Kisah Dosen UB Lulusan S3, Dulu Tak Sanggup Beli Sepatu dan Pernah Bersihkan Toilet Demi Mencukupi Kebutuhan Hidup Keluarga
Sang ayah terpaksa pensiun dini, dan menjalankan berbagai bisnis, mulai dari tambak udang sampai jual barang bekas.
Kisah kali ini datang dari seorang dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya yang menceritakan perjuangannya untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi hingga meraih sukses. Dia adalah Dias Satria. Dia lahir dan hidup di tengah keluarga yang sederhana. Selama hidupnya, Satria mengalami banyak cobaan dan lika-liku, namun dia berhasil meraih kesuksesan yang dia wujudkan sendiri.
Awalnya, keluarga Satria hidup dengan kondisi ekonomi yang cukup stabil dan berkecukupan. Ayah Satria berprofesi sebagai pramugara Garuda Indonesia yang telah melewati lebih dari 20.000 jam terbang. Ayah Satria pernah menerbangi rute internasional hingga ke Dubai, Jepang, Melbourne, dan masih banyak lagi.
-
Bagaimana pria ini mencapai kesuksesannya? Hidup dalam keterbatasan sejak kecil Dikutip dari akun Instagram @kvrasetyoo, Kukuh membagikan kisah hidupnya yang berliku. Sejak kecil dia kurang mendapat kasih sayang orang tua karena ayahnya bekerja seharian sebagai sopir, dan ibunya juga bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Belum lagi kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan, sehingga menuntutnya agar hidup lebih mandiri. Sebagai anak sulung, Kukuh mulai menaruh perhatian dan bertekad ingin membantu keluarganya.
-
Apa yang dikatakan tentang orang sukses? Orang sukses mampu melihat dan mengambil pelajaran dari kesalahan yang dibuatnya, sekaligus mau memperbaiki dan berani mencoba lagi dengan cara yang berbeda.
-
Bagaimana anak kurang mampu bisa kuliah di UGM? Ada banyak cara agar mereka bisa berkuliah di perguruan tinggi favorit. Salah satunya dengan menjadi siswa berprestasi dan masuk ke universitas favorit dengan jalur prestasi.
-
Siapa yang pernah mengalami masa sulit? Momen 8 Artis Mengenang Masa Sulit, Ada yang Mau Makan 3.000 Mikir Panjang dan Bahkan Rela Menjadi Supir Artis.
-
Siapa yang berhasil kuliah? Joko pun mengaku bahwa dirinya dan keluarga sangat mementingkan pendidikan anak, meskipun ia berada dalam kondisi keterbatasan yang menyulitkan. 'Ya suatu kebanggan bagi saya, memang dari dulu sebelum menikah, bahkan saya itu punya cita-cita nanti kalau sudah berkeluarga dan punya anak, yang saya utamakan memang segi pendidikan, walaupun bapaknya kondisinya kayak begini, yang penting anaknya bisa sekolah,' jelas Joko.
-
Siapa saja yang menjadi contoh santri sukses? 'Ada Jenderal bintang 4, Pak Dudung. Dulu santri juga sekarang bintangnya 4. Semua TNI hormat sama beliau. Terus ada Wali Band. Santri semuanya dan kini mereka syiar agama lewat musik. Dan yang paling keren hari ini kita punya wapres juga dari santri,' ujar Hendi memotivasi, Kamis (4/4/2024).
Namun, kehidupan keluarga berubah drastis ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi 1998. Sang ayah terpaksa pensiun dini, dan menjalankan berbagai bisnis, mulai dari tambak udang sampai jual barang bekas.
Sayangnya, bisnis-bisnis tersebut mengalami kegagalan dan menyebabkan keluarganya bergelut dengan kesulitan ekonomi serta utang yang menumpuk. Itu menjadi awal perjalanan hidup yang penuh tantangan bagi Satria dan keluarga.
Di tengah kehidupan ekonomi keluarga yang kian sulit, Satria memutuskan untuk pindah ke Malang saat melanjutkan pendidikan di bangku SMA. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban keluarga yang sedang terlilit utang. Kala itu, Satria tinggal bersama nenek dan jauh dari keluarganya yang menetap di Tangerang.
Masa SMA adalah momen yang sangat sulit bagi Satria. Dia bercerita, ayahnya pernah memberikan sepatu bekas untuk Satria karena pada saat itu tidak mampu membeli sepatu yang baru.
Pengalaman itu sangat membekas dalam benak Satria, tetapi membuat dia sadar akan beratnya perjuangan ekonomi keluarga. Dari pengalaman-pengalaman sulit tersebut, Satria dapat menemukan semangat untuk bangkit dan meraih hidup yang lebih baik.
Melanjutkan Kuliah Meski Kondisi Ekonomi Sulit
Setelah lulus SMA, Satria memutuskan untuk lanjut kuliah meski sedang dihadapi dengan kondisi finansial yang mencekik. Ibu Satria berjuang keras agar memastikan Satria dapat menyelesaikan kuliah. Keinginan untuk kuliah tidak semata-mata untuk masa depan sendiri, tetapi Satria juga berniat untuk membantu keluarga, terutama adik-adiknya.
Saat kuliah, Satria menjadi asisten dosen di semester tiga. Penghasilan yang dia dapat dengan menjadi asisten dosen, cukup untuk membantu membayar biaya kuliah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lalu, Satria juga tertarik untuk mengejar beasiswa ke luar negeri karena melihat dosen-dosennya yang merupakan lulusan universitas di luar negeri.
"Saya lihat banyak dosen saya bisa sekolah ke luar negeri, dan itu membuat saya ingin mengejar beasiswa ke luar negeri juga," kata Satria dalam tayangan YouTube Pecah Telur, dikutip pada Kamis (3/10).
Di tengah perjuangan akademiknya, Satria menerima kabar duka bahwa ayah meninggal mendadak di usia 50 tahun. Kepergian ayah menjadi pukulan berat bagi Satria, sebab dia belum sempat menunjukkan keberhasilannya pada sang ayah.
Kendati demikian, dengan memegang prinsip dan tekad yang kuat, dia berhasil menyelesaikan S1 dengan predikat cumlaude dan mendapat beasiswa pendidikan S2 di Australia.
Selama di Australia, kehidupan Satria tidaklah mudah. Meskipun menerima beasiswa, dia harus bekerja sebagai petugas kebersihan untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang pada saat itu diboyong serta oleh Satria ke Australia.
"Saya harus bangun jam 3 pagi setiap hari untuk membersihkan toilet, termasuk toilet pria, wanita, dan penyandang disabilitas,” kenangnya.
Pengalaman membersihkan toilet dengan baju lusuh dan sepatu yang bolong menjadi bagian dari perjalanan hidup yang mengharuskan dirinya untuk kuat mental.
Membangun Karier dan Memberi Kontribusi untuk Indonesia
Usai menempuh pendidikan S2 dan S3 di luar negeri, Satria kembali ke Indonesia dengan harapan bisa menerapkan ilmu yang dia peroleh. Pada tahun 2016, Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas kala itu mengajak Satria untuk membantu membangun kota Banyuwangi melalui berbagai program pengembangan inovatif.
Satria terlibat dalam proyek pembuatan buku pembangunan Banyuwangi, dari sana dia belajar banyak tentang pengembangan daerah, kepemimpinan, serta cara bagaimana birokrasi bisa dijalankan dengan optimal.
Selain itu, Satria juga menginisiasi program inkubasi bisnis di Banyuwangi yang bertujuan untuk melatih anak-anak muda dalam berwirausaha, khususnya di sektor digital, pertanian, dan bisnis lokal.
Melalui program Jagoan Banyuwangi yang dimulai sejak tahun 2021, Satria berusaha mencetak pahlawan lokal dari kalangan anak-anak muda yang ingin membangun dan memajukan Kabupaten Banyuwangi. Satria sangat terkesan dengan banyaknya anak muda lulusan universitas terkemuka, seperti IPB, ITB, dan Universitas Brawijaya, yang kembali demi membangun kotanya menuju arah yang lebih baik.
Tak hanya itu, Satria juga mendirikan Piknik Hub, sebuah coffee shop yang menjadi tempat kumpul komunitas startup di Malang. Bukan sekadar tempat kumpul dan nongkrong, Piknik Hub juga menjadi coworking space bagi pengusaha muda, kreator konten, dan profesional di bidang digital untuk berkolaborasi.
Terakhir, Satria memiliki visi untuk terus menginspirasi generasi muda melalui perannya sebagai dosen, entrepreneur, dan kepala pusat inovasi. Bagi Satria, pendidikan dan nilai-nilai moral harus selalu menjadi pondasi dalam setiap langkah.
"Investasi bukan hanya tentang uang, tetapi tentang bagaimana kita membangun generasi berikutnya. Saya ingin berinvestasi pada anak-anak saya, dan juga anak-anak muda yang saya bimbing, agar mereka bisa menjadi pribadi yang bermanfaat bagi masyarakat," tuturnya.
Reporter Magang: Thalita Dewanty