Laba Anjlok Tajam, Perusahaan Pedagang Komoditas Pertanian Terbesar Dunia Pecat 8.000 Karyawan
Keputusan ini diambil setelah perusahaan menghadapi tekanan finansial akibat penurunan harga komoditas pangan global.
Perusahaan swasta terbesar di Amerika Serikat dan salah satu pedagang komoditas pertanian terbesar di dunia, Cargill, Inc., mengumumkan akan memangkas sekitar 8.000 pekerja dari total 164.000 pekerja globalnya, atau sekitar 5 persen dari total tenaga kerja.
Keputusan ini diambil setelah perusahaan menghadapi tekanan finansial akibat penurunan harga komoditas pangan global.
Melansir laporan Bloomberg, dalam periode Juni 2023 hingga Mei 2024, laba bersih Cargill hanya mencapai USD2,48 miliar atau sekitar Rp44,99 triliun (kurs 16.069 per USD pada Mei 2024), yang merupakan angka terendah sejak tahun fiskal 2015-2016. Angka ini jauh menurun dibandingkan rekor laba USD6,7 miliar atau senilai Rp99,5 triliun (kurs rata-rata tahun 2022) diraih pada tahun 2021-2022.
Penurunan laba Cargill dipicu oleh beberapa faktor utama. Pertama, hasil panen yang melimpah di berbagai wilayah menyebabkan harga jagung dan kedelai atau dua komoditas utama perdagangan Cargill anjlok secara drastis.
Kondisi ini semakin diperburuk oleh penurunan jumlah ternak sapi di Amerika Serikat ke level terendah dalam tujuh dekade terakhir, berdasarkan data Departemen Pertanian AS.
Sementara itu, Cargill telah menginvestasikan dana besar dalam bisnis pemrosesan daging sapi. Hal ini menjadikannya salah satu produsen daging sapi terbesar di Amerika Utara.
Namun, tekanan pada sektor ini membuat profitabilitasnya menurun tajam. Kondisi serupa juga dialami oleh para pesaing Cargill, seperti Bunge Global SA dan Archer Daniels Midland Co., yang turut mencatat penurunan laba.
Restrukturisasi dan Fokus Baru
Chief Executive Officer (CEO) Cargill, Brian Sikes yang memimpin perusahaan sejak 2023, menjelaskan bahwa pemutusan hubungan kerja ini merupakan bagian dari rencana jangka panjang untuk menyederhanakan struktur organisasi.
Mengutip sebuah memo, Selasa (3/12), Sikes mengatakan, "Kami akan menyederhanakan struktur organisasi dengan menghilangkan lapisan, memperluas cakupan dan tanggung jawab manajer, serta mengurangi duplikasi pekerjaan."
Mayoritas pengurangan tenaga kerja ini akan dilakukan pada tahun ini. Langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan dalam menghadapi tantangan ekonomi global.
Meski memberhentikan ribuan karyawan, Cargill juga tetap menunjukkan komitmennya untuk berinvestasi dalam bidang teknologi dan inovasi. Pada Juni 2024, perusahaan membuka pusat teknologi baru di Atlanta, AS, dan merekrut sekitar 400 tenaga kerja di bidang teknik dan teknologi.
Transformasi Bisnis di Tengah Tren Global
Sejak pandemi, Cargill sebenarnya meraup keuntungan besar berkat kenaikan harga pangan akibat disrupsi pasokan global. Namun, tren tersebut kini berbalik seiring stabilnya pasokan komoditas di pasar internasional.
Perusahaan menyebut bahwa perubahan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang yang dirancang untuk memastikan keberlanjutan bisnis.
"Kami telah menyusun rencana yang jelas untuk berkembang dan memperkuat portofolio kami guna memanfaatkan tren menarik di depan kami, memaksimalkan daya saing kami, dan, yang paling penting, terus memberikan layanan terbaik untuk pelanggan kami,” ungkap perusahaan, dikutip dari CNN, Selasa (3/12).
Keputusan ini menyoroti bagaimana raksasa agribisnis seperti Cargill terus beradaptasi di tengah dinamika pasar global. Langkah ini sekaligus menunjukkan tantangan besar yang dihadapi sektor komoditas pangan, yang tidak hanya bergantung pada fluktuasi pasar tetapi juga pada tren geopolitik dan kondisi agrikultur global.
Reporter Magang: Thalita Dewanty