AKBP Malvino Edward Yusticia Dipecat Tidak Hormat Akibat Kasus Pemerasan Penonton DWP
AKBP Malvino Edward Yusticia dipecat secara tidak hormat akibat keterlibatannya dalam kasus pemerasan terhadap penonton DWP 2024.
Kasus dugaan pemerasan yang terjadi di acara musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 berakhir dengan pemecatan tidak hormat terhadap AKBP Malvino Edward Yusticia. Keputusan pemecatan ini diambil dalam Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang dilaksanakan di Mabes Polri, Jakarta, pada awal Januari 2025.
Awal mula pemecatan ini berasal dari dugaan tindakan Malvino yang meminta sejumlah uang kepada seorang warga negara Malaysia selama konser berlangsung. Kasus ini tidak hanya menyoroti adanya penyalahgunaan wewenang di lingkungan Polri, tetapi juga memicu proses hukum yang lebih mendalam.
Malvino sendiri telah mengajukan banding atas keputusan pemecatan ini. Informasi lebih lanjut mengenai kasus ini telah dirangkum Merdeka.com dari berbagai sumber, Jumat (3/1).
Bermula dari Meminta Uang kepada Warga Negara Malaysia
Kasus ini berawal dari tindakan Malvino Edward Yusticia, yang pada saat itu menjabat sebagai Kasubdit III Ditresnarkoba Polda Metro Jaya. Ia melakukan pemeriksaan terhadap seorang warga negara Malaysia di acara DWP 2024, yang berlangsung pada tanggal 13 hingga 15 Desember 2024, dengan dugaan adanya penyalahgunaan narkoba.
Dalam proses pemeriksaan tersebut, Malvino diduga meminta sejumlah uang sebagai imbalan untuk membebaskan orang yang diperiksa. Praktik tidak etis ini terungkap setelah Divisi Propam Polri menerima laporan dan kemudian melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kasus tersebut.
Akibat dari penyelidikan yang dilakukan, Malvino menghadapi pemeriksaan etika yang berlangsung dari 27 Desember 2024 hingga 2 Januari 2025. Hasil dari pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa ia bersalah dan dijatuhi sanksi administratif berupa pemecatan tidak hormat dari keanggotaan Polri.
"Sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," ungkap Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, pada Kamis (2/1), mengutip ANTARA.
Proses Sidang Etik dan Keputusan Pemecatan
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dilaksanakan di Markas Besar Polri, dimulai pada tanggal 31 Desember 2024 dan berakhir pada 2 Januari 2025. Dalam sidang ini, perwakilan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) hadir untuk menjamin bahwa proses hukum yang berlangsung berjalan dengan transparan dan akuntabel.
Selama sidang, majelis hakim melakukan pemeriksaan terhadap bukti-bukti dan keterangan saksi yang dapat memberatkan maupun meringankan. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama karena majelis hakim harus menelaah berbagai fakta serta memastikan bahwa bukti yang diajukan sesuai dengan perkara yang sedang dibahas.
Hasil dari sidang tersebut menyatakan bahwa Malvino terbukti bersalah karena melanggar kode etik kepolisian, termasuk Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 mengenai Pemberhentian Anggota Polri, serta beberapa pasal dalam Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Reaksi dan Banding atas Putusan Pemecatan
Setelah menerima keputusan pemecatan, Malvino Edward Yusticia mengungkapkan niatnya untuk mengajukan banding. Ia berharap langkah ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih ringan atau bahkan pembatalan dari pemecatan yang telah dijatuhkan. Proses banding akan mengikuti prosedur hukum internal Polri, di mana Komisi Banding akan melakukan pengkajian ulang. Proses ini akan meninjau kembali semua fakta yang disampaikan selama persidangan pertama.
Namun, penting untuk dicatat bahwa pengajuan banding tersebut tidak akan menghentikan penerapan keputusan pemecatan sementara, yang sudah mulai berlaku sejak putusan dikeluarkan di awal Januari 2025.
"Kedua orang tersebut yang di-PTDH mengajukan banding," ujar anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Muhammad Choirul Anam.
Implikasi Kasus bagi Polri dan Penegakan Etik
Kasus ini menegaskan betapa krusialnya pengawasan yang ketat terhadap integritas para anggota kepolisian, khususnya di unit yang berfokus pada penanganan narkoba. Pemecatan Malvino menjadi sinyal yang jelas bahwa tindakan penyalahgunaan wewenang tidak akan diterima dalam tubuh Polri.
Sidang etik yang dilakukan juga mencerminkan komitmen Polri untuk meningkatkan akuntabilitas. Proses investigasi yang melibatkan saksi dari dalam dan luar institusi dianggap mampu memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian.
Dengan demikian, mekanisme akuntabilitas yang transparan ini bisa menjadi contoh bagi lembaga lain mengenai pentingnya respons yang cepat dan tegas dalam menangani pelanggaran etik.
Tak Ingin Kasus Serupa Terjadi di Masa Depan
Polri telah melakukan penguatan terhadap sistem pengawasan internal mereka, termasuk dengan memperluas peran Divisi Propam dalam memantau perilaku anggotanya di lapangan. Upaya ini diharapkan dapat mendeteksi potensi pelanggaran lebih awal dan mencegah terulangnya kasus yang sama.
Selain itu, peningkatan pelatihan mengenai etika profesi dan integritas diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai disiplin dan tanggung jawab di kalangan anggota Polri.
Pengawasan eksternal juga semakin ditingkatkan melalui kerjasama dengan Kompolnas serta lembaga independen lainnya untuk memastikan adanya transparansi dalam proses investigasi dan penindakan.
Mengapa AKBP Malvino Edward Yusticia dipecat dari Polri?
AKBP Malvino Edward Yusticia dipecat dari kepolisian karena terlibat dalam tindakan pemerasan. Ia terbukti melakukan pemerasan terhadap para penonton acara DWP 2024 saat bertugas mengamankan acara tersebut.
Apa itu sidang etik dalam Polri?
Sidang etik merupakan suatu proses yang dilakukan secara internal oleh Polri untuk mengevaluasi pelanggaran disiplin serta kode etik yang dilakukan oleh para anggotanya.
Apakah Malvino Edward Yusticia bisa kembali menjadi anggota Polri setelah dipecat?
Malvino memiliki hak untuk mengajukan banding atas keputusan yang telah diambil. Namun, perlu dicatat bahwa keputusan akhir mengenai banding tersebut akan ditentukan oleh Komisi Banding Polri.
Apa dampak kasus ini terhadap citra Polri?
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya peningkatan pengawasan terhadap tindakan anggota serta komitmen Polri dalam menjaga integritas.