Kekejaman Israel Terus Terjadi, Bayi-Bayi di Gaza Meninggal karena Kedinginan
Berikut kekejaman Israel yang terus terjadi sampai bayi-bayi di Gaza meninggal karena kedinginan.
Militer Israel hingga kini masih terus meluncurkan serangan demi serangan ke Gaza, Palestina. Puluhan ribu orang pun tewas akibat genosida yang dilakukan oleh Israel. Bahkan terbaru bayi-bayi di Gaza harus meregang nyawa lantaran kedinginan di tenda perkemahan.
Kematian bayi-bayi ini sontak semakin membuka lebar mata masyarakat dunia bagaimana warga Gaza bertahan hidup di tengah kekejaman Israel. Bukan hanya serangan demi serangan, warga Gaza bahkan tidak bisa mendapatkan kehidupan layak di pengungsian.
Apalagi bantuan kemanusiaan yang datang juga diblokade oleh Israel. Lantas bagaimana kekejaman Israel yang terus terjadi sampai bayi-bayi di Gaza meninggal karena kedinginan ini?
Melansir dari berbagai sumber, Kamis (26/12), simak ulasan informasinya berikut ini.
Bayi-Bayi Gaza Meninggal Kedinginan
Kabar pilu datang dari tenda perkemahan di Al-Mawasi, Gaza Selatan. Seorang bayi yang baru lahir meregang nyawa akibat kedinginan pada Rabu (25/12).
Berita tersebut dikabarkan langsung oleh Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Munir Al-Bursh di Gaza dalam postingannya di X.
"Sela Mahmoud Al-Fasih 'tewas membeku karena kedinginan yang ekstrim' di Al-Mawasi," ucap Munir Al-Bursh.
Melansir dari CNN, Kepala pediatri dan kebidanan di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, Ahmed Al-Farra mengatakan bahwa dalam 48 jam terakhir, Al-Fasih dan setidaknya dua bayi lainnya yang berusia tiga hari dan satu bulan meninggal akibat suhu rendah dan kurangnya akses ke tempat berlindung yang hangat.
Adapun Al-Mawasi yang berada di wilayah pesisir barat Rafah, yang sebelumnya ditetapkan oleh Israel sebagai "wilayah kemanusiaan", kerap kali menjadi sasaran serangan Israel.
Akibatnya, ribuan pengungsi Palestina dievakuasi dan tinggal selama berbulan-bulan di tenda darurat yang terbuat hanya dari kain dan nilon.
Bukti Sulitnya Bertahan Hidup di Gaza
Sebuah rekaman dari halaman di Al-Mawasi menunjukkan saat tubuh mungil Al-Fasih terbungkus kain kafan putih tengah digendong sang ayah yang berusia 31 tahun, Mahmoud.
Dalam video lain, sekelompok pemuda Palestina berjongkok di dekat makamnya untuk mengantar ke pemakaman. Dalam video itu juga memperlihatkan wajah Al-Fasih yang membiru.
"[Sela] meninggal karena kedinginan," kata ibu Al-Fasih, Nariman.
"Saya sedang menghangatkan dan menggendongnya. Tapi… [Kami] tidak punya pakaian tambahan untuk menghangatkan gadis ini," lanjutnya.
Peristiwa tersebut banyak disorot lantaran menjadi bukti betapa beratnya anak-anak Palestina bertahan hidup di 'rumah' sendiri.
Tak sedikit dari mereka yang terpaksa mengungsi dari rumah mereka di tengah serangan Israel yang sedang berlangsung di jalur tersebut.
Serangan masif Israel yang dilancarkan sejak Oktober 2023 lalu, telah memusnahkan lingkungan yang dulunya hidup di Gaza. Serangan tersebut memusnahkan seluruh keluarga hingga menimbulkan krisis kemanusiaan berupa kelaparan, pengungsian dan penyakit yang merajalela.
Israel vs Anak-anak Gaza
Para aktivis hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa anak-anak Palestina menjadi sosok yang paling berat menanggung beban akibat serangan Israel.
Al Bursh mengatakan ada lebih dari 17.600 anak-anak telah terbunuh sejak Oktober 2023 lalu.
Laporan lain menyebut, ada sekitar 17.000 anak ditinggalkan tanpa pendampingan atau terpisah dari orang tua dan pengasuh mereka menurut Komite Penyelamatan Internasional melaporkan pada bulan Oktober.
Blokade bantuan kemanusiaan oleh Israel juga membuat warga dewasa dan anak-anak Gaza mengalami kesulitan mendapatkan makanan, air dan kehangatan yang cukup.
Selain itu, anak-anak Gaza juga disebut tidak dapat menerima perawatan yang memadai dalam sistem medis. Hanya 20% unit perawatan neonatal yang beroperasi di Jalur Gaza, menurut Dr Al-Farra.
Banyak bayi prematur meninggal karena kurangnya pasokan medis termasuk ventilator. Sementara, dokter terpaksa melakukan triase kasus untuk menyelamatkan nyawa anak-anak.
Observasi yang dilakukan oleh UNICEF juga membuktikan banyak anak-anak pengungsi di Gaza hanya mengenakan pakaian di punggung mereka yang dinilai tak aman.
Banyak dari mereka terpaksa melarikan diri dari pemboman Israel dengan mengenakan pakaian musim panas pada awal tahun ini.
Satu Anak Meninggal Setiap Jam
Melansir dari Anadolu, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) pada Selasa (24/12) melaporkan bahwa dalam satu jam satu anak Palestina tewas.
"Setiap jam, satu anak tewas. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah banyak nyawa yang terputus," ungkap UNRWA dalam sebuah pernyataan.
"Membunuh anak-anak tidak dapat dibenarkan. Mereka yang selamat pun terluka secara fisik dan emosional," sambungnya.
Kehidupan mereka juga jauh dari kata layak. Banyak anak Palestina di Gaza terpaksa mengais-ngais puing-puing bangunan.
"Waktu terus berjalan bagi anak-anak ini. Mereka kehilangan nyawa, masa depan, dan terutama harapan," tambah pernyataan tersebut.
Israel gencar menyerang wilayah Gaza Palestina, termasuk tempat pengungsian darurat. Selain itu mereka juga memblokade bantuan kemanusiaan.
Laporan terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, ada lebih dari 45.000 warga Palestina telah terbunuh dan 107.000 orang terluka.
Dari jumlah korban tewas yang tercatat, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Akibat kejahatan yang dilakukan, Israel sedang menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza.
Pada bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.