan siapa pelaku pelanggaran. Kedua terduga diperintahkan memegang linggis panas. Jika tangannya melepuh maka dialah yang bersalah.
Aturan tegas merawat alam selalu ditegakkan oleh Suku Kajang. Memasuki hutan keramat atau “rambang seppang” tidak diperkenankan memakai alas kaki. Selain itu, Memanfaatkan hutan, mereka dilarang menggunakan peralatan modern.
©2021 Merdeka.com/Asrullah
Ritual Andingingi diakhiri dengan menyantap bersama sesaji yang tersedia. Kehangatan dan kekeluargan dibalut dengan rimbunnya hutan yang mereka jaga.
Andingingi memiliki beberapa jenis yang punya perbedaan skala dan tempatnya. Yakni andingingi kampong (kampung), andingingi borong (hutan) dan andingingi bola (rumah). (mdk/Ibr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebuah kepercayaan asli yang dianut masyarakat Suku Mentawai ini tak jauh-jauh dari soal alam dan manusia untuk saling bersinergi dalam kehidupan.
Baca SelengkapnyaRitual adat Kebo-keboan Alas Malang yang digelar masyarakat Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (30/7), berlangsung meriah.
Baca SelengkapnyaIni merupakan bentuk ikhtiar warga Sumedang setelah terjadi bencana gempa beberapa waktu lalu.
Baca SelengkapnyaTarian ini konon dipercaya akan merekatkan koneksi antara keluarga yang ditinggalkan dengan roh yang dipanggil oleh Tuhan.
Baca SelengkapnyaKeunikan junjung pusako adalah sebuah kain panjang yang membungkus di dalamnya berisikan tulisan kuno.
Baca SelengkapnyaKabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaSelain memiliki fungsi spiritual, hutan ini juga memiliki fungsi ekologis bagi perkampungan di sekitarnya.
Baca SelengkapnyaKabarnya, tanah di Kampung Cisungsang merupakan titipan dari Raja Sunda yang bersahaja bernama Pangeran Walasungsang.
Baca SelengkapnyaTradisi Wiwitan rutin diadakan setiap tahun oleh para petani di Jogja. Acara itu dirangkai dengan berbagai kegiatan kesenian
Baca SelengkapnyaFestival Kebangsaan yang digelar di Gedung Seni Budaya (Gesibu) Blambangan.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar setiap perayaan Hari Raya Karo yang jatuh pada tanggal 15 bulan Karo dalam kalender Saka.
Baca SelengkapnyaMeskipun motif batik khas Magetan beragam tetapi Batik Pring tetap dikenal oleh masyarakat luas.
Baca Selengkapnya