Mengenal Rahmat Budiarto, Anak Loper Koran Mampu S2 dan S3 Sekaligus di IPB
Merdeka.com - Nasib seseorang tak pernah ada yang menduga, semua bergantung kerja keras dan perjuangan. Seperti Rahmat Budiarto yang telah berhasil menerima gelar doktor di usianya yang masih 26 tahun.
Meski berasal dari keluarga miskin, pria yang akrab disapa Diar ini tak pernah pantang menyerah. Dia yakin betapa pentingnya meraih pendidikan demi mengubah nasib keluarga menjadi lebih baik.
Penasaran dengan perjuangan Rahmat Budiarto, anak loper koran yang mampu S2 dan S3 sekaligus di IPB? Simak kisah inspiratifnya berikut ini.
-
Bagaimana pria ini mencapai kesuksesannya? Hidup dalam keterbatasan sejak kecil Dikutip dari akun Instagram @kvrasetyoo, Kukuh membagikan kisah hidupnya yang berliku. Sejak kecil dia kurang mendapat kasih sayang orang tua karena ayahnya bekerja seharian sebagai sopir, dan ibunya juga bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Belum lagi kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan, sehingga menuntutnya agar hidup lebih mandiri. Sebagai anak sulung, Kukuh mulai menaruh perhatian dan bertekad ingin membantu keluarganya.
-
Bagaimana pria kaya ini hidup? Namun di tengah kekayaan yang dimiliki, dia mengaku telah hidup hemat sepanjang hidupnya.
-
Kata motivasi apa yang cocok untuk orang yang ingin mencapai mimpi? ‘Mimpi tidak berguna kecuali kamu mewujudkannya.’
-
Apa yang dikatakan tentang orang sukses? Orang sukses mampu melihat dan mengambil pelajaran dari kesalahan yang dibuatnya, sekaligus mau memperbaiki dan berani mencoba lagi dengan cara yang berbeda.
-
Kata-kata bijak berkelas apa yang memotivasi seseorang untuk bangkit? Tidak peduli seberapa jauh Anda jatuh, yang terpenting adalah bagaimana Anda bangkit kembali.
-
Apa contoh cerita inspiratif yang membahas semangat pantang menyerah? Meskipun menghadapi banyak rintangan, Adi melanjutkan pekerjaannya dengan penuh semangat. Akhirnya, Adi berhasil menyelesaikan pesanan tersebut tepat waktu. Acara di kota pun berjalan lancar, dan ukiran-ukiran kayu buatannya sangat dihargai oleh para tamu. Adi merasa bangga dengan dirinya sendiri karena telah memenangkan pertarungan dengan kesulitan.
Usia 26 Tahun Sudah Bergelar Doktor
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Rahmat Budiarto atau Diar telah menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Jember mengambil jurusan Agronomi dan Holtikultural. Selanjutnya di usia yang masih muda, dia langsung lanjut mengenyam pendidikan di kampus ternama, Institut Pertanian Bogor (IPB). Di usia 26 tahun Diar resmi mendapat gelar doktor dengan nilai tertinggi.
"Karena jalan bersamaan S2 dan S3 nya, jadi S2 agak molor, dua tahun lebih baru selesai April 2018. Keseluruhan empat tahun S2 dan S3," kata Diar dilansir dari channel YouTube metrotvnews.
Mahasiswa Terbaik dengan IPK Sempurna
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Sejak masih sarjana di Jember, Diar selalu menorehkan prestasi. Hingga saat wisuda S2, dia kembali menerima nilai terbaik di kampus IPB. Gelar master dengan IPK 4 termasuk hal yang tak mudah diraih.
"Lulusan terbaik program magister pada wisuda April 2018," imbuhnya.
"Dia bisa mendapat beasiswa S2 sekaligus S3 yang jarang sekali bisa diperoleh. Mas Diar hebat sekali," ucap teman satu kelas Diar.
Kemiskinan Tak Identik dengan Kebodohan
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Menjadi sebuah prinsip hidup Diar sedari kecil, bahwa kemiskinan tak identik dengan kebodohan. Semua kesuksesan yang dicapai, membutuhkan jerih payah, meski kerap disepelekan orang lain.
"Ayah saya loper koran di Jember," ujar Diar.
"Karena menurut saya mas Andy, kemiskinan itu tidak identik dengan kebodohan," imbuhnya.
Makan Mi Instan Terasa Mewah Bersama Keluarga
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Salah satu menu kesukaan Diar dan kerap ada di keluarganya ialah mi instan. Demi mencukupi makan kelima anggota keluarga itu, ibunda Diar mensiasati dengan menambah mi kering dalam masakannya.
"Karena kondisi yang dalam tanda kutip, pra sejahtera atau masih kekurangan. Ya cara ibu saya mengakali untuk makan sehari-hari ya mi instannya satu, dengan mi keringnya dua, agar porsinya lebih banyak, sehingga kita sekeluarga bisa makan," ucap Diar.
Rumah Gedek dan Ayah Loper Koran, Diar Tak Pantang Menyerah
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Semasa kecil, Diar masih tinggal di kontrakan. Hingga akhirnya sang ayah berhasil memiliki sebidang tanah untuk dibangun rumah gedek sederhana, beralaskan tanah. Meski hidup masih susah, namun Diar sejak dulu tak pernah pantang menyerah.
"Mungkin saya kecil masih ngontrak. Lalu pindah ke rumah sendiri dengan bilik bambu, alas masih tanah pernah saya rasakan. Kemudian keluarga juga sempat jadi penerima manfaat pembenahan program rumah. Kalau makan ya sehari-hari, kalau tidak salah ibu saya Rp50 ribu satu hari kalau korannya terjual semua. Terbatasnya kondisi saat itu," papar Diar.
Anak Pertama Dituntut Sanggup Kuliah
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Diar menyelesaikan pendidikan di SMK Negeri 5 Jember jurusan pertanian. Terbesit keinginan terbesarnya untuk lanjut kuliah. Sebab ayahnya hanya seorang loper koran, dia merasa terbantu dengan beasiswa dan para keluarga besarnya.
"Saya bersyukur sekali punya keluarga besar yang mendukung pendidikan. Karena pada saat itu ayah saya sudah planning, bahwa sebagai anak pertama kalau kuliah harus berusaha. Saya pernah menjadi penerima BOS, serta dibantu oleh keluarga besar. Dan juga oleh keluarga saya sendiri," kata Diar.
Penerima Beasiswa Prestasi Berturut-turut Hingga ke Luar Negeri Gratis
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Sejak mengenyam pendidikan di kampus, sekian kali Diar menerima beasiswa prestasi berkat nilai-nilainya yang kerap sempurna. Dia mengaku sempat gagal diterima.
Tak putus asa, Diar mencoba mendaftar beasiswa yang lain. Ternyata Tuhan punya rencana lain yang lebih baik untuk perjalanan pendidikannya.
"Saya melamar Bidikmisi tapi saya kurang beruntung. Tetapi ternyata Allah punya rencana lain yang lebih indah. Saya jadi penerima manfaat beasiswa unggulan dari Kemenristek Dikti. Jadi saya S1 full beasiswa, bahkan ada program pertukaran pelajar ke Thailand dan Korea yang di cover," ungkap Diar.
"Alhamdulillah untuk S2 dan S3 saya mendapat yang namanya PMDSU, Program Magister Doktor Sarjana Unggul. Jadi beasiswa ini dikelola oleh Kemenristek Dikti. Jadi saya pengguna APBN dari jalur beasiswa," imbuhnya.
Pentingnya Pendidikan Demi Mengubah Kemiskinan Keluarga
Instagram diarbudiarto ©2020 Merdeka.com
Usai tamat dari Sekolah Menengah Kejuruan, Diar sadar bahwa keinginannya untuk mengubah nasib keluarga hanya bisa melalui pendidikan yang tinggi. Jika ingin membuka bisnis, keluarganya tentu tak memiliki modal.
"Pendidikan ya cara paling mudah menurut saya untuk merubah nasib dalam tanda kutip. Kalau kerja kan mau kerja apa, kita nggak punya basic modal, untuk mengubah kemiskinan," tutupnya. (mdk/kur)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Firman berjuang keras untuk mengangkat derajat keluarganya yang selama ini hidup miskin.
Baca SelengkapnyaIdia harus rela kehilangan kesempatan untuk bersekolah lantaran kondisi keuangan keluarganya yang pas-pasan.
Baca SelengkapnyaKini ia sedang mencari beasiswa lain untuk biaya hidup di Jogja
Baca SelengkapnyaAhmad Faiq Mubaroq masih berharap bisa melanjutkan sekolah lagi.
Baca SelengkapnyaKehidupan ekonomi Rieke Diah Pitaloka mulai berubah setelah mendapat tawaran bermain sinetron.
Baca SelengkapnyaBerikut momen tangis haru pemuda tukang gula berhasil menjadi polisi pertama di desanya.
Baca SelengkapnyaRahmat Amrozi belajar Alquran dengan metode bersama Mbah Budi di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) di dekat rumahnya.
Baca Selengkapnya"Orang miskin gak usah macem-macem pakai kuliah segala" kata-kata hinaan dari seseorng yang memacu semangatnya.
Baca SelengkapnyaTemukan buku diari ibunya, wanita ini bagikan kisah ayahnya yang menginspirasi.
Baca SelengkapnyaAnak penjual nasi goreng jadi sarjana pertama di keluarga dan dapat beasiswa S-2, begini kisah perjuangannya.
Baca SelengkapnyaRifki Apriansyah diganjar Adhi Makayasa Bintara Polri di momen kelulusannya sebagai siswa.
Baca SelengkapnyaUniversitas Gadjah Mada (UGM) setiap tahunnya menerima lebih dari 10 ribu mahasiswa baru.
Baca Selengkapnya